Search
Close this search box.

Kembalikan Hak-hak kami, Itu Saja!

FSBTPI  PT. Glorius Aksi Menuntut Hak/Lanang/dok dev.marsinah.id

Oleh Ezra Manulang 

Kamis, 25 Juni 2015

Pengalaman Pertama Demonstrasi Buruh 

Hari ini ada aksi di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Marunda. Untungnya aku diajak ikut aksi oleh teman-teman FBLP (Federasi Buruh Lintas Pabrik), diantaranya kak Lanang dan kak Martuti. “Aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas ini” ujarku dalam hati. Betapa tidak, ini adalah kali pertama aku ikut aksi solidaritas bersama para buruh. Pasalnya, kehidupanku selama ini hanya berkutat di depan buku, dosen, dan teman-teman kuliah. Oleh karena itu, aku begitu antusias untuk ikut dalam aksi solidaritas di KBN Marunda kali ini.

Sesampainya di lokasi aksi, tepatnya di depan pintu keluar PT Glorius, aku melihat banyak sekali orang yang memakai jaket merah dan mengibarkan bendera merah. Kemudian ada juga satu mobil pick up berwarna hitam yang disetting menjadi dua tingkat.Pada tingkat 2 di mobil ini ada begitu banyak speaker dan juga ada seperangkat sound system yang diatur di mobil. Ada sesuatu yang besar di kaca depan mobil itu yang bertuliskan “MOBIL KOMANDO.”  Setelah kami selesai memarkirkan motor, seseorang di atas mobil komando langsung memberikan instruksi seperti ini.

“Oke kawan-kawan, mari kita berikan tepuk tangan kepada kawan-kawan yang baru datang ini. Mereka dari Federasi Buruh Lintas Pabrik di FBLP. Mereka juga ingin bersolidaritas dengan kita pada hari ini.” teriaknya memakai mic yang suara kerasnya dipancarkan oleh speaker-speaker besar itu.

Seketika itu juga, seluruh orang yang berdiri di lokasi aksi, baik laki-laki maupun perempuan, ikut bertepuk tangan dalam menyambut kedatangan kami berempat. Pada saat yang sama, aku merasa terharu dan bangga. Entah kenapa, aku tak pernah membayangkan bahwa aku akan mendapat applause dari begitu banyak orang. Karena pengalaman ketika di kampus, orang-orang yang mendapat tepuk tangan adalah profesor atau doktor yang telah selesai mempresentasikan sesuatu, ataupun orang jenius yang memiliki pendapat yang brilliant dan menggugah hati. Namun di sini, tanpa melihat latar belakang kehidupannya, bagi siapapun yang ingin bersolidaritas ikut aksi bersama, mereka akan disambut dengan tepuk tangan. Tak bisa dipungkiri, walaupun aku menahan ekspresi agar tidak tersenyum, di dalam hati aku tersipu malu diperlakukan begitu berharga oleh kawan-kawan buruh ini.

Bukan hanya para buruh yang ada di lokasi aksi, para polisi pun ada di sana. Setelah kuhitung, lebih dari 50 anggota polisi yang berjaga-jaga di sana. Menurutku, mungkin saja para polisi itu datang untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan akan terjadi. Satu hal yang membuatku heran, para orator yang berorasi di atas mobil komadan sama sekali tidak takut untuk menyinggung para pemimpin perusahaan PT Glorius, menyinggung pemerintah, maupun menyinggung para penegak hukum seperti para polisi yang ada di depan mereka. Keberanian orang-orang ini sangat luar biasa. Lalu ada instruksi lanjutan dari orator yang sedang berbicara.

“Oke kawan-kawan, biar kita benar-benar sekawan seperjuangan, yok kita semua berdiri di panas-panas ini kawan-kawan. Jangan ada yang di bawah pohon, biar aja pak polisi yang gendut-gendut ini yang di bawah pohon. Kita di sini mau berjuang kawan-kawan, bukan mau enak-enakan. Sakit sama sakit, enak sama enak. Yok! Kita semua berbaris di panas-panasan yok!” Teriak si orator dari atas mobil komando.

Tanpa bersusah payah, bapak-bapak (karena yang ikut aksi kali ini lebih banyak kaum laki-laki) langsung ikut berbaris di belakang mobil komando. Mereka pun langsung berbaris dnegan cukup rapi. Tak hanya itu, ada juga bapak-bapak yang berdiri sambil memegang poster yang bertuliskan “Hapus Mitra Palsu! Broww..,” kemudian yang bertuliskan “Pengusaha Nakal, Seret, Adili dan Penjarakan! Pengusaha wajib memberikan THR sesuai Peraturan Pemerintah!” dan juga yang bertuliskan “Berikan Hak Normatif Kami!” Orang-orang yang memegang poster-poster itu dan sebagian besar orang-orang yang ikut aksi di sana, memakai jaket merah. Di bagian belakang jaket merah itu ada tulisan “SBTPI” yang merupakan singkatan dari “Serikat Buruh Transportasi Perjuangan Indonesia.” Lalu kami yang berdiri di panas-panas itu pun diberikan instruksi dari orator untuk meneriakkan yel-yel. Yel-yel ini berbentuk “teriak tanya jawab.” Jadi orator akan teriak seakan bertanya, dan teriakan itu akan dijawab oleh massa aksi yang juga berteriak.

“BURUH BERSATU!!” teriak orator sambil mengacungkan tangan kiri ke  atas.

“TAK BISA DIKALAHKAN!!” balas massa sambil mengacungkan tangan kiri ke atas.

“BURUH BERKUASA!!” teriak orator kembali.

“RAKYAT SEJAHTERA!!” lanjut massa buruh.

“HIDUP BURUH!!” teriak si orator.

“HIDUP!!” jawab massa buruh.

Selama kurang lebih 1 jam kami berempat yang tergabung dalam massa aksi berdiri di panas-panasan. Tentu saja tidak hanya berdiri, kami juga berteriak menjawab orator, mendengarkan para orator sebagai perwakilan dari berbagai serikat buruh. Para orator yang ikut bersolidaritas ini, dengan berani, menggertak polisi yang berjaga-jaga di sana sebagai penegak hukum yang “hanya diam” ketika melihat ketidakadilan sedang berlangsung di hadapannya. “Sedangkan gue yang nggak puasa aja ngerasa capek banget berdiri di panas terik sambil berteriak seperti ini, gimana kawan-kawan buruh yang tetap puasa dan tetap aksi ya?” Pertanyaan ini seketika muncul di dalam benakku mengingat bahwa bulan ini adalah waktu bagi pemeluk agama Islam untuk menjalankan ibadah puasa.

Perundingan Alot Dengan Pengusaha 

Setelah satu jam ikut bersolidaritas, para orator dan juga perwakilan berbagai serikat buruh mengusulkan perundingan kepada perusahaan yang bersangkutan. Pihak manajemen perusahaan menyetujui usulan tersebut dan kemudian mengadakan perundingan. Sesaat setelah para perwakilan itu dipanggil ke dalam untuk berunding, koordinator lapangan atau KoorLap dari aksi hari ini menginstruksikan agar massa aksi bubar sejenak sembari beristirahat. Namun begitu, KorLap itu juga menginstruksikan agar massa aksi tetap setia untuk menunggu hasil dari perundingan tersebut.

Sembari menunggu, aku sempat tertidur sambil terduduk di bawah pohon yang tentunya masih dekat dengan lokasi aksi. Kami juga sempat makan di lokasi aksi karena tak kuasa menahan lapar sembari menunggu para perunding yang nantinya akan memberi kami kabar kepastian. Tak berapa lama setelah kami makan, para orator dan perwakilan dari berbagai serikat buruh yang sudah berunding keluar dari PT Glorius. Tak ayal, KoorLap aksi pun langsung mengumumkan kepada massa aksi agar kembali lagi berkumpul dan berbaris seperti tadi. Lalu salah satu orator dari SBTPI pun mewakili semua orang yang ikut di dalam perundingan untuk menyampaikan hasil perundingan yang sudah dilakukan. Begini katanya.

“Kawan-kawan buruh. Tadi di dalam kami bertemu dengan pak Dedi, yaitu salah satu pihak manajemen PT Glorius ini. Setelah kami berunding, pihak perusahaan tetap tidak mau menarik kembali 24 orang yang sudah di PHK. Lalu tadi si Dedi itu juga bilang dia yang menandatangani perjanjian kemitraan itu. Lah, lalu saya bertanya “perjanjian Kemitraan itu kan dibuat tahun 2006 pak, bapak baru datang tahun 2011 kok main tanda-tangan aja tanpa memikirkan apa akibatnya?” Lalu si Dedi itu terdiam. Yang namanya Mitra itu yang sejajar, kami para supir ini tidak mau sejajar dengan anda. Kami mau jadi pekerja yang hak-haknya dipenuhi, itu saja! Tapi si Dedi ini nggak ngerti! Lah gimana pihak perusahaan kok tidak ngerti hukum? Kenapa kita lebih mengerti hukum daripada mereka?! Kawan-kawan buruh, tetap semangat menjalankan aksi ini!     Kita tahu kita dipihak yang benar!! HIDUP BURUH!!” teriak orator.

“HIDUP BURUH!!” teriak lautan massa aksi.

Setelah pernyataan tersebut, massa aksi kembali beristirahat dengan muka yang musam karena perundingan yang tidak menghasilkan sesuatu yang berarti. Pihak manajemen jelas bersikap tegar teguh terhadap keputusannya yang telah memecat 25 orang supir karena tidak mampu memenuhi hak mereka. Namun para buruh tidak akan menyerah dengan keadaan yang menyiksa mereka. Mereka akan tetap berjuang demi kesejahteraan mereka karena para supir yang dipecat itu tetaplah pekerja. Tak berapa lama setelah hal tersebut diucapkan, aku pun kembali pulang ke rumah.

Hari ini adalah hari yang cukup panjang. Pengalaman pertamaku ikut aksi di KBN Marunda ini merupakan pengalaman yang sarat akan makna. Aku melihat wajah-wajah para buruh yang sedang menuntut haknya secara langsung, aku melihat bagaimana keangkuhan pihak manajemen perusahaan yang tetap pada pendiriannya, aku merasakan keringat yang bercucuran, aku merasakan kepanasan yang berlebih di bawah terik matahari, aku merasakan bagaimana semangatnya mengacungkan tangan dan teriak bersama para buruh demi keadilan, aku merasakan bagaimana sulitnya sebuah usaha demonstrasi dapat menggerakkan hati para kapitalis untuk sejenak melepas sudut pandangnya, sedikit demi sedikit aku dapat merasakan bagaimana menjadi seorang buruh.

Pengusaha Rakus, Rampas Hak Buruh 

Sepengetahuanku, apa yang dituntut oleh para buruh di PT Glorius ini adalah hak-hak normatif mereka. Jika berbicara mengenai hak-hak normatif, seharusnya hal seperti itu tidak perlu dituntut karena sudah menjadi kewajiban perusahaan untuk memenuhinya. Naas, apa yang terjadi justru sebaliknya. PT Glorius berlaku semena-mena terhadap upah para supir, jam kerja para supir diatur sesukanya, pemberian upah sesuai dengan perjanjian kemitraan yang justru “memperbudak” para supir karena menganggapnya tidak lebih dari pekerja layaknya buruh. Kemudian apabila perusahaan tak mampu memenuhi hak para supirnya, pemecatan tanpa alasan pun mulai dilakukan. Ini kan aneh! Terang saja para supir ini marah semarah-marahnya.

Berbuat adil memang amatlah sulit. Sebenarnya aku pun mengerti bahwa prinsip utama sebuah perusahaan adalah mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dan mencegah kerugian sekecil-kecilnya. Sepengetahuanku, prinsip ini sudah mengalami banyak kritik karena dampaknya yang dahsyat terhadap perekonomian sosial. Dalam terminologi kapitalisme, kaum pemilik modal atau borjuis akan semakin kaya. Sedangkan kaum miskin atau proletar akan semakin melarat. Aku tak tertarik membahas teori terlalu banyak, yang penting bagiku adalah bagaimana agar para pengusaha ini mampu menjalankan usahanya dengan menghargai hak-hak hidup para pekerjanya. Para buruh ini jelas bukan mesin, mereka punya kesadaran, mereka punya perasaan, mereka memiliki kehidupan, mereka butuh makan, para buruh ini manusia! Hanya hak normatiflah yang mereka pinta! Mereka tak pernah menginginkan hidup kaya, punya mobil dan bisa pulang pergi ke luar negeri. Mereka hanya ingin hidup cukup.

Untuk para pengusaha yang masih sulit mengubah sudut pandang kuno mereka, aku punya sebuah usul. Bagaimana jika para pengusaha ini berusaha untuk menerima realitas bahwa tidak semua orang akan hidup kaya. Begitupun, kekayaan bukanlah jaminan dari hidup bahagia. Oleh karena itu, tak bisakah para pengusaha ini memikirkan kebahagiaan bersama? Menurutku, hak-hak normatif yang buruh dapatkan tetap tidak dapat menjamin kehidupan mereka yang sejahtera. Namun setidaknya, para buruh akan konsisten bekerja dengan sepenuh hati apabila pengusaha mampu memenuhi kewajibannya. Aku rasa, para buruh pun tidak akan protes jika hak-hak normatifnya dipenuhi. Berusahalah secara elegan dan adil! Jangan rampas yang bukan hakmu, wahai pengusaha sombong nan rakus!

 

 

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Suara Buruh edisi 25 November 2015

Suara Buruh edisi 25 November 2015,  hadir menyajikan kabar tentang rapat akbar buruh pasca mognas, kelemahan dan kekuatan gerakan buruh menurut Nining Elitos, serta sweeping

“SAHABAT PALSU” MINTEN

gambar diambil dari https://www.browngirlmagazine.com/2014/10/empowering-women-art/ Minten, Sosok buruh perempuan tinggi semampai, Sedikit ada ceria diwajahnya setelah beberapa hari lalu ia menerima uang cuti hamilnya, tanpa harus mengundurkan

Ongkos Kencan? Tanggung Bareng Dong

Sebut saja namanya Reza, 25 tahun, asal Indramayu. Saat ini, ia memiliki usaha warung minuman ringan kecil-kecilan di pinggiran Jakarta Utara. Tempatnya lumayan strategis, sehingga

Mengenal Nyai Ontosoroh, Dalam BUMI MANUSIA

Nyai Ontosoroh, gundik seorang totok, diletakkan sebagai perempuan hina, tak bersusila, bermoral rendah. Tentang stigma negatif gundik, Minke menurutinya sebagai pendapat umum. Memang demikianlah gundik, bermoral rendah, tak berpendidikan, pun tak berpengetahuan. Namun, kekukuhan pendapat itu tergugat dengan hadirnya Nyai Ontosorah di hadapannya. Seorang Nyai, fasih berbahasa Belanda, yang berpengetahuan tinggi, berwawasan luas, bahkan lebih dari dirinya sendiri. Minke digugat oleh kenyataan dan ia terhuyung, galau dan bingung.

Merunut Jejak Sang Proklamator

Oleh Martin dan Apri* Soekarno dan Che Guevara bertemu ketika Che berkunjung ke Indonesia tahun 1959 Tuhan tidak mengubag nasib suatu bangsa, sebelum bangsa itu