Para pekerja rumah tangga (PRT) dan aktivis perempuan kembali menggelar aksi menuntut pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) pada bulan September 2024. Aksi ini berlangsung setiap hari di depan Gedung DPR, mulai pukul 10 hingga 11 WIB, sebagai bentuk protes terhadap penundaan pengesahan RUU PPRT yang telah berlangsung selama 20 tahun.
Sikap pimpinan DPR dinilai sangat kontras dengan proses kilat pengesahan RUU lain yang pro kekuasaan. Sebagai contoh, RUU Cipta Kerja disahkan dalam dua bulan, RUU Daerah Jakarta hanya membutuhkan dua minggu, dan revisi UU Pilkada bahkan selesai dalam dua hari. Namun, RUU PPRT, meskipun merupakan inisiatif DPR dan telah memiliki Surat Presiden (Surpres) serta Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah, terus diabaikan oleh pimpinan DPR yang dengan sewenang-wenang menghentikan proses legislasi.
Berbeda dengan RUU lainnya, pimpinan DPR tidak segera membentuk Panja untuk membahas RUU PPRT, dan saat ini, pimpinan justru menahan proses legislasi dengan meminta Badan Kajian DPR untuk kembali menganalisis RUU tersebut, meskipun Surpres dan DIM pemerintah sudah diserahkan setahun yang lalu.
Ajeng, seorang PRT di Jakarta, mengungkapkan rasa frustrasinya, “Sudah terlalu lama kami menunggu, 20 tahun.” Ia dan para PRT lainnya merasa janji-janji pimpinan DPR hanya omong kosong tanpa aksi nyata. Aksi ini dilakukan dengan membentangkan spanduk tuntutan serta aksi teatrikal yang menggambarkan kehidupan sehari-hari para PRT.
Para aktivis juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa pimpinan DPR tidak serius dalam mengesahkan RUU PPRT. Fanda Puspitasari dari GMNI menegaskan, “Kita khawatir pimpinan DPR menolak meloloskan pengesahan RUU PPRT.” Kekhawatiran ini semakin kuat mengingat jumlah PRT di Indonesia terus meningkat, mencapai 22 juta orang berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS).
Aksi yang berlangsung setiap hari ini bertujuan menggugah pimpinan DPR agar segera mengesahkan RUU PPRT sebelum masa jabatan mereka berakhir. Menurut Yuni Rahayu dari SPRT Sapu Lidi, “Kami merasa luar biasa sedih, keberadaan kami sebagai PRT seolah-olah tidak berarti padahal para politisi tidak akan bisa berfungsi tanpa kerja-kerja kami.”
Koalisi Sipil untuk PRT mengatakan akan menggelar aksi serentak di 20 kota pada 17 September 2024, menekankan bahwa tidak ada waktu lagi bagi DPR untuk berdiam diri.
“Kami akan berada di depan DPR setiap hari sampai RUU PPRT disahkan. Kita kawal sampai legal,” tegas Agus dari Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI).
Aksi ini juga menyerukan kepada masyarakat luas untuk turut serta turun ke jalan dan mendesak DPR agar segera mengesahkan RUU PPRT pada bulan September 2024.