Tulisan ini dibacakan pada Panggung Buruh Perempuan yang diselenggarakan oleh FBLP (Federasi Buruh Lintas Pabrik) dan Radio Marsinah
Kekerasan Seksual di KBN Beragam, Banyak dan Terus Terjadi
Pada kesempatan ini, saya mencoba menyampaikan kenyataan yang tidak sulit ditemui, jika kita akan mengenali kekerasan seksual di KBN, baik Cakung maupun Marunda.
Hidup Buruh!
Pabrik atau tempat kerja, sudah tentu awalnya kita kenal sebagai sumber penghidupan. Saat di kampung, berangkat ke kota untuk bekerja di pabrik, pasti kita membayangkan banyak hal baik yang akan diperoleh dari pabrik. Apalagi sebagai perempuan, muncul kebanggaan tersendiri jika bisa masuk pabrik. Membayangkan bisa mandiri, bahkan bisa membantu keluarga. Wajar sekali bayangan seperti ini di semua perempuan muda di kampung, sebab memang jarang sekali ada cerita buruk dari buruh pabrik yang pulang kampung.
Setelah mengalami langsung sebagai buruh pabrik, khususnya buruh garmen, kita menjadi tahu kenyataan. Kita menjadi tahu upah tidak cukup, tapi lebih baik menyimpan cerita itu di keluarga. Sering kita merasa lebih baik utang, agar tetap terlihat sanggup mengirim uang bagi keluarga. Kita juga jadi tahu, ternyata sebagai buruh perempuan, diri sendiri dan teman-teman kita mengalami pelecehan dan beragam bentuk kekerasan seksual lainnya. Dan kenyataan kekerasan seksual di pabrik akan kita sembunyikan juga dari keluarga. Bahkan lebih rapat disembunyikan, daripada kemiskinan akibat upah yang kurang.
Bersama FBLP, Marsinah FM dan Perempuan Mahardhika, buruh KBN diajak mengenali apa itu kekerasan seksual, serta pembelaan hak sendiri sebagai perempuan pekerja. Memang bukan hanya saat menjelang Panggung Buruh ini, karena sebelumnya juga sudah banyak dibuat diskusi dan acara tentang kekerasan seksual. Dan pada proses menuju Panggung Buruh Melawan Kekerasan Seksual pada hari ini, makin bertambah informasi dan pengetahuan kita tentang kekerasan seksual di KBN Cakung.
Bentuk Kekerasan Seksual di KBN
Mungkin kita yang bekerja di KBN sudah biasa tahu, atau bahkan mengalami sendiri, tentang lakban di belahan dada. Iya, lakban yang menempelkan baju dan kulit di balahan dada. Lakban itu tentu saja bukan untuk keindahan, dan rasanya juga tidak nyaman, kadang agak sakit di kulit. Tapi daripada sakitnya di sini, sakit di perasaan, masih mending sakit di kulit, begitu umumnya pikiran kita. Terpaksa, buruh perempuan melakban belahan dadanya, kadang juga di ujung dadanya, adalah terpaksa karena merasa diserang oleh pandangan mata. Inilah kekerasan seksual paling sering terjadi dan dirasakan semua buruh perempuan, yaitu pandangan mata terhadap tubuh perempuan sebagai objek seksual. Kita sama-sama tahu ini bukan soal pakaian yang dikenakan. Sebab mengenakan pakaian apapun, kita sebagai pemilik tubuh bisa merasa adanya pandangan yang merendahkan kita. Bukan hanya belahan dada. Bahkan berjalan biasa pun, pandangan merendahkan itu ada.
Bisa dibayangkan, buruh perempuan dituntut memenuhi target, harus bekerja dengan perasaan direndahkan. Sudah target itu selalu meningkat, sehingga tiap saat tetap saja tidak terpenuhi, masih ditambah lagi dengan pandangan merendahkan setiap saat. Dan di KBN, bukan hanya pandangan mata saja yang menyerang tubuh buruh perempuan.
Di pabrik garmen dengan target yang terus meningkat itu, pekerjaan tidak hanya tergantung bagaimana kita berkonsentrasi. Tapi juga tergantung dari kondisi mesin yang kita hadapi. Kalau mesin rusak, padahal target harus dipenuhi, rasanya jadi tekanan besar. Segera kita panggil teknisi atau mekanik. Nah, ini juga umum terjadi. Mekanik, yang adalah teman kerja kita, tidak jarang melakukan kekerasan seksual kepada buruh perempuan yang mesinnya rusak. Tangan, mulut dan matanya menyerang tubuh kita. Memanfaatkan kesempatan ketika merasa sedang dibutuhkan. Kalau dilawan, taruhannya adalah mesin jahit kita akan tidak segera diperbaiki. Ada juga buruh yang melawan, tetap tidak membuat mundur si pelaku. Mungkin karena di pabrik, rasanya sulit dapat dukungan bagi hak buruh perempuan, sehingga pelaku makin besar kepala.
Beda lagi dengan serangan seksual yang dilakukan security di beberapa pabrik. Saat cek body, atau saat memastikan bahwa buruh tidak membawa pulang barang pabrik, saat itu pula diambil kesempatan menggerayangi tubuh. Kita korban jelas merasa sakit, tapi pelaku selalu punya alasan tugas, alasan tidak sengaja dan sebagainya.
Serangan seksual juga datang dari atasan, dari chip, HRD hingga pemilik pabrik. Diri kita sebagai buruh, atau teman buruh kita, jika dianggap cantik akan lebih sering lagi diserang secara seksual. Kalau bukan alasan cantik, ada juga alasan karena ada kesempatan. Ada juga alasan kesalahan kerja. Atau alasan lain-lain lagi, bahkan kadang tanpa alasan. Serangan oleh atasan kerja, sering dikaitkan dengan ancaman kontrak tidak diperpanjang, dulu juga ancaman tidak diangkat jadi buruh tetap, ancaman akan selalu dianggap salah, dan sebagainya. Jelas pelaku menggunakan hubungan atau relasi kuasa dalam melakukan serangan seksual di pabrik.
Memang ada pabrik yang membela buruh perempuan korban kekerasan seksual, yaitu di PT Hansumtex. Jika ada pengaduan kekerasan seksual, nama pelaku bisa diumumkan dan disebut di pengeras suara pabrik. Tindakan di pabrik semacam ini, sangat tidak umum di KBN. Hal umum di banyak pabrik lainnya, laporan kekerasan seksual malah berakibat intimidasi/teror terhadap korban.
Serangan dari atasan kerja, kita temui beberapa bentuk, dan ini terjadi di banyak pabrik atau perusahaan. Saat wawancara masuk kerja sudah didapat ajakan kencan. Ketika sudah bekerja, ajakan kencan disertai sms mesum, terus terjadi. Bahkan ajakan kencan ketika istirahat siang. Istilah ‘kencan’ di sini tentu saja bermaksud mesum, malah ada yang langsung vulgar mengajak check in di penginapan. Tidak mudah menolak kencan yang disertai ancaman terkait pekerjaan. Tapi ketika buruh perempuan ini mengikuti kemauan atasan tersebut, tidak juga berhenti mendapat serangan seksual, bahkan lebih kejam lagi. Para pelaku itu di pabrik bisa dengan bangga saling berbagi pengalaman bisa tidur dengan si A, si B, dan seperti sengaja agar didengar banyak buruh. Saking besarnya ketakutan, kadang diantara buruh perempuan lebih sering membicarakan dan saling menceritakan informasi tersebut, yang akhirnya menambah serangan terhadap korban. Buruh perempuan yang keluar atau di PHK karena hamil oleh atasan, bukan berjumlah 1 atau 2.
Atasan kerja melakukan kekerasan seksual bukan hanya dengan mata dan mulutnya. Mereka menyerang dengan berbagai bentuk, misalnya memeluk, meremas pantat, meremas dada, ganguan di kamar mandi, mengajak check in, menawarkan kencan ke sesama pimpinan perusahaan di pabrik lain. Ada juga pemilik perusahaan yang melakukan serangan yang sekaligus dalam beragam bentuk. Dan kejahatan ini lebih luar biasa lagi karena dilakukan di dalam pabrik, di saat jam kerja, di ruang produksi. Buruh perempuan diperlakukan sebagai barang hiburan, dengan dipeluk, dipegang dada, bahkan diangkat dengan dua tangannya. Dilakukan kepada banyak buruh, dan bukan hanya sekali.
Serangan seksual juga dilakukan oleh mereka yang sering dianggap oleh buruh sebagai preman pabrik, tapi sekaligus menjadi jalur untuk masuk kerja, sebab berhubungan dekat dengan pimpinan pabrik. Kondisi kerja yang tidak menentu, tidak jarang membuat buruh keluar dari satu pabrik dan masuk ke pabrik lainnya. Pada saat berebut mendaftar pabrik inilah, preman pabrik menjadi salah satu alternatif jalan pintas. Mereka biasa memperlakukan buruh perempuan untuk diminta uang, ada yang sampai jutaan. Selain itu, ketika bertemu si preman pabrik ini memanfaatkan kesempatan untuk memegang, mencolek lalu meminta nomor HP yang akan diberikan sms mesum.
Ada lagi kekerasan seksual yang terjadi di KBN, yang bukan dilakukan oleh teman kerja atau atasan kerja, atau pemilik perusahaan, bukan juga oleh preman pabrik. Tapi adalah kekerasan seksual yang dilakukan oleh polisi. Serangan seksual ini dialami oleh beberapa organiser FBLP, dan terjadi saat sedang demonstrasi di KBN Cakung. Kami sudah melapor, kemudian kesulitan sendiri mendapat keadilan, karena proses penanganan aduan yang jelas bukan untuk membela korban.
Demikian gambaran singkat tentang kekerasan seksual yang dialami buruh perempuan di KBN. Kejadian ini terjadi di masa lalu, dan terus berjalan hingga sekarang. Di bawah kebisuan para korban, kekerasan seksual di KBN makin hari makin memakan banyak korban. Bagi buruh perempuan sendiri, kekerasan seksual di pabrik adalah bagian dari rentetan kekerasan seksual lainnya yang terjadi di luar KBN. Juga bagian dari rangkaian masalah buruh pada umumnya, berkaitan dengan kesejahteraan, keleluasaan berserikat dan sebagainya. Bagi FBLP sendiri mengalami kesulitan tidak sedikit. Sebab FBLP mendapat kesulitan lebih untuk membela buruh perempuan korban kekerasan seksual, sebab sebagai serikat FBLP juga terus diserang terkait politik pembelaannya terhadap hak-hak buruh lainnya. Segala kesulitan tersebut memang hingga sekarang memang tidak menyurutkan FBLP dan Marsinah FM. Namun jelas berbeda kekuatan ketika dukungan dan keterlibatan buruh KBN, juga buruh lainnya, baik perempuan maupun laki-laki, bisa bersama kita wujudkan dalam tuntutan. Tuntutan untuk menghentikan kekerasan seksual, dan tuntutan yang tidak kalah dari tuntutan upah dan lainnya.
Oleh Thien Kusna,
Penyiar Readio Marsinah, Anggota FBLP dan Pengurus KN Perempuan Mahardhika