Setiap tahun menjelang Lebaran, buruh di seluruh Indonesia menanti satu hal: Tunjangan Hari Raya (THR). Tapi, tahukah kamu bahwa THR yang kita terima sekarang bukan pemberian suka-suka dari bos? THR adalah hasil perjuangan panjang para buruh sejak puluhan tahun lalu.
Banyak orang mengira THR sudah ada sejak dulu. Padahal, pada awalnya hanya Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang mendapat THR. Buruh swasta belum mendapatkan THR sebagai haknya. Lalu, bagaimana caranya THR bisa menjadi hak buruh seperti sekarang?
Berkat Perjuangan Buruh, THR Tidak Hanya Buat PNS
Tahun 1951, Perdana Menteri Soekiman Wirjosandjojo dari Partai Masyumi mengeluarkan kebijakan THR. Sayangnya, kebijakan ini hanya untuk PNS, sementara buruh swasta tidak memperoleh hak serupa.
Tentu saja, buruh tidak tinggal diam. Mereka merasa tidak adil—kenapa hanya pegawai negeri yang dapat THR, sedangkan buruh yang kerja keras di pabrik malah diabaikan?
Melihat ketidakadilan ini, serikat buruh terbesar saat itu, Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) yang berafiliasi dengan PKI, mulai bergerak. Mereka mengorganisir aksi mogok dan protes besar-besaran pada 13 Februari 1952.
Tekanan buruh semakin kuat, hingga akhirnya pemerintah menerbitkan regulasi pertama tentang THR:
– Peraturan Menteri Perburuhan No. 1 Tahun 1961 → Mulai mengatur THR bagi buruh, tapi belum untuk semua pekerja.
– Keputusan Menteri Perburuhan No. 204 Tahun 1961 → Menetapkan bahwa pengusaha wajib memberi THR minimal 1 bulan gaji** bagi buruh yang sudah bekerja setahun atau lebih.
Inilah pertama kalinya buruh mendapatkan THR secara resmi
THR di Era Orde Baru: Hak Buruh yang Dibatasi
Saat Orde Baru berkuasa, kebijakan buruh berubah. Pemerintahan Soeharto lebih berpihak pada pengusaha dan investor asing. Walaupun THR tetap ada, serikat buruh dibungkam dan dikontrol ketat oleh pemerintah.
Regulasi THR yang berlaku di masa Orde Baru diantaranya:
– Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4 Tahun 1974 → THR diberikan pada buruh yang sudah bekerja minimal 3 bulan, besarnya proporsional sesuai lama kerja.
– Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 225 Tahun 1991 → Mengatur THR untuk semua pekerja tetap dan kontrak.
Sayangnya, karena serikat buruh dikekang, banyak pengusaha yang tetap mencari cara untuk menghindari kewajiban membayar THR.
Setelah Orde Baru jatuh, aturan tentang THR semakin jelas. Pemerintah mengeluarkan berbagai aturan seperti berikut:
– Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 → THR menjadi hak resmi semua pekerja.
– Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 6 Tahun 2016 → Buruh yang bekerja minimal 1 bulan sudah berhak mendapat THR
– Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2021 → Memperjelas sanksi bagi pengusaha yang tidak membayar THR tepat waktu.
Regulasi ini memperkuat hak buruh, tapi di lapangan masih banyak pelanggaran. Banyak buruh, terutama di sektor tekstil, garmen, dan industri padat karya lainnya, tidak mendapat THR secara penuh atau bahkan tidak dibayar sama sekali.
Bila Tidak Dibayar, Perjuangkan THR mu
Sejarah THR mengajarkan kita satu hal: hak buruh tidak diberikan begitu saja, tapi harus diperjuangkan. Jika tidak ada serikat buruh yang berani melawan di masa lalu, mungkin sampai sekarang THR masih hanya untuk PNS. Maka, penting bagi kaum buruh untuk tetap bersatu, mengawasi pengusaha yang nakal, dan terus memperjuangkan hak buruh agar tidak dikurangi sedikit demi sedikit.
Apa yang Bisa Kamu Lakukan Jika THR Tidak Dibayar?
– Cek kontrak kerja dan regulasi terbaru tentang THR.
– Laporkan ke serikat buruh jika ada pelanggaran.
– Ajukan keluhan ke Dinas Ketenagakerjaan jika perusahaan tidak membayar THR.
Referensi:
1. [Kumparan: Sejarah THR di Indonesia](https://kumparan.com/kumparannews/sejarah-thr-dipelopori-tokoh-masyumi-dan-diperjuangkan-serikat-buruh-pki-1xodxPY8VUy)
2. [Kompas: Perjuangan Buruh Memperoleh THR](https://www.kompas.com/tren/read/2024/03/17/183000265/sejarah-thr–dicetuskan-menteri-masyumi-diperjuangkan-buruh-pki)
3. [Detik: Regulasi THR di Indonesia](https://news.detik.com/berita/d-4053572/thr-dicetuskan-tokoh-masyumi-diperjuangkan-sayap-pki)
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 6 Tahun 2016
5. Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003