Pertama kali mendengar kata Posko Pembelaan Buruh Perempuan saya berfikir “oh.. ini mungkin posko yang disediakan oleh FBLP pada saat itu untuk buruh perempuan yang bermasalah tentang pekerjaannya di pabrik”. Seiring waktu berjalan dan FBLP telah berganti nama menjadi FSBPI saya baru tahu dari penjelasan bunda Sultinah sebagai koordinator posko bahwa posko ini disediakan untuk pengaduan buruh perempuan yang ada di pabrik dan sekitar kita yang dilecehkan, mendapat kekerasan dari suami atau mungkin orang lain atau pacar dan atau permasalahan lainnya yang bisa ditangani oleh posko dan relawannya. Wow ini kerja sosial yang luar biasa menurut saya dan dari sini saya bisa membantu perempuan di luar sana yang bermasalah dengan dirinya. Beberapa bulan yang lalu akhirnya saya dimasukkan oleh bunda Sultinah sebagai Relawan Posko.
Pada 20 dan 21 November 2021, Posko Pembelaan buruh Perempuan yang dinaungi oleh FSBPI dan Perempuan Mahardhika mengadakan pelatihan relawan posko di Asrama Haji Departemen Agama Jakarta Pusat. Pelatihan ini mengambil tema “Penguatan dan Perluasan Relawan” yang diikuti oleh 13 relawan. Sebelum memulai materi ada sesi perkenalan. Saya bertemu kawan yang sebelumnya saya tidak kenal. Bagi saya, menyenangkan bisa bertambah kawan yang punya misi yang sama.
Materi pertama di hari pertama adalah Seks dan Gender dengan pemateri kawan Ajeng dari Perempuan Mahardika. Saat mendengar kata seks dulu-dulunya sih tabu untuk dibicarakan tapi zaman sekarang sudah tidak tabu lagi dan disini kita diperlihatkan jenis kelamin dan alat reproduksi dari perempuan dan laki-laki. Waktu di SMA dulu, saya pernah belajar tentang alat reproduksi tapi cuma satu semester. Pada pelatihan ini, kita benar-benar diperlihatkan dan mempelajari tentang jenis kelamin serta fungsi reproduksi perempuan dan laki-laki lebih mendetail. Jika dikaitkan dengan gender yang dilekatkan oleh masyarakat, perempuanlah yang mempunyai tugas menanam dan mengolah makanan. Itulah pemikiran umum di masyarakat. Gender yang dilekatkan pada perempuan, bahwa perempuan hendaknya seperti apa, merupakan pemikiran lama yang bisa menghambat kemajuan perempuan bahkan merugikan perempuan. Karena perempuan tidak boleh menentukan pilihannya sendiri. Sungguh ini adalah pengalaman dan pengetahuan berharga karena pada akhirnya saya bisa membedakan seks itu apa dan gender itu apa. Dengan belajar gender, saya menjadi tahu bahwa perempuan benar-benar dilemahkan seakan-akan tidak bisa bertindak sendiri, mengambil keputusan sendiri, dan berpendapat sendiri. Ini seperti terpenjara tapi tidak di dalam bui. Saya kemudian berpikir, saya perempuan, saya bisa mengambil keputusan atas tindakan-tindakan saya sendiri.
Materi kedua sangat menarik terkait Kekerasan Berbasis Gender (GBV) dengan pemateri Vivi dari Perempuan Mahardika. Pada awalnya, peserta dibagi 2 kelompok. Masing-masing kelompok diberi tugas untuk menjawab pertanyaan tentang apa itu kekerasan, kekerasan seksual, dan kekerasan berbasis gender. Kami berdiskusi di kelompok dan ini adalah pendapat kelompok saya. Kekerasan adalah sesuatu tindakan yang berakibat melukai fisik atau fsikis; kekerasan seksual adalah tindakan pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan atas dasar keterpaksaan; dan kekerasan berbasis gender adalah tindakan kekerasan atau perlakuan yang membedakan antara laki-laki dan perempuan misalnya laki-laki bisa bersekolah tinggi sedangkan perempuan tidak perlu sekolah karena toch akan masuk dapur. Dari pendapat kami semuanya dianggap benar. Saya senang.
Ada kejadian lucu (keliru) sewaktu ada seorang kawan yang membicarakan tentang “bencong” kami semua tertawa termasuk saya. Lalu Vivi mengatakan kenapa kalian tertawa dengan istilah “bencong”? Apa dia bukan manusia? Dengan mentertawakan itu kalian termasuk sudah melakukan kekerasan berbasis gender. Begitu penjelasan Vivi. Saya pun terdiam. Saya sering bercanda mengatakan “bencong” pada salah satu kawan cowok yang kemayu. Sadar bahwa saya melakukan hal yang salah, saya mengatakan ke Vivi bahwa saya tidak akan melakukan hal itu lagi.
Relawan juga diajak bermain peran tentang “relasi kuasa”. Peran ini seolah memberi penjelasan bagaimana relasi kuasa mempunyai daya tekan untuk menguasai bawahannya, memerintahkan apa saja kepada bawahan. Dari pembahasan dan diskusi ini kemudian kita mengenal ada 9 jenis kekerasan seksual yaitu: pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, perkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, penyiksaan seksual, dan perbudakan seksual. Dengan mengenal 9 jenis kekerasan seksual ini saya miris dan sedih, karena sebagian besar ini dialami oleh perempuan. Kenapa pemerintah tidak melakukan tindakan untuk mengurangi ini semua? Saya berharap dapat membantu kaum saya untuk keluar dari kekerasan ini.
Materi ketiga dihari pertama adalah teori advokasi yang disampaikan oleh ibu Welly dari KPI. Menurut saya yang baru belajar tentang advokasi, materi yang diajarkan lumayan berat karena terhubung dengan undang-undang dan bagaimana kita mengadvokasi korban. Advokasi ini dilakukan agar ada upaya pembelaan dan pendampingan untuk melakukan perubahan. Dalam hal ini adalah perubahan untuk membela korban. Untuk mengadvokasi korban kekerasan seminimalnya harus ada bukti dan 2 orang saksi. Visum bisa dijadikan bukti dan korban bercerita ke siapa itu bisa dijadikan saksi. Kita juga diberi kerangka kerja masalah yang terdiri dari empat bagian yaitu masalah, dampak, faktor penyebab dan solusi. Bisa jadi kami masih jauh untuk mengetahui cara-cara mengadvokasi, sebagai relawan tentu akan berusaha sebaik mungkin untuk mengadvokasi korban apabila terjadi tindakan pelecehan.
Pelatihan hari kedua ada 2 materi yang akan dibahas. Pertama adalah materi Penguatan Relawan dan Perluasan Posko (peran dan tugas relawan posko) yang disampaikan oleh Lindah. Relawan diajarkan bagaimana menerima pengaduan apabila ada korban yang mengadu dan bagaimana melakukan pencegahan kekerasan seksual baik di tempat kerja maupun di lingkungan sekitar. Pembelaan Relawan adalah terhadap korban pelecehan seksual maupun kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Linda memberikan banyak contoh-contoh permasalahan yang selama ini telah diadvokasi oleh relawan posko. Relawan juga musti menjemput bola dalam artian relawan tidak diam di tempat menunggu pengaduan. Relawan bisa mendatangi pabrik atau daerah sekitar untuk bertanya apakah ada kejadian pelecehan atau tindak kekerasan. Relawan juga dapat berdiskusi tentang bentuk-bentuk kekerasan. Saya merasa itu lumayan sulit untuk dilakukan tapi tidak ada yang tidak mungkin jika relawan bisa melakukan bersama dengan penuh semangat.
Materi terakhir adalah Rencana Tindak Lanjut (RTL) yang difasilitasi oleh Dian Septi selaku ketua umum FSBPI. Peserta dibagi menjadi 2 kelompok. Masing-masing mendiskusikan apa cita-cita posko dan dalam satu tahun apa yang ingin dilakukan posko. Ini merupakan rencana/planning posko per 3 bulanan. Dari masukan kedua kelompok didapat kesimpulan bahwa cita-cita relawan posko adalah ingin mewujudkan lingkungan yang bebas dari pelecehan seksual; tempat pengaduan yang aman dan nyaman; peningkatan kapasitas advokasi; serta rekruitmen dan perluasan relawan posko.
Sementara itu, ada rencana 3 bulan sekali yaitu kegiatan pembagian brosur; diskusi publik; diskusi hunian; pendidikan relawan baru dan lanjutan; aksi simbolik International Women Day/IWD; panggung ekspresi Hari Marsinah; pelatihan dan lobby untuk memperjuangkan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan/RP3 kembali; sosialisasi posko; aksi simbolik Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan/HAKTP; panggung ekspresi Hari Ibu; dan konferensi perempuan pekerja.
Dari 2 hari satu malam saya terlibat pelatihan relawan, saya merasakan ada perkembangan di diri saya bahwa saya harus membela sesama. Apapun itu saya harus mengadvokasi permasalahan yang ada. Saya sadar bahwa selama ini saya sudah melakukan kekerasan gender dengan mengolok “bencong” ke kawan cowok dan mengetahui semuanya apa yang belum saya nengerti mengenai seks dan gender.
Saya berterima kasih kepada FSBPI, pada relawan-relawan posko. Saya siap menjalankan rencana tindak lanjut yang sudah kita setujui bersama.
Stop Pelecehan dan Kekerasan di tempat kerja dan lingkungan!!
Posko Pembelaan Buruh Perempuan – yes, yes, yes!!
(ditulis oleh Syahruni – Relawan Posko)