Search
Close this search box.

Fenomena #KaburAjaDulu Vs Fenomena Perdagangan Manusia

Viralnya #KaburAjaDulu telah mendapat tanggapan dari berbagai kalangan. Influencer diaspora, akademisi, politikus partai, legislator, juga tak ketinggalan para pejabat negara dari beberapa lembaga kementerian ikut mengomentari tagar ini. Ada yang sinis dan mengkritik, ada pula yang malah mendukung hal tersebut.

Oleh Yuli Riswati

Tagar Kabur Aja Dulu (#KaburAjaDulu) dalam beberapa waktu terakhir ramai digunakan di media sosial dan menjadi sorotan pemberitaan media. Munculnya #KaburAjaDulu atau ajakan untuk pindah dan bekerja ke luar negeri bermula dari curhatan kekecewaan warganet terhadap sejumlah kebijakan pemerintah Indonesia yang dianggap tidak berpihak terhadap nasib rakyat. Dari soal pemangkasan anggaran di sektor-sektor esensial seperti pendidikan dan kesehatan hingga sulitnya mendapatkan pekerjaan di tanah air.

Viralnya #KaburAjaDulu telah mendapat tanggapan dari berbagai kalangan. Influencer diaspora, akademisi, politikus partai, legislator, juga tak ketinggalan para pejabat negara dari beberapa lembaga kementerian ikut mengomentari tagar ini. Ada yang sinis dan mengkritik, ada pula yang malah mendukung hal tersebut.

Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding salah satunya. Ia mengganggap fenomena ajakan bekerja ke luar negeri tersebut sebagai hal positif. Ia bahkan mendorong peningkatan kapasitas pekerja migran Indonesia (PMI) sebelum memilih pergi ke luar negeri.

“Dengan catatan, masyarakat yang mempunyai keinginan (bekerja ke luar negeri), terlebih dahulu meningkatkan keterampilan dan kemampuannya,” ujar Karding di Jakarta, Senin, 17 Februari 2025, seperti dikutip dari Antara.

Sementara Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer juga mempersilakan masyarakat jika ingin melakukan #KaburAjaDulu jika itu yang terbaik dan menjadi semangat masyarakat.

“Soal tagar “Kabur Aja Dulu” menurut saya selama motivasinya untuk membuat semangat, lakukan, jangan tidak. Itu terbaik mungkin untuk mereka,” kata Wamenaker Immanuel Ebenezer saat wawancara dalam program Selamat Pagi Indonesia Metro TV, Rabu, 19 Februari 2025.

Namun, Immanuel juga berpesan agar masyarakat yang ingin pergi ke luar negeri untuk berhati-hati terhadap perdagangan manusia dan pekerjaan ilegal seperti operator judi online dan operator scamming.

Perdagangan manusia sebagai Fenomena Global
Perdagangan manusia atau Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dikategorikan sebagai kejahatan kemanusiaan karena korban dari tindak kejahatan ini adalah manusia terlepas dari adanya ada aspek ekonomi di dalamnya. Hal ini yang membedakan TPPO dengan tindak pidana lain pada umumnya.

TPPO sudah lama menjadi fenomena global yang bisa menimpa atau dialami siapa saja tanpa terkecuali. Kejahatan kemanusiaan ini tidak memandang usia, gender, atau status soial dan pendidikan juga latar belakang hidup para korban, sehingga membuat dunia internasional memberikan perhatian melalui berbagai konvensi dan protokol internasional. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) misalnya. Mereka mendukung upaya negara-negara di dunia untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan TPPO dengan membuat Konvensi mengenai kejahatan terorganisasi, yang kemudian dikenal sebagai United Nations Convention against Transnational Organized Crime (UNTOC).

Sebagai pelengkap Konvensi ini, PBB kemudian juga menerbitkan tiga protokol, yaitu; Palermo Protocol atau Protokol Palermo untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Orang, khususnya Perempuan dan Anak; Protokol Penentangan Penyelundupan Migran Melalui Darat, Laut dan Udara; dan Protokol Menentang Pembuatan dan Perdagangan Gelap Senjata Api, Suku Cadang dan Komponennya serta Amunisi. Di tingkat regional, perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) juga telah memiliki Convention against Trafficking in Persons, Especially Women and Children (ACTIP).

TPPO di Indonesia
Sejalan dengan itu, pemerintah Indonesia juga telah menerbitkan Undang-undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Undang-Undang ini secara jelas mendefinisikan apa itu TPPO serta memuat pasal jenis-jenis tindak pidana dan ancaman hukumannya bagi pelaku. Namun, sayangnya, hingga tahun 2024 kemarin, Indonesia masih menempati posisi Tier-2 dalam Laporan Tahunan TPPO yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri Pemerintah Amerika Serikat. Ini artinya pemerintah Indonesia tercatat tidak memenuhi standard minimum melawan perdagangan orang, meski telah meningkatkan upaya dalam investigasi dan penindakan hal-hal yang berpotensi menyebabkan terjadi TPPO.

Merujuk Undang-undang No. 21 Tahun 2007, suatu kejahatan dikatergorikan sebagai TPPO atau bukan ditentukan oleh adanya tiga elemen penting, yakni proses, cara dan tujuan. Elemen proses umumnya dinilai dari adanya perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang. Elemen kedua, yakni cara, dilihat dari apakah ada ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau memanfaatkan posisi rentan korban, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau manfaat. Sedangkan elemen ketiga, tujuan, melihat pada tujuan perbuatan apakah untuk eksploitasi atau mengakibatkan seseorang tereksploitasi.

Awas! Salah Kabur Bisa Celaka
Sebagai bagian dari masyarakat yang terdampak dengan situasi dan kondisi Indonesia yang sedang tidak baik-baik saja, saya bisa memahami kekecewaan yang dirasakan banyak orang sekaligus memaklumi ekspektasi yang tinggi tentang kemudahan hidup di luar negeri. Apalagi jika belum pernah berjibaku hidup menjadi buruh migran dan hanya mendengar sisi baik yang indah-indah saja. Adalah sangat wajar jika setiap orang mengimajinasikan hidup di luar negeri itu serba efesien, fasilitas publik lengkap, kerja dihargai dengan digaji tinggi, tunjangan sosial menggiurkan dan masyarakat serta pemerintahnya disipilin taat hukum.

Namun, dalam kenyataannya, belum tentu semua sesuai dengan ekspetasi yang diharapkan. Ada banyak kendala dan tantangan. Selain urusan administrasi dan prosedur keberangkatan, sesampainya di negara tujuan untuk kabur, beragam kendala perlu diantisipasi. Dari mulai kendala bahasa, budaya, dan sebagainya. Belum lagi adaptasi kehidupan sehari-hari dengan cuaca, situasi, peraturan hukum dan politik setempat. Bagaimanapun, tidak mudah menjalani kehidupan di tempat yang sama sekali berbeda dengan kampung halaman.

Selain itu, yang lebih penting lagi, siapapun yang berkeinginan melakukan #KaburAjaDulu perlu mengantisipasi ancaman bahaya TPPO yang memiliki beragam modus. Ada yang melalui penculikan, bujuk rayu untuk bekerja di dalam dan atau di luar negeri sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT), menjadi perawat, menjadi anak buah kapal, bekerja di pabrik, bekerja di sektor formal (perusahaan), dan sebagainya. Ada juga yang menggunakan jerat utang, jasa dan balas budi, duta seni/budaya, beasiswa, pengangkatan atau adopsi anak, pengantin pesanan, kawin paksa, juga kawin kontrak.

Lebih jauh, modus lain melalui media sosial pun semakin berkembang. Demi memenuhi gaya hidup, banyak anak muda terjerat sindikat TPPO yang beroperasi secara online melalui Facebook, Twitter/X, Tiktok, Instagram, Telegram dan lain-lain. Biasanya, penipuan dilancarkan melalui program audisi atau program magang kerja di luar negeri. Modus terbaru inilah yang membuat saya, seorang purna migran sekaligus penyintas TPPO, merasa perlu menuliskan artikel ini. Jangan sampai karena kita semua abai, fenomena #KaburAjaDulu justru menjadi jebakan maut dan dimanfaatkan oleh oknum serta sindikat TPPO untuk melancarkan modusnya dan membuat lebih banyak orang celaka.***











Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Talkshow Kick Andy Bahas Angka Jadi Suara

Program perbincangan Kick Andy menjadikan film dokumenter Angka Jadi Suara sebagai salah satu topik bahasan. Talkshow itu disiarkan pada Jumat, 7 Juli 2017, malam dan

Cukil Marsinah

Mbak Nining, berkarya. Cukil Marsinah Untuk workshop cukuil, TTS2014, 16 Maret 2014 Facebook Comments Box

Manfaat Pernikahan Bagi Perempuan: Masihkah Relevan?

Pada zaman sekarang, perempuan  bisa memproteksi dirinya sendiri. Ancaman zaman sekarang memang tidak dalam bentuk hewan buas atau bencana alam,  tapi diskriminasi, ketidakadilan, penindasan, penjajahan dan teman-temannya. Negara yang memiliki  regulasi yang cukup adil dan stabilitas politik seharusnya bisa menjamin keselamatan semua orang, termasuk perempuan.

Sebuah Surat Untuk Teman, Dari Medan Juang

Oleh Dian Septi Trisnanti untuk temanku perempuan Sayang, hidupmu adalah milikmu, tubuhmu adalah milikmu, pikiranmu adalah milikmu. Kau sudah berikan yang terbaik bagi sesamamu, sebaik

Surat Manis Untuk Buruh Indonesia

Oleh Fenda Stevani Mogok bersama adalah kabar baik. Beberapa teman saya terus menulis di media sosial bagaimana mogok bersama berpengaruh dalam kemacetan ( karena mereka kalangan menengah