Search
Close this search box.

PPKM Merombak Jam Kerja tanpa Mempedulikan Kondisi Kami, Kaum Buruh

Saya Lindah. Usia saya saat ini sudah 41 tahun.
Saya adalah buruh garmen di Jakarta Utara. Saya juga sebagai salah satu Pengurus Basis di tempat saya bekerja.

Perusahaan tempat saya bekerja mempekerjakan sekitar 700 buruh dan kami bekerja dalam satu gedung, dengan situasi pandemi covid19. Kami sangat khawatir walaupun pihak perusahaan sudah memberlakukan protokol kesehatan-PROKES seperti melakukan penyemprotan disinfektan di area tempat kerja bagian produksi 2-3X dalam seminggu. Setiap pagi, sebelum kami  masuk ke area tempat kerja ada pengecekan suhu tubuh dan disemprot handsanitizer ke tangan. Pada bagian jahit, di setiap depan meja mesinnya dipasang plastik transparan sebagai upaya untuk menjaga jarak.

Selain itu, ada pembagian masker namun belum maksimal. 6 bulan yang lalu, terakhir kalinya kami dibagi 6 pcs masker per orang, hal ini tidak sesuai dengan yang tercantum dalam Perjanjian Kerja Bersama/PKB kami,  yaitu minimal 1 seminggu sekali. Kami sebagai pengurus serikat juga sudah sering mengingatkan kepada menejemen akan hal ini, bahwa kesehatan kami sebagai buruh adalah hal penting.

Menurut saya bukan hanya itu yang seharusnya diperhatikan oleh perusahaan. Kebersihan toilet juga layak mendapat perhatian serius. Selama ini tidak ada pekerja yang khusus untuk  membersihkan toilet secara rutin, baik toilet untuk perempuan maupun laki-laki. Sering tampak airnya keruh pada dinding yang kotor dan berkerak hitam karena jarang dibersihkan. Kami pun sering meminta menejemen untuk memperhatikan peningkatan kebersihan toilet dan sekitarnya sampai akhirnya menejemen memberikan petugas untuk membersihkan toilet.

Kenapa kami sebagai pengurus selalu mengingatkan menejemen akan kebersihan toilet dan sekitarnya? Karena air keruh juga area toilet yang kotor jika dibiarkan terus-menerus maka bisa menyebabkan kerusakan kesehatan reproduksi kami sebagai perempuan bahkan bisa berakibat fatal seperti kematian. Tentunya juga bisa mempengaruhi turunnya hasil target produksi di tempat kami bekerja.

Apalagi situasi pandemi covid-19 sejak 2020 sampai saat ini 2021 belum juga ada membaiknya. Masih ingat betul di awal  pandemi covid-19, April 2020 kami diliburkan sepihak tanpa upah.

Ragam argumentasi kami sampaikan kepada managemen saat perundingan, kesulitan biaya makan dan membayar kost pasti terjadi karena upah adalah andalan untuk bertahan hidup. Pejabat Sudinaker yang hadir dalam perundingan itu tidak tegas untuk memberi perlindungan terhadap hak kami. Padahal  saya sudah bekerja selama 20 tahun, menjahit baju-baju dengan brand internasional untuk diekspor ke luar negeri.

Saat ini situasi pandemi covid-19 tidak kunjung membaik, apalagi di awal Juni lalu dimana varian virus delta yang mengerikan itu banyak menyerang temen-temen.  Buruh di tempat kami bekerja pada terpapar, termasuk pimpinan perusahaan, juga ketua serikat kami pun terpapar virus covid-19. Bahkan ada salah satu dari buruh di tempat kami bekerja yang meninggal dunia akibat virus ini. Belum hilang rasanya ketegangan yang kami rasa, kami terancam kesehatan juga nyawa kami.

Lalu kami mendapat kabar ada surat edaran dari pemerintah terkait PPKM – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat. Dengan adanya hal tersebut pihak perusahaan secara sepihak mengambil keputusan tanpa melibatkan serikat dan mengubah jam kerja karyawan mulai Jum’at tgl 09 Juli 2021. Perubahan jam kerja itu adalah hari kerja dari Senin – Sabtu, dengan pemberlakuan rolling kerja dengan 2 shift setiap harinya. (Padahal sebelumnya kami bekerja 5 hari dari Senin-Jumat).

Pertama: Shift pagi masuk kerja dari jam 6.00 – 12.00.WIB (6 jam kerja tanpa istirahat); kedua: Shift siang masuk kerja dari jam 12.00 -18.00 WIB (6 jam kerja tanpa istirahat).
Total Senin-Sabtu 6 jam x 6 hari = 36 jam kerja.

Dan kekurangan 4 jam kerja di dalam seminggu per 6 hari kerja (40 jam) dianggap hutang karyawan terhadap perusahaan yang mana karyawan wajib membayarnya diluar 6 jam kerja itu. Alhasil, kami membayar hutang itu 2 jam selama 2 hari dan itu diambil dari jam yang seharusnya sudah dinyatakan sebagai jam lembur. Tentunya hal ini  bukanlah kabar yang baik bagi kami.

Hari Jum’at, 09 Juli 2021 pukul 09.00 WIB, kami memulai perundingan pertama. Saya dan temen-temen pengurus memutuskan untuk menanyakan ke menjemem terkait rincian upah karena hari Sabtu adalah libur dalam PKB kami. Seperti biasanya kedatangan kami selalu ditolak oleh menejemen/Pak personalia dengan alasan sedang sibuk. Dan kami tetap masuk walaupun berulang kali ditolak, setelah terjadi pembicaraan, jawaban dari menejemen adalah silahkan serikat tanyakan langsung kepada pimpinan perusahaan, sedangkan saat itu kondisi pimpinan perusahaan sedang melakukan isolasi mandiri karna terpapar covid-19. Malah Pak personalia pun tidak mau menanda-tangani surat absensi kehadirannya dalam risalah perundingan itu. Artinya, perundingan pertama deadlock.

Setelah perubahan jam kerja tersebut, kami banyak mendengarkan keluh kesah dari temen temen anggota/karyawan terutama yang masuk pagi yang rumahnya jauh dari pabrik berangkat kerja jam 04. 00 pagi dari rumah. Proses perjalanan kadang mengeluarkan biaya ongkos ojek lebih dari biasanya. Ada juga yang berangkat dari rumah jam 03.30 karena rumahnya berada di Cikarang.  Sarapan pun kadang tidak sempat karena jam 05.45 WIB harus sudah berada di ruang tempat kerja di bagian masing-masing.

Pada perundingan kedua, Senin12 Juli 2021 pukul 09.00 Wib pun deadlock. Perundingan ketiga juga  deadlock. Kami tak habis pikir, sedemikian kerasnya pengusaha untuk memberlakukan sistem kerja seperti ini.

Pada 19 Juli, kami berupaya kembali dengan mengirimkan surat untuk tanggapan dari hasil 3 kali pertemuan di atas. Tak putus asa, pada 26 Juli kami kembali menanyakan ke managemen dan terjadi perundingan, namun pun sayangnya hasil tetap deadlock.

Selain mempertanyakan rincian upah sebenarnya kami juga meminta istirahat 15 menit dalam 6 jam kerja itu, karena 6 jam kerja tanpa istirahat, itu sungguh membuat kami penat. Jawaban dari menejemen adalah waktu istirahat bisa saja diberikan asalkan waktu jam pulangnya dimundurkan. Sungguh terlalu perusahaan ini, benar-benar tidak mau berbagi.  Padahal bukan tanpa alasan kenapa kami meminta 15 menit untuk istirahat dan meminta snack, tak lain adalah untuk mengganjal perut supaya kuat bekerja sampai pulang. Selain demi menjaga kesehatan, juga supaya bisa bekerja dan hasil target produksi pun menjadi lebih baik.

Sudah 4x perundingan, namun selalu deadlock. Langkah selanjutnya adalah kami mendatangi kantor Sudinasker Jakarta Utara untuk menyerahkan surat permohonan mediasi pada Kamis 29 Juli lalu.

Pihak Sudinaker merespon surat kami dengan pemanggilan klarifikasi pada Kamis 19 Agustus 2021 mendatang. Namun sebelum kami mendatangi agenda klarifikasi untuk menghadap kepala seksi Hubungan Industrial, pada 12 Agustus lalu ketua serikat kami dipanggil, malah ditekan untuk mencabut pelaporan ke Sudinaker itu, kalau tidak dicabut maka penarikan iuran anggota dengan Check Off System (COS) akan diputus oleh Managemen. COS merupakan sistem iuran anggota serikat buruh dengan memotong secara otomatis gaji bulanan para buruh sesuai besaran yang sudah disepakati. Tentunya, bagi serikat buruh, iuran anggota sangat penting artinya.

Sebagai buruh kami harus tetap bekerja di tengah situasi pandemi covid-19 ini. Hal ini kami lakukan tentunya karena semua biaya hidup kami bergantung dengan upah. Padahal upah yang kami dapat hanya dipaksakan untuk sekedar bertahan hidup, ketika upah kami berkurang kami harus mencari pinjaman uang atau gali lubang tutup lubang, apa lagi dengan status kerja kontrak yang merebak seperti sekarang ini.

Sungguh kami sebagai buruh dihadapkan dengan pilihan yang sangat sulit, kami tidak bisa memilih apakah kami tidak harus bekerja agar terhindar dari covid, tapi kalau tidak datang ke pabrik, bagaimana kami bisa makan bersama anak-anak.

Bulan ini adalah bulan kemerdekaan bagi Indonesia. Saya pikir, sebagai buruh dan sebagai perempuan, kami merasa belum merdeka. Selama masih ada sistem kerja yang merugikan kami, selama masih ada tekanan dan intimidasi terhadap kami untuk menjalankan aktivitas, maka kami belum merdeka 100%.

Dalam situasi yang serba sulit ini, saya berharap untuk temen-temen buruh agar meningkatkan kesadaran dan pengetahuan. Perjuangan harus tetap dan terus dilanjutkan. Luangkanlah waktunya untuk berorganisasi, karena dengan berorganisasi serikat buruhlah kita bisa berjuang bersama.  Organisasi adalah salah satu sumber pengetahuan yang membuat kalian dan saya bisa berpikir kritis, setidaknya menjadi paham tentang kondisi kita, apa yang terjadi, kenapa dan bagaimana menghadapi.

Kenapa buruh yang sudah bekerja sekuat tenaga dan pikiran, bahkan ada yang sampai mati di tempat kerja?  Karena sakit yang dideritanya diabaikan, karena upah hanya cukup untuk makan sehari-hari bahkan sering  kekurangan. Jangan lagi hanya berpasrah atau menyerah. Sebagai buruh, kita harus memikirkan dampak kedepan bagi buruh-buruh  setelah generasi kita ini, hendak seperti apa mereka.  Bagaimana nasib anak cucu kita nantinya jika kita tidak berjuang dari sekarang? Padahal kondisi saat ini juga tidak baik-baik saja seiring dengan kebijakan perlindungan buruh yang terus merosot.

Ayo kita budayakan bersama
BERANI BELAJAR
BELAJAR BERANI

Jakarta 15 Agustus 2021

Lindah

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Cerita Harian Pekerja

Cerita Tentang Fleksibilitas Tenaga Kerja yang Menghancurkan Daya Hidup Buruh Adalah pak Yana, yang sudah lebih dari dua dekade berprofesi sebagai sopir transportasi. Teriknya matari

Cerita Duka di Balik Imlek

http://gambar.web.id/religius/gambar-imlek-banner.html Aku Jumisih, 11 tahun lalu adalah juga seorang buruh pabrik garment, PT ELAINE nama pabrikku di KBN Cakung. Satu-satunya pabrik yang memproduksi gaun Pengantin,

DISKRIMINASI UPAH BURUH PEREMPUAN

Sambil menikmati kopi pahit yang disuguhkan istri tercinta, aku mencoba menuliskan jeritan nasib buruh perempuan di bagian barat jakarta tepatnya di daerah Kabupaten Tangerang. Ipon,