Siaran Pers
Koalisi Clean Clothes Campaign Indonesia
Praktik diskriminasi dan eksploitasi terhadap buruh alas kaki oleh industri brand sepatu ternama, Adidas kian masif terjadi. Sejak covid-19 dan resesi global diumumkan sebagai keadaan krisis di Indonesia. Sebagai contoh PT Panarub Industry yang menjadi mitra produksi (pemasok/supplier Adidas) di Indonesia telah melakukan pemotongan upah pekerja serta memberhentikan ribuan pekerja secara sepihak.
Sekretaris Jenderal Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Emelia Yanti Siahaan mengatakan berdasarkan hasil investigasi dan perhitungan serikat pekerja, PT Panarub setidaknya telah memotong upah buruh sebanyak dua kali selama masa pandemi yakni pada Juni-Juli dan Agustus-September 2020 dengan rata-rata pemotongan upah sebesar Rp800.000 hingga Rp1.300.000 pada dua periode tersebut.
“Kami meyakini, Panarub dan Adidas mengambil banyak keuntungan dari praktik melanggar hak-hak buruh,” ujar Emelia Yanti.
Di samping itu, PT Panarub terus menggalakkan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi para buruh. Berdasarkan data yang dihimpun Federasi Serikat Buruh Garteks, sebanyak 1500 pekerja terkena PHK dengan alasan resesi ekonomi. Kemudian dari data Serikat Pekerja Nasional (SPN) setidaknya ada 360 anggota mereka yang terkena PHK pada periode 2022-2023.
Dalam melakukan pemutusan kerja, PT Panarub diindikasi melakukan tindakan intimidasi dan memanfaatkan kerentanan buruh. GSBI mengatakan, PT Panarub mengancam akan memotong jumlah pesangon jika surat PHK tidak ditandatangani segera.
“HRD (PT Panarub) bilang kalau ini surat ga di tanda tangan, nominal yang didapat akan jauh lebih rendah. (Buruh) nggak dikasih waktu 7 hari untuk memutuskan, langsung hari H, di PHK.”ujarnya.
Padahal, merujuk pada ketentuan Pasal 37 Ayat (3) PP No. 35 Tahun 2021 menyebut “Pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja dibuat dalam bentuk surat pemberitahuan dan disampaikan secara sah dan patut oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja Serikat Buruh paling lama 14 (empat belas) hari kerja sebelum Pemutusan Hubungan Kerja.”
Selain itu, Pasal 39 Ayat (1) PP No 35 Tahun 2021 menyatakan “Pekerja/Buruh yang telah mendapatkan surat pemberitahuan Pemutusan Hubungan Kerja dan menyatakan menolak, harus membuat surat penolakan disertai alasan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah diterimanya surat pemberitahuan.”
Covid-19 dan Resesi Global Jadi Alasan Perampasan Hak Buruh
Adidas dan PT Panarub Industry menggunakan alasan pandemi covid-19 dan resesi global untuk melegitimasi tindak perampasan hak buruh. PT Panarub berdalih bahwa covid-19 dan resesi global telah menurunkan angka produksi perusahaan sehingga dibutuhkan efisiensi. Namun klaim tersebut tidak pernah disertakan dengan bukti yang dibuka secara transparan kepada buruh dan serikat.
Bahkan, klaim penurunan angka produksi tersebut berbanding terbalik dengan data laporan yang dirilis Adidas di situs web resminya. Adidas menyebut bahwa perusahaannya berhasil menaikkan pendapatan sebanyak 1%, meningkatkan penjualan sebesar 6% atau € 22.511 juta di tahun 2022 jika dibandingkan dengan tahun 2021 yang memperoleh € 21.234 juta keuntungan.
GSBI menambahkan PHK sepihak yang digencarkan PT Panarub telah menjadi malapetaka bagi buruh yang tetap bekerja di pabrik. Mereka yang tetap bekerja kelimpahan beban tambahan untuk mengisi tugas rekan-rekannya yang terkena PHK. Bahkan buruh di PT Panarub bekerja selama 11-12 jam per hari. “Panarub sampai hari ini masih lembur, ada videonya. PHK jalan terus, tapi lembur juga jalan terus.”
Lanjutnya, “Karena PHK, kerjaan malah jadi keteteran. Orang ga ada, kerjaan banyak, malah jadi kayak kerja rodi. 1 orang bisa mengerjakan 2-3 proses di pabrik yang tadinya hanya mengerjakan 1 proses,” jelasnya.
Selain pemotongan gaji dan PHK, PT Panarub juga memaksa buruh untuk mengambil cuti tahunan meski hal tersebut tidak disepakati oleh buruh. Hal ini berkaitan erat dengan sistem kerja “No Work No Pay” yang diatur dalam Pasal 93 UU No.13 Tahun 2003 yang menyebut “Upah tidak dibayar apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan atas kemauan sendiri, bukan karena perintah atau kemauan perusahaan. Pemaksaan pengambilan cuti yang dilakukan PT Panarub diindikasi menjadi modus perusahaan untuk tidak membayar upah buruh.
Tuntutan Koalisi CCC Indonesia
Merespons berbagai bentuk diskriminasi perusahaan dan ketidakpedulian Pemerintah atas hal tersebut, Koalisi Clean Clothes Coalition (CCC) Indonesia yang terdiri dari Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Konfederasi KASBI, Serikat Pekerja Nasional (SPN), Garteks KSBSI, Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI), Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS), dan Trade Union Rights Centre (TURC) telah bersepakat untuk mendukung dan terlibat di dalam Kampanye “Pay Your Workers – Respect Labour Rights (PYW-RLR)” dan menuntut agar ADIDAS:
- Meminta ADIDAS menghormati hak-hak dasar pekerja dan membayar upah buruh yang telah dipotong pada masa pandemi covid-19.
- Meminta ADIDAS dan PT. Panarub Industry menghentikan praktik pemutusan kerja dan menjamin hak atas kepastian kerja
- Meminta ADIDAS dan PT. Panarub Industry menghentikan pemaksaan pengambilan cuti tahunan untuk menerapkan praktik No Work No Pay dan melegitimasi pemotongan upah buruh.
- Meminta ADIDAS dan PT Panarub Industry membuka data order dan produksi secara transparan kepada buruh dan serikat buruh sebagai dasar negosiasi.
- Meminta ADIDAS dan PT Panarub Industry menghentikan praktik kerja 11- 12 jam/hari dan pengalihan beban kerja akibat PHK.
Hormat Kami,
Koalisi Clean Clothes Campaign (CCC) Indonesia:
Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Konfederasi KASBI, Serikat Pekerja Nasional (SPN), Garteks KSBSI, Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI), Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS), dan Trade Union Rights Centre (TURC).