Di hari pertama puasa, tepatnya pada Kamis, 18 Mei 2018, KPPA (Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) mengundang Relawan Posko, Perusahaan – Perusahaan di KBN, Manajemen KBN, KSPSI, untuk membicarakan pengembangan Posko Pembelaan Buruh Perempuan KBN Cakung. Sayang, dalam pertemuan di Hotel Oria tersebut, manajemen PT. KBN Cakung tidak hadir dan hanya satu perusahaan di KBN Cakung yang hadir, yaitu PT. Kaho Indah Citra Garment yang diwakili Pak Hendra selaku HRD.
Pertemuan ini adalah tindak lanjut pertemuan sebelumnya antara KPPA dan Relawan Posko terkait pengembangan Posko Pembelaan Buruh Perempuan KBN Cakung. Pengembangan ini diperlukan supaya bisa dijadikan percontohan bagi kawasan industri lain di Indonesia. Harapannya, dengan meluasnya posko pengaduan berbasis komunitas, bisa lebih luas menjangkau buruh perempuan yang mengalami pelecehan seksual di tempat kerja. Lebih jauh lagi, tentu saja ada tekad kuat dari para relawan posko supaya angka kekerasan seksual di tempat kerja bisa menurun.
DR.Ir.Lies Rosdianty M.Si, Asdep Perlindungan Perempuan dan Ketenagakerjaan KPPA, menyampaikan pengaduan berbasis komunitas sangat efektif dalam pencegahan dan penanganan pelecehan seksual. Sehingga, apa yang dilakukan oleh relawan posko pembelaan buruh perempuan adalah hal yang sangat positif. “Sayang, posko pembelaan buruh perempuan KBN Cakung masih memiliki kekurangan yaitu masih jadi satu dengan pos satpam, padahal untuk pengaduan butuh ruang yang lebih nyaman. Juga, untuk pendataan kasus, dibutuhkan fasilitas yang memadai seperti komputer dengan software data basing yang secara otomatis data tersebut akan terhubung dengan KPPA, sehingga KPPA akan langsung mengetahui data yang masuk.”
Posko pembelaan buruh perempuan ini, menurut Lies Rosdianty, juga bisa membantu kinerja pengawasan Kementerian Tenaga Kerja yang selama ini mengalami kesulitan dan juga berfungsi sebagai reaksi cepat terhadap kasus yang ditemui di lapangan.
Gagasan tersebut disambut baik oleh Jumisih, Ketua Umum FBLP – KPBI. Jumisih menyampaikan Posko Pembelaan Buruh Perempuan berdiri sejak Januari 2017 dan merupakan hasil perjuangan Komite Buruh Perempuan KBN Cakung yang di akhir tahun 2016 sudah terlebih dahulu berhasil mengadakan pemasangan plang di KBN Cakung bersama manajemen KBN Cakung. Kesepakatan bersama PT. KBN memuat beberapa poin diantaranya pemasangan plang bebas dari kekerasan seksual di tempat kerja, pembangunan posko pembelaan buruh perempuan, dan kesepakatan zero harassment oleh perusahaan di KBN Cakung. Hingga kini, posko pembelaan buruh perempuan sudah memiliki 50 relawan posko yang tiap hari piket jaga dari jam 16.00 WIB – 18.00 WIB. Sekarang, relawan posko sedang memperjuangkan supaya Posko Pembelaan Buruh Perempuan KBN bisa memiliki posko permanen sehingga lebih nyaman ketika menjalankan tugas. Tak jarang, relawan harus janjian di tempat lain dengan korban untuk mengadu. Ini dikarenakan kondisi posko yang tidak layak, seperti kotor, panas dan sempit.
Lies Rosdianty kemudian menambahkan, pentingnya sinergisitas antar stakeholder baik dari relawan posko, Kementerian Tenaga Kerja, KPPA, perusahaan – perusahaan di KBN, manajemen KBN, serikat pekerja, LBH Jakarta dan lembaga terkait lainya. Sinergisitas ini bisa terwujud dalam bentuk susunan struktur organisasi Posko Pembelaan Buruh Perempuan dimana semua perwakilan dari lembaga tersebut menjadi pengurus Posko Pembelaan Buruh Perempuan.
Pernyataan Lies Rosdianty dari KPPA, disambut baik oleh HRD PT. Kaho Indah Citra Garment, Hendra, bahwa alangkah baiknya semua stake holder terlibat di posko tersebut sebagai pengurus karena kerja – kerja Posko Pembelaan Buruh Perempuan KBN akan lebih efektif dan bisa jadi percontohan apabila sinergis.
Menjawab hal tersebut, Mutiara Ika Pratiwi, Sekretaris Nasional Perempuan Mahardhika, menyampaikan Posko Pembelaan Buruh Perempuan KBN adalah independen dan berbasis komunitas. Sebagai sebuah posko layanan pengaduan berbasis komunitas, penting menjaga independensinya dan posko sangat terbuka bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk dengan KPPA, Kemenaker atau lembaga lainnya. Contohnya posko bahkan menjadi anggota Puspa yang diinisiasi oleh KPPA. Sehingga, membayangkan posko tidak sama dengan membayangkan struktur birokrasi lembaga.
Sementara, sebagai masukan terkait pengembangan posko, Dian Septi Trisnanti dari FBLP – KPBI mengutarakan pentingnya form pengaduan untuk data basing. Di Posko Pembelaan Buruh Perempuan, sudah ada beberapa masukan soal form pengaduan baik dari LBH Jakarta maupun dari Peremuan Mahardhika. Karenanya, masukan form pengaduan KPPA bisa dipadukan dengan form sebelumnya untuk kemudian menghasilkan form pengaduan yang lebih tepat. Terkait, perluasan Posko Pembelaan Buruh Perempuan di kawasan industri lainnya, Dian menyambut positif, dan alangkah baiknya bila dibentuk tim khusus untuk perluasan ini yang tugasnya memberikan pelatihan calon relawan posko di wilayah terkait. Hal ini bisa dicicil pekerjaannya sambil memastikan Posko Pembelaan Buruh Perempuan KBN, bisa memiliki posko permanen dengan fasilitas memadai sebagaimana yang diusulkan KPPA.
Setelah hampir dua jam, pertemuan kemudian ditutup dan direncanakan untuk ada pertemuan kembali di akhir bulan dengan harapan manajemen KBN bisa hadir dan terlibat. Sultinah, Koordinator Relawan Posko Pembelaan Buruh Perempuan KBN, seusai pertemuan berakhir menyampaikan harapannya “Saya sih hanya berharap supaya posko kami benar – benar memiliki bangunan permanen dengan fasilitas memadai untuk kerja – kerja pengaduan dan penanganan pelecehan seksual di tempat kerja. Semua ini, supaya korban bisa mengadu dengan nyaman, tanpa rasa takut.” (dst)