Hari Jumat,19 April 2019, bertempat di sekretariat FBLP, Pelangi Mahardhika mengagendakan diskusi dalam rangka menuju May day dengan tema “Melihat Peran Perempuan Dalam Sejarah Mayday”.
Dari Jam 09:00 WIB, teman-teman dari Pelangi dan Buruh PT. Hansae sudah mulai membersihkan tempat dan memasak untuk makan siang peserta diskusi.
Tepat pukul 13:30 WIB, acara dimulai dan dihadiri 30 peserta dari beberapa pabrik, diantaranya PT Amos I.I, PT. Hansae, PT. BTS, PT. Gunung Abadi, PT. Kaho dan PT. Tainan.
Dimulai dengan makan siang, Atul sebagai moderator membuka acara dan meminta teman teman yang hadir untuk memperkenalkan diri satu persatu agar lebih akrab.
Lalu, moderator meminta bu Jumisih selaku Ketua Umum FBLP untuk memberi sambutan. Jumisih menyampaikan
“Kenapa FBLP mewadahi memberi ruang kepada teman – teman LGBT (lebian,gay, biseksual, transgender)? Kami secara organisasional sangat terbuka dengan teman – teman LGBT untuk tetap maju bersama dengan teman atau buruh buruh yang lain yang beroreantasi Heterosexsual. Jadi ketika ada kawan baik dari internal maupun kawan dari organisasi stay serikat lain bertanya kepada saya terkait keberadaan Pelangi Mahardhika di FBLP, secara terang – terangan saya menjawab iya, kami memang mengorganisir teman teman lesbian dan itu bukan hal yg memalukan tapi hal yang membanggakan kami di FBLP, karena ada demokrasi yang kita ciptakan, ada ruang yang kita bangun bersama sama dan itu menjadi titik awal untuk maju bersama”
Berlanjut sambutan dari Teh Dona selaku perwakilan dari Pelangi Mahardhika.
Teh Dona menyampaikan “Pelangi Mahardhika sebagai komunitas LBT pun punya kepentingan untuk terlibat di May Day.Kami sebagai buruh sebagai perempuan dan sebagai LBT itu adalah satu paket untuk turut berjuang di hari buruh internasional, karena sebagai LBT masih banyak diskriminasi.Kami berterima kasih kepada FBLP dan Perempuan Mahardhika yang terus support dan mewadahi Pelangi Mahardhika. Pelangi mahardhika di tgl 5 Mei genap berusia 6 tahun. Ini bukan hal yg mudah untuk tetap berdiri. Jatuh bangun dalam setiap komunitas itu adalah hal biasa, pun Pelangi Mahardhika, mengalami jatuh bangun. Namun atas semangat bersama, kami terus bertahan hingga sekarang.
Semua itu tak lepas dari dukungan FBLP dan Perempuan Mahardhika. Saya sebagai lesbian dan juga pendiri Pelangi Mahardhika mengucapkan banyak terima kasih kepada semua yang hadir di sini dan tetaplah menjadi kawan berjuang kami.”
Kemudian, tiba waktunya sesi diskusi yang difasilitatori oleh Vivi Widyawati dari Perempuan Mahardhika. Vivi menyampaikan “Kenapa kita perlu belajar tentang sejarah May Day? agar kita mengetahui di masa lalu seperti apa perjuangan buruh perempuan memperjuangkan hari buruh dan agar sejarah tidak putus di tangan kita dan agar selalu ada penerus perjuanganya.”
Tanggal 1 mei 1886 terjadi demontrasi buruh besar besaran di Amerika Serikat, demonstrasi ini dilakukan sekitar 400.000 buruh yang mengusung pengurangan jam kerja menjadi 8 jam kerja sehari, “8 jam kerja,8 jam istirahat,8 jam rekreasi”. Pada masa itu, para buruh bekerja selama 19 samapi 20 jam sehari. Tidak tanggung – tangung, kali ini aksi demonstrasi berlangsung selama 4 hari, sejak 1Mei hingga 4 Mei 1886, karena perjuangan buruh itulah ditetapkan pada tanggal 1 mei 1886 sebagai hari buruh internasional di Kongres internasional di Genava, Amerika serikat.
Adalah Kanada, Amerika Utara, negara yang pertama kali menetapkan 8 jam kerja sehari.
Hari buruh May Day di indonesia sendiri pertama kali diperingati pada tahun 1918 dan 1 mei dijadikan libur nasional pada di tahun 2013.
Vivi menjabarkan peran perempuan dalam sejarah May Day. Kala itu banyak industri yang berkembang, seperti industri tekstil, garmen, sepatu yang mayoritas buruhnya adalah buruh perempuan. Bahkan, 90 % buruhnya adalah buruh perempuan, ikut andil dalam aksi demontrasi memperjuangkan 8 jam kerja dan upah setara pada masa itu.
Pembuktianya adalah pada tahun 1820, saat pertama kali buruh perempuan melakukan pemogokan pabrik textil dipt Lowell di Amerika Serikat.dan berdiri serikat buruh perempuan diperusahaan tersebut di tahun 1944.
Mogok kerja dan demontrasi itu menetes juga kepada gerakan LGBT pekerja. Gerakan itu baru dimulai pada tahun 1920 di Jerman oleh Serang ilmuwan. Beliau membuat tulisan berisikan tuntutan-tuntutan seperti
melawan diskriminasi LGBT di tempat kerja, hak kerja yang sama dan Upah yang layak.
Karena di masa itu represi terhadap LGBT sangat tinggi dan bisa dihukum mati, jika ketahuan beroreantasi seksual LGBT.
Pada tahun 1999 di Amerika Serikat, mulailah muncul organisasi-organisasi LGBT. Kaum LGBT berani turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi untuk menuntut persamaan hak.
Setelah diskusi selesai, diskusi berlanjut dengan sesi tanya jawab oleh peserta.
Acara semakin meriah ketika ada game pertanyaan berhadiah dari Atul selaku moderator. Para peserta bersorak, cepat – cepat tunjuk jari agar dapat menjawab pertanyaan dan mendapat hadiah yang sudah dipersiapkan.
Ahirnya game tersebut dimenangkan oleh ibu Sultinah, Kordinator POSKO, Murni dari PT.BTS dan Ciipit dari PT Amos I.I
Demikian, diskusi ditutup dengan riang gembira dan penuh semangat menuju May Day 2019