Search
Close this search box.

Vonis Bebas 26 Aktivis Tegaskan Kemerdekaan Unjuk Rasa

Hakim putus bebas 26 aktivis/dok.marsinahfm 

Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia menganggap vonis bebas 26 aktivis menegaskan kembali kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum. Vonis itu menyebutkan Kepolisian Daerah Metro Jaya melakukan tindakan represif dan pemidanaan tanpa dasar.

Majelis Hakim PN Jakarta Pusat memvonis bebas 23 buruh, 2 pengacara LBH Jakarta, dan 1 mahasiswa. “Tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan primer dan subsider,” kata Ketua Majelis Hakim Sinung Hermawan pada Selasa, 22 Juli 2016.

Tak Ada Larangan Unjuk Rasa Lewat 18.00
Menarikanya, pertimbangan majelis hakim tidak menyebutkan sama sekali Peraturan Kapolri sebagai dasar pembubaran aksi demonstrasi. Selama ini, Kejaksaan dan Kepolisian selalu mendasarkan pada Peraturan Kapolri 7/2012 sebagai alasan membubarkan unjuk rasa menolak PP 78/2015 tentang Pengupahan pada 30 Oktober tahun lalu. Peraturan itu membatasi unjuk rasa di ruang terbuka hanya pukul 06.00-18.00.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim menegaskan unjuk rasa hanya bisa dibubarkan berdasarkan Undang-undang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. “Tidak memenuhi pasal 6, 9 ayat 2 ayat 3, pasal 10, dan 11. Dapat dikenakan sanksi sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku,” sebut keputusan tersebut. Hakim juga menegaskan kepolisian melakukan tindakan represif terhadap para pengunjukrasa. Padahal, unjuk rasa di depan istana itu berlangsung secara damai.

Direktur LBH Jakarta Alghif Fari Aqsha memberi acungan jempol pada putusan hakim. Ini karena hakim mengutip deklarasi HAM dan menyatakan bahwa demonstrasi atau menyatakan pendapat merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia. “Di Indonesia hanya sedikit putusan hakim yg mengutip DUHAM,” tulisnya dalam status di akun Facebook pribadinya.

Tonggak Demokrasi
KPBI menegaskan vonis bebas 26 aktivis ini merupakan tonggak penting bagi kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat merupakan unsur penting bagi demokrasi.

Wakil Ketua KPBI Jumisih menyebutkan putusan hakim memperkuat gerakan rakyat melawan upaya kriminalisasi demonstran di masa depan. “Putusan hakim hari ini akan menjadi acuan,” ujarnya.

Ia menambahkan gerakan rakyat tidak boleh terlena dengan keputusan bebas pada 26 aktivis. Sebab, persoalan utama bagi buruh dan rakyat masih belum tuntas. “PP78 tentang Pengupahan tetap PR perjuangan ke depan, yang harus dibatalkan,” jelasnya.

Gerakan rakyat masih harus bersatu melawan liberalisasi ekonomi pemerintahan Joko Widodo. Liberalisasi pemerintah memberi karpet merah bagi pengusaha di atas penderitaan rakyat. “Lebih jauh lagi paket kebijakan ekonomi Jokowi harus di waspadai oleh gerakan,” katanya.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menuntut 26 aktivis 2 bulan hukuman percobaan dengan vonis 1 bulan penjara. Jaksa mendakwa mereka dengan pasal karet 214 dan 216 KUHP. Pasal 214 mempidanakan mereka yang menentang aparat dalam menjalankan undang-undang sementara 216 mempidanakan mereka yang berkerumun dan menolak dibubarkan.

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Koperasi Sebagai Media Pendidikan

“Koperasi adalah sarana untuk bertemu, berbagi pengalaman menjadi pengetahuan bersama” begitulah ungkapan Parti salah satu pengurus di Koperasi Sejahtera FBLP. Sementara Iis yang juga adalah

Apa yang Dimaksud Dengan Keputihan

Hampir semua perempuan pernah mengalami yang namanya keputihan, seberapa bahaya sih keputihan ini? Berawal dari obrolan 3 buruh perempuan hingga akhirnya berhasil mengumpulkan teman- temannya

Tentang Kritik dan Mereka yang Dibungkam 

“Meski KUHP yang baru ini dinyatakan berlaku tiga tahun mendatang, sungguh nggak masuk akal kalau pasal pencemaran nama baik yang telah dihapus di KUHP baru, justru dipakai untuk menggugat Fatia dan Harris karena mereka berdua berani mempublikasikan hasil kajian tentang bisnis para pejabat atau purnawirawan TNI di balik bisnis tambang emas atau rencana eksploitasi wilayah Intan Jaya, Papua. Ini sih karena seorang yang berkuasa ini sedang tersinggung saja”