Oleh : Thin Koesna Sarwa
Demokrasi untuk Siapa?
Pembukaan ruang demokrasi yang sudah cukup lama sejak jatuhnya rezim Soeharto, masih belum sepenuhnya bisa dinikmati oleh rakyat Indonesia pada umumnya dan salah satunya adalah kaum LGBTI . Dalam hitungan kurang lebih dari 18 tahun masa reformasi, kaum LGBTI masih mengalami diskriminasi baik oleh negara dan aparatnya maupun oleh masyarakat yang masih homophobia.
Diskriminasi yang dialami oleh kaum LGBTIQ bentuknya bervariasi mulai dari berbagai Undang-Undang, pengucilan, diskriminasi di tempat kerja sampai dengan tindakan kekerasan yang di lakukan oleh kelompok-kelompok tertentu terhadap kegiatan – kegiatan kaum LGBTI, contohnya kongres ILGA yang diserbu dan dibubarkan paksa oleh Forum Umat Islam Jatim. Penyerangan oleh satpol PP dan Front Pembela Islam pada acara pemilihan Duta HAM yang di selenggarakan oleh Forum Komunikasi Waria Indonesia. Itu baru sebagian kecil contoh kasus kekerasan yang di alami oleh kaum LGBTI, sedang menjadi sorotan saat ini adalah pernyataan beberapa mentri dan ketua MPR yang masih menolak LGBT, dan ketika kaum LGBT mencoba untuk bertahan dan melindungi diri dari segala tindak diskriminasi dan kekerasan tersebut, lalu di mana posisi pemerintah ? Aparat Negara ? kepada siapa mereka berpihak?
Selain kekerasan , masih ada lagi beberapa kebijakan pemerintah yang langsung mendiskriminasi kaum LGBTIQ seperti : UU No1 tahun 1974 tentang perkawinan, Perda DKI Jakarta No 8 tahun 2007 tentang ketertiban umum ( Tibum ), Perda kota Palembang No 2 tahun 2004 tentang pemberantasan pelacuran, dan masih banyak lagi, dari fakta-fakta di atas jelas bahwa dalam era reformasi ini, demokrasi dibangga-banggakan oleh pemerintah dan elit politik adalah demokrasi bohong atau demokrasi bukan untuk rakyat dan kaum LGBTI, dan pemerintah bahkan negara telah gagal melindungi kaum LGBTI.
LGBTI Juga Punya HAK
LGBTI adalah persoalan hak seksual bukan persoalan moral, dan Alasan morallah yang sering di sampaikan kepada LGBTI, lalu pertanyaanya adalah : Moral apa? Moral Siapa? Moral yang bagaimana ? Kalau yang dijadikan acuan pijakannya adalah moral patriarkhi jelas saja yang terdiskriminasi adalah perempuan, kalau yang dijadikan acuan pijakannya adalah moral homophobia maka yang terdiskriminasi adalah kaum LGBTI , kalau yang dijadikan acuan pijakannya adalah moral Agama maka tentu saja akan menindas agama yang lainnya, jadi berbicara tentang LGBTI tidak bisa diletakan dalam kata Moral.
Prinsipnya adalah demokrasi, kalau kita bicara soal demokrasi salah satu bunyinya adalah pengakuan hak ( Hak berserikat, hak hidup, hak bekerja, hak untuk sejahtera, dan hak- hak masyarakat sipil lainnya) terhadap semua warga negara tanpa memandang jenis kelamin, orientasi seksual,warna kulit, bentuk tubuh dan juga agama.
Mereka yang memiliki orientasi seksual LGBTI perlu dan harus dilihat sebagai:
- LGBT sebagai Warga negara punya hak yang sama dalam bidang politik, ekonomi, budaya, sosial dan ekonomi dengan warga- warga lainnya
- LGBT punya hak untuk berorganisasi dengan terbuka sama seperti kaum buruh, petani , nelayan dan kaum perempuan juga Mahasiswa
- LGBT punya hak untuk hidup bersama yang diakui oleh Negara sama seperti heteroseksual
- LGBT punya hak untuk mendapatkan pendidikan , kesehatan, dan pekerjaan dan hak untuk diakui orientasi seksualnya.
Kita sadar bahwa ini bukan hal yang mudah. Sejarah homophobia yang panjang dan sudah mengakar juga menjalar dalam masyarakat Indonesia dan masyarakat Internasional, serta dihujani oleh pernyataan sikap penolakan beberapa mentri dan ketua MPR kepada kaum LGBT , maka kita perlu mendesak pemerintah agar secara khusus untuk mengeluarkan kebijakan yang menjamin dan melindungi kaum LGBTI untuk hak-haknya. Tapi, apa yang dilakukan oleh pemerintah terhadap fakta adanya LGBT ? pemerintah kita saat ini tidak punya perhatian untuk memikirkan persoalan-persoalan LGBTI. Itu bukan karena pemerintah tidak punya kemampuan , tetapi memang pemerintah tidak ada keinginan yang baik untuk melindungi kaum LGBTI.
Tak Surut Langkah, Melawan Homophobia
Walaupun serangan dari berbagai pihak bertubi-tubi, tetaplah semangat dan jangan hentikan langkah, tidak ada jalan lain untuk persoalan ini selain dengan tetap berjuang dan berorganisasi. Benar bahwa kita tidak bisa sendiri dalam perjuangan ini, kita membutuhkan kawan berjuang, lalu siapakah kawan berjuang LGBT ? saya, kamu, dia, anda juga Mereka yang adalah kelompok-kelompok pembela demokrasi dan kesetaraan lainnya yang juga punya persoalan yang sama dengan kita. Sehingga isu LGBTI menjadi isu semua kelompok. Demi kepentingan itu, informasi tentang pemenuhan hak-hak LGBTI harus disebarkan secara luas di kalangan masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui persoalan ini dalam perspektif yang benar yaitu dalam perspektif demokrasi.
Kami dari Pelangi Mahardhika akan terus menyampaikan kepada masyarakat Indonesia atau masyarakat Internasional bahwa perjuangan identitas dan orientasi seksual adalah bagian penting dari perjuangan demokrasi dan kesetaraan. Perjuangan demokrasi adalah perjuangan pembebasan manusia, apa pun agamanya, bangsanya, rasnya, jenis kelaminnya dan orientasi seksualnya. Pembebasan manusia, termasuk di dalamnya adalah pembebasan hak seksualitas, karena tidak ada alasan apapun untuk mendiskriminasi seseorang berdasarkan orientasi seksualnya.