Oleh Martin dan Apri*
Soekarno dan Che Guevara bertemu ketika Che berkunjung ke Indonesia tahun 1959
Tuhan tidak mengubag nasib suatu bangsa, sebelum bangsa itu merubah nasibnya – Soekarno
Kita sebagai orang Indonesia, sangat menghargai dan menghormati Soekarno sebagai salah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Soekarno, terlahir dengan nama Koesno Sosrodihardjo, pada tanggal 6 Juni 1901 di Surabaya, Jawa Tengah. Terlahir dari pasangan Raden Soekemi Sosrodihardjo dan Ida Ayu Nyoman Rai. Ia menghabiskan masa kecilnya, hanya dalam beberapa tahun, bersama ke dua orang tuanya kemudian pindah ke Tulung Agung, Jawa Timur untuk kemudian tinggal bersama dengan kakeknya, Raden Hardjokromo. Awalnya ia merasakan dunia pendidikan di Tulung Agung, hingga akhirnya Soekarno kembali ikut dengan kedua orang tuanya pindah ke Mojokerto. Di Mojokerto, ia sekolah kembali di Eerste Inlandse School, kemudian pindah ke Europeesche Lagere School (ELS) pada tahun 1911 dengan alasan agar dengan mudah diterima di Hoogere Burger School (HBS). Pada tahun 1915, ia lulus dari ELS kemudian melanjutkan pendidikannya di HBS yang terletak di Surabaya, Jawa Timur. Di Surabaya ia banyak bertemu dengan para tokoh dari Serikat Islam. Serikat Islam adalah organisasi, yang pada saat itu, dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto yang berjasa memberikan tumpangan ketika Soekarno tinggal di Surabaya.
Serikat Islam, Menginspirasi Soekarno
Pertemuan dengan Serikat Islam ini membuat rasa nasionalisme dalam diri Soekarno bergelora. Tahun-tahun berikutnya, Soekarno mulai aktif dalam berorganisasi. Ia aktif dalam organisasi pemuda Tri Koro Darmo yang dibentuk dari organisasi Budi Utomo. Tahun 1918, ia kemudian mengganti nama Tri Koro Darmo menjadi Jong Java yang berarti Pemuda Jawa. Tahun 1920, ia lulus dari HBS, kemudian melanjutkan pendidikannya di Technische Hoge School (sekarang ITB) di Bandung. Di sana ia mengambil jurusan Tehnik Sipil. Selama di Bandung, ia dibantu oleh seorang teman dari Tjokroaminoto, Haji Sanusi. Haji Sanusi juga merupakan anggota dari Serikat Islam. Melalui Haji Sanusi, Soekarno berkenalan dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo dan Dr. Douwes Dekker (pemimpin organisasi National Indische Partij). Tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang terinspirasi dari Indonesische Studie Club (organisasi yang dipimpin oleh Dr. Soetomo). Algemene Studie Club merupakan cikal bakal dari Partai Nasional Indonesia (PNI) di tahun 1927.
Kehidupannya tidak selalu berjalan dengan bahagia. Pada Desember 1929, Soekarno ditangkap dan dipenjara oleh Belanda di Penjara Banceuy oleh karena aktivitasnya di PNI. Tahun berikutnya ia dipindahkan ke penjara Sukamiskin. Dari dalam penjara inilah, Soekarno membuat pledoi (pembelaan) yang cukup fenomenal. Akhirnya, pada tanggal 31 Desember 1931, ia dibebaskan. Ia kembali terjun ke dunia politik di tahun 1932. Ia bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap oleh Belanda pada Agustus 1922 dan diasingkan ke Flores dan ia hampir dilupakan oleh para tokoh nasional lainnya. Ia pun dipindahkan lagi ke Provinsi Bengkulu pada tahun 1938 hingga tahun 1942. Pada tahun 1942, Soekarno kembali dibebaskan.
Menjadi Proklamator Kemerdekaan, Pro Kontra Poligami Hingga Misteri Kudeta
Pada masa awal penjajahan Jepang, Jepang memanfaatkan peran tokoh nasional untuk menarik perhatian penduduk Indonesia terhadap propaganda Jepang. Para tokoh nasional juga ikut memanfaatkan situasi ini untuk bekerjasama dengan Jepang dalam usaha meraih kemerdekaan Indonesia. Hal ini banyak menimbulkan pro dan kontra. Soekarno, menjadi salah satu yang mempropagandakan program Jepang, termasuk Romusha. Namun kemudian, Soekarno dan beberapa tokoh nasional lainnya mulai aktif mempersiapkan kemerdekaan Indonesia dengan cara merumuskan Pancasila, UUD 1945 dan dasar-dasar pemerintahan Indonesia termasuk naskah proklamasi kemerdekaan.
Usaha untuk mencapai kemerdekaan bukanlah hal yang mudah. Soekarno dan para pejuang nasional harus melewati berbagai diskusi dan berbagai ancaman untuk mencapai tujuan yang paling puncak, yaitu kemerdekaan Indonesia. Soekarno dan para pejuang nasional di desak oleh para pemuda untuk segera melakukan proklamasi kemerdekaan. Hingga akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta menjadi wakil bangsa Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta diangkat menjadi Presiden dan Wakil Presiden pertama Indonesia.
Sepanjang hidupnya, Soekarno telah menikah sebanyak 9 kali. Berikut nama istri Soekarno dan tanggal menikahnya: Oetari (1921-1923), Inggit Garnasih (1923), Fatmawati (1943), Hartini (1952), Ratna (1962), Haryati (1963), Yurike Sanger (1964), Kartino Manoppo (tidak diketahui) dan Heldy Djafar (1966). Pernikahannya dengan Fatmawati mungkin yang paling diketahui oleh Indonesia. Fatmawati merupakan orang yang menjahit bendera yang dikibarkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dari pernikahannya dengan Fatmawati, Soekarno dikarunia 5 orang anak, yaitu Guntur, Megawati, Rachmawati, Sukmawati dan Guruh. Kehidupan pribadi Soekarno yang beristri lebih dari satu (poligami) tak lepas dari protes gerakan perempuan Indonesia kala itu. Tak heran, karena gerakan perempuan Indonesia sangat menentang poligami.
Soekarno kehilangan kekuasaannya setelah tragedi 1965, dimana jutaan rakyat anggota PKI (Partai Komunis Indonesia) dan organisasi yang dekat dengan PKI dibantai. Bahkan, rakyat yang dituduh sebagai anggota PKI maupun ormasnya turut dibantai tanpa proses pengadilan. Soekarno tak berkutik dan misteri kudeta terhadap kekuasaannya hingga kini masih menjadi tabir misteri. Pemerintah Orde Baru mengasingkan Soekarno di rumahnya hingga akhir hayat. Ia meninggal dalam kesunyian, pada hari Minggu, 21 Juni 1970, Soekarno meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroyo, Jakarta dan disemayamkan di Wisma Yaso, Jakarta dan kemudian dimakankan di Blitar, Jawa Timur. Hingga kini, pemerintah pasca Orde Baru tak sedikitpun mencoba menguak tabir misteri kudeta Soekarno serta pembantaian jutaan rakyat tanpa perang itu. Alih – alih mengungkap kebenaran sejarah, kebohongan sejarah 1965 yang disusun Orde Baru, hingga kini masih dilanggengkan. Tapi, peran Soekarno sebagai pejuang kemerdekaan dan proklamator kemerdekaan tak pernah bisa terelakkan.
Perjuangan Belum Berakhir, Kita Penerusnya
Perjuangan Soekarno sendiri merupakan contoh perjuangan yang tidak kenal lelah. Walau pun beliau sering mendapat ancaman, dipenjara, dijauhkan dari keluarga, namun keinginannya yang kuat untuk berjuang melawan penjajahan yang membuat negara dan rakyatnya menderita menjadi pecutan semangat yang membuat Soekarno terus mau berjuang. Penjajahan masa kini mungkin tidak lagi dalam bentuk peperangan atau pun menduduki suatu wilayah, akan tetapi dalam bentuk yang berbeda. Pada masa kini, masih banyak rakyat yang menderita karena kemiskinan, upah yang tidak sepadan dengan usaha yang kita lakukan, kekerasan dan perlakukan lainnya yang membuat bangsa kita menderita. Penjajahan yang kita alami di masa kini membutuhkan sosok Soekarno masa kini yang tidak kenal lelah dalam berjuang untuk mencapai kesejahteraan. Perjuangan yang tidak takut akan penderitaan dan perjuangan yang tidak padam ketika mengalami tekanan.
Perjuangan masa kini bukan lagi dalam bentuk angkat senjata dan saling membunuh, namun perjuangan bersama-sama untuk mencapai kesejahteraan bersama. Berani untuk berjuang, berani untuk menang. Takut untuk berjuang, kalah selamanya. Jangan takut. Lapor bila ada yang tidak beres. Berteriak bila ada yang salah. Gaungkan suara kebenaran, untuk Indonesia yang lebih sejahtera. Jangan biarkan kita (rakyat) terus tertindas. Bangkit dan berjuang.
*Martin dan Apri adalah mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi Jakarta