Search
Close this search box.

LEBARAN DI POSKO JUANG BURUH HANSAE, TAK MENGURANGI MAKNA SUCI DI HARI YANG FITRI

PROSES JUANG ADALAH PROSES BELAJAR

Bire, salah satu mahasiswa Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND) yang selalu mendukung perjuangan kawan-kawan Hansae dengan berhari-hari menginap di Posko Juang menyampaikan “saya sebagai mahasiswa belum pernah merasakan menjadi buruh, namun ini adalah kesempatan dan ruang belajar yang luar biasa bagi kami yaitu belajar berkomitment, agar kelak jika kami lulus kuliah dan masuk dalam dunia kerja, kami tidak menjadi penindas-penindas baru, untuk itu kami belajar mengikis watak borjuasi.”

Hal senada disampaikan Rama, pemuda AKMI (Aksi Kaum Muda Indonesia), bahwa “bara api yang dilakukan kawan-kawan buruh Hansae adalah proses pembelajaran bagi kami sebagai kaum muda multisektor, kami belajar dan meyakini bahwa kemenangan itu akan dan pasti berada bagi mereka yang berjuang dengan sungguh-sungguh”.

Belajar dan Berjuang dalam situasi ini, kita menjadi tahu siapa-siapa kawan yang benar-benar peduli dengan kondisi kami, siapa kawan yang abai atau pura-pura tak melihat keberadaan kami atau bahkan mencemooh dan melemahkan perjuangan kami.

Namun ini pernyataan salah satu buruh Hansae berikut “Sekarang Evi lebih banyak pemahaman tentang arti perjuangan yang sesungguhnya”, begitu Evi menyampaikan di sela-sela diskusi di depan tenda juang.

Begitu halnya yang di sampaikan oleh Pujamaindra, salah satu buruh Hansae juga bahwa ” ini bukan semata-mata nominal, tapi kami ingin memberi pelajaran kepada para pengusaha tentang bagaimana menghargai keringat kami sebagai buruh”.

“Saya belum pernah punya pengalaman berorganisasi, ini adalah pengalaman pertama tapi dengan perjuangan saat ini, Yati malah senang punya pengalaman berjuang yang luar biasa ini, ada senang, sedih, terharu, bangga, sehingga Yati paham, begini proses menuntut hak, dan itu tidak mudah, banyak lika-likunya” begitu disampaikan Yati salah satu buruh Hansae yang saat ini gigih menjadi kepala rumah tangga posko juang. Ia merasa sehat dan Alhamdulillah terus sehat dan berusaha mengingatkan agar kawan-kawannya di Posko, agar selalu menjaga kesehatan satu sama lainnya.

Apa yang diungkapkan oleh Bire, Rama, Evi, Puja dan Yati adalah sedikit ungkapan memaknai proses juang yang dialami dan dilakukan bersama-sama, ini menguatkan argumentasi bahwa proses memaknai kehidupan tidak hanya bisa dilakukan di bangku-bangku sekolah formal, tapi juga bisa dalam arena pertarungan kepentingan buruh dengan pengusaha atau lini kehidupan lain.

Kebusukan sistem kapitalisme, telah meruntuhkan empati sesama manusia karena relasi antar manusia dihitung dengan uang, yaitu menjadi relasi transisional. Begitu diungkapkan Dian Septi- Sekjend FBLP, di sela-diskusi di Posko Juang. Lebih lanjut Dian menyampaikan bahwa kebusukan sistem kapitalisme hanya bisa dilawan dengan kekuatan persatuan rakyat yang sadar akan penindasan dan bersama-sama melakukan perlawanan.

POLITIK PECAH BELAH (DEVIDE ET EMPERA)

Politik pecah belah banyak digunakan oleh pengusaha sebagai siasat untuk memecah konsentrasi perjuangan, atau agar kita segera menyerah dan menganggap bahwa yang terjadi saat ini adalah takdir Sang Kuasa.

Tidak, sama sekali ini bukan takdir karena apa yang terjadi saat ini adalah ulah manusia, kebijakan manusia, tentu saja bisa berubah. Dan kami mengambil posisi untuk tetap berjuang, meskipun kami sadar banyak tantangan yang kita hadapi.

Jangankan untuk kawan-kawan external Hansae, bahkan di antara kawan sesama buruh Hansaepun terjadi saling sindir, saling perang status, saling hujat baik di status WA maupun media sosial seperti facebook atau yang lain, antara kawan-kawan yang bertahan dengan berjuang di Posko dan menjaga asset, dengan pihak Management dan mereka yang sudah bersedia menerima pesangon 1x ketentuan. Ada yang sibuk pamer dengan shopping ke mall, buka puasa dengan makanan lezat di restoran atau membeli baju lebaran, ada juga yang sinis dan mentertawakan apa yang kami lakukan. Sementara yang bertahan di posko juang, terus menguatkan diri dengan sumber logistik yang terus menipis, namun tidak pernah kekurangan dukungan moral dan material dari berbagai pihak.

Ketahuilah, bahwa kami yang saat ini bertahan di tenda, sangat menghargai kalian yang sudah mengambil pesangon terlebih dulu, bukan karena kami tidak butuh uang, kami sadar betul bahwa kami dan keluarga sangat butuh uang. Tapi ada hal yang juga penting untuk jadi pertimbangan kami, yaitu tentang harga diri, tentang kemanusiaan, tentang keadilan.

Cara berpikir praktis, bertindak yang simpel-simpel saja, agar tidak memakan waktu lama dalam melakukan sesuatu memang seolah menjadi kebiasaan nyata dalam keseharian, namun kadang, tanpa disadari hal-hal yang praktis itu telah menghilangkan makna atau nilai keindahan berproses itu sendiri, padahal dari situ kita mengalami dinamika banyak hal, tentang pertentangan bathin antara menyerah atau tetap berjuang, tentang makna solidaritas, perkawanan, komitmen, konsistensi, empati dan tanggungjawab juang kita.

Jika mengutip dari apa yang di sampaikan kawan Omen dari SPKAJ “perjuangan kawan-kawan Hansae, bukan soal nominal 2x ketentuan atau berapapun, tapi ini soal harga diri, tak pernah kita jual harga diri kepada siapapun, karena yang kita jual adalah tenaga kerja kita, ketrampilan kita yang sudah memproduksi barang-barang, bukan harga diri kita sebagai manusia”.

Kita boleh punya jalan dan keyakinan berbeda dalam memaknai hubungan kerja dengan Management Hansae saat ini, namun bagi kami, kalian tetep kawan, yang mana kita pernah sama-sama senang dan sedih menghadapi target produksi, omelan dan sindiran para atasan, pernah sama-sama menangis saat kawan kita sakit atau meninggal, pernah tertawa bersama saat menerima gajian tak seberapa, atau terharu saat kawan kita melahirkan.

Jadi meskipun saat ini jalan kita berbeda, kami tak pernah membenci kalian, Karena kita berada dalam posisi yang sama yaitu sama-sama buruh, sama-sama menerima upah, sama-sama berhadapan dalam sistem kapitalisme. Mari kita saling menghargai satu sama lain.

TIDAK PULANG KAMPUNG

Sebagian dari kami sudah pulang kampung untuk bersilaturahmi dengan keluarga, sebagiannya lagi bertahan di Jakarta, merelakan dan mengikhlaskan diri untuk menjaga asset di Posko Juang dengan sumber daya yang minim.

Bukan tanpa resiko, kami yang bertahan di Posko ini sadar betul bahwa yang kami lakukan penuh dengan resiko, tenda kecil yang mengayomi kita 24 jam ini, adalah ruang terbuka dimana panas, angin, dan hujan akan menjadi bagian yang terus kami nikmati. Di saat kawasan sedang libur, semua pabrik-pabrik meliburkan buruhnya, tak ramai lagi kami melihat lalu lalang buruh keluar masuk pabrik, abang-abang ojek, atau mobil-mobil angkutan Jemput Penumpang (AJP), yang ada adalah rumah-rumah hantu berjajar rapi, dengan pencahayaan seadanya jika malam tiba. Ya, kami menyaksikan rumah-rumah hantu tanpa deru mesin yang bising selama ini. Tentu saja, keadaan sepi itu menyayat hati, tapi tentu saja tanggungjawab lebih ini kita ambil, sebagai bagian dari tanggungjawab dan komitmen Juang.

Kami sadar, akan ada resiko di serang preman, atau ada resiko asset dikeluarkan paksa, atau resiko lain yang bahkan kami tidak menduga. Karena itulah, kami kabarkan kepada kawan-kawan juang, yang masih berada di Jakarta dan sekitarnya, yang tidak mudik, entah karena tidak punya kampung atau tidak punya biaya untuk mudik, atau karena apapun alasan tidak mudik, singgahlah ke Posko Juang Buruh Hansae, mari kita rayakan hari kemenangan, hari yang fitri ini, dengan ala kami yang bertahan di Posko Juang, makan minum seadanya, namun indah rasa di dalam dada.

Bagi kawan-kawan Juang yang mudik, kami ucapkan selamat mudik, selamat bersilaturahmi dengan keluarga, jaga kesehatan dan segera kembali ke Jakarta dengan selamat, agar kita bisa berjumpa, bercengkerama dan berjuang kembali di Posko Juang Buruh Hansae dengan segala rasa yang kita punya.

Maaf kami tidak bisa berkirim foto dan bercerita tentang keindahan mudik, tentang bagaimana penat di jalan atau indahnya kehangatan kebersamaan keluarga di kampung, tapi kami punya foto-foto dan vidio aktivitas kami di Posko, kami akan menuliskan cerita tentang bagaimana lebaran di Posko, tentang lebaran tahun 2019 ini yang spesial karena berbarengan dengan perjuangan kita melawan kedzoliman dan keangkuhan pengusaha. Agar kelak menjadi catatan sejarah dalam hidup kami, catatan sejarah yang akan kami ceritakan kepada anak cucu, tentang ketidakadilan yang harus di lawan dimanapun ia berada, tentang ketulusan juang, solidaritas dan tanggungjawab.

Kami mencintai kalian semua.

Untuk itu, tak lupa kami ucapkan banyak terima kasih kepada berbagai kawan juang yang sudah dan terus mendukung perjuangan kami, baik moril maupun material. Sudah 25 hari kami berada di Posko, Alhamdulillah kami tidak pernah kelaparan, berkat dukungan kalian. Kami juga merasa tidak sendirian, karena dukungan semangat dari kawan-kawan juang terus mengalir.

Dukungan sembako, beras, minyak, mie, gula, kopi, teh, sayur mayur, obat-obatan, bumbu-bumbu, air, gorengan, susu, sirup, telor maupun yang dalam bentuk uang kami terima dari berbagai pihak, tanpa perlu kami meminta. Juga sumbangsih tenaga, waktu dan pemikiran-pemikiran yang luar biasa mewarnai perjuangan kami. Di sinilah kami sangat merasakan solidaritas mendalam. Kami paham makna, “Solidaritas bukan Slogan”, sebagaimana yang sering kita teriakkan dalam aksi-aksi kita.

Sekali lagi terima kasih kepada Perempuan Mahardhika, Lembaga Daya Dharma (LDD), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND), Sanggar Anak Harapan (SAH), Aksi Kaum Muda Indonesia (AKMI), Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI), Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI), Serikat Pekerja Kereta Api Jakarta (SP KAJ), Federasi Sektor Umum Indonesia (FSUI), Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS), Lembaga Bantuan Hukum Jakarta (LBH JKT), Serikat Pekerja Jakarta International Container Transportation (SP JICT FPPI), Forum Islam Progresif (FIP), Trade Union Right Center (TURC), Serikat Pekerja Seluruh Indonesia – Logam Elektrik Mesin Astra Honda Motor (SPSI LEM AHM), Federasi Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh (F GSPB), Gabungan Serikat Buruh Independent (GSBI), Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI PPMI) Percetakan dan Media, Serikat Buruh Aneka Industri (SBAI FBTPI), serikat SEBUMI – KASBI, KPBI Jakarta, FIJAR, Federasi Serikat Pekerja Pulp dan Kertas Indonesia (FSP2KI), Federasi Serikat Buruh Kerakyatan (F SERBUK), kawan Jumanah Kaho, kawan Dadang, kawan Taqi, Mba Luviana, Mba Nur ‘Aini, Mas Kokok, Mba Ika – Fashion Show, Mba Mimmy- CCC, Kang Darisman – WRC, juga kawan-kawan internal basis, FBLP PT Amos Indah Indonesia, Koperasi Sejahtera FBLP, Pelangi Mahardhika, Marsinah FM, dan tentu saja segenap pengurus dan anggota FBLP PT Hansae Indonesia Utama. (Mohon maaf jika ada kesalahan dalam penulisan nama, dan atau ada yang belum tersebut, bisa mengkonfirmasi ke kami. Laporan lengkap akan di Rillis beberapa waktu ke depan).

Oleh Jumisih

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Mahalnya Pendidikan di Tengah Pandemi

Pada suatu hari, anak pertamaku berkata padaku, “Mama uang kos dan SPP bulan Mei – Juni belum bayar” “Iya kakak sayang” Selama pandemi, jujur tak

Jasvinder Sanghera; Perempuan Korban Jadi Pejuang

Jasvinger Sanghera, dalam sebuah acara televisi Kabur Dari Rumah, Melawan Pernikahan Paksa Namanya Jasvinder Sanghera, panggil saja dia dengan Jasvinder. Pahitnya hidup sebagai perempuan mendorongnya

Buruh Perempuan Itu adalah Septia Dwi Pertiwi

Tidak hanya dilarang berjualan, Septia dan rekan kerjanya yang lain harus melakukan pekerjaan tanpa cacat alias zero mistake. Ketidakpuasan klien adalah landasan dasar untuk melakukan pemotongan gaji. 

“Misalkan ada klien komplain kita dipotong gajinya. Entah klien itu sudah kita bereskan, permasalahannya sudah kita bereskan atau belum itu tetap kita potong gaji. Karena klien komplain, beliau tidak suka kalau ada klien yang komplain jadi seperti itu. Jadi ibaratnya zero mistake gitu,” paparnya.

“KDRT Berujung Femisida, Bagaimana Melawannya?” 

Femisida atau pembunuhan atas dasar kebencian pada perempuan terjadi karena tingginya ketimpangan relasi kuasa antara laki laki dan perempuan. Dalam hal ini, banyak kasus femisida terjadi dengan diawali KDRT. Namun, adanya kecenderungan masyarakat menganggap KDRT sebagai “masalah rumah tangga masing-masing” dan bahkan “aib dalam rumah tangga” menyebabkan banyak kasus femisida tak dapat dicegah. Tingginya pengabaian akan peringatan KDRT yang dapat berdampak lebih jauh pada terbunuhnya perempuan menjadi salah satu penyebabnya.

6 Rekomendasi UU KIA Dari JMS untuk Kebijakan Adil Gender

Di sisi lain, pengecualian kewajiban bagi ibu yang tidak bisa untuk memberikan ASI eksklusif hanya diperkenankan untuk alasan medis, tidak mempertimbangkan alasan non-medis, misalnya kondisi fisik selain alasan medis atau kondisi psikologis yang membuat seorang perempuan tidak mampu memberikan ASI eksklusif. Hal itu dibenarkan oleh Nanda Dwinta dari Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP), bahwa terdapat ragam peran perempuan dalam menjalankan fungsi ibu dengan kesulitan yang berbeda.

Sebuah Monolog MENYULAM SI BRENGSEK

 BABAK I   Musik pembuka “I Never Woke Up in Handcuffs Before” karya Hans Zimmer penanda pertunjukan monolog dimulai.   Lami sedang duduk di lantai