Search
Close this search box.

Mengangkat Marsinah sebagai Pahlawan: Kecurigaan atas Penguburan Kebenaran

Kini, ketika negara bicara soal pengangkatan Marsinah menjadi pahlawan, kita dihadapkan pada ironi sejarah. Bagaimana mungkin negara yang tak pernah menuntaskan keadilan atas kematiannya, kini hendak menjadikannya seorang pahlawan. Hal ini memunculkan kecurigaan besar yang memungkinkan ada niat lain dari negara.

Oleh: Samira

Ketika nama Marsinah muncul sebagai calon pahlawan, tidak ada rasa haru melainkan rasa kesal bercampur curiga. Curiga, karena sejarah menunjukkan bahwa negara yang kini ingin mengangkat namanya, adalah aktor yang paling dicurigai dalam kematiannya, lalu apakah kasus ini akan selesai begitu saja setelah pengangkatan Almh. Marsinah sebagai pahlawan. Dari kecurigaan ini muncul asumsi bahwa ini hanyalah ambisi negara untuk meredam amarah kami yang hingga hari ini masih menuntut kasus pembunuhan Marsinah, yang tak kunjung diselesaikan.

Sudah lebih dari tiga dekade berlalu. Kasus Marsinah tak pernah diusut tuntas. Banyak pengamat, aktivis, dan lembaga HAM menyebut negara sebagai pihak yang paling mungkin terlibat baik melalui aparat keamanannya, maupun melalui sistem peradilan yang secara sistematis mengubur jejak pelaku. Kini, ketika negara bicara soal pengangkatan Marsinah menjadi pahlawan, kita dihadapkan pada ironi sejarah. Bagaimana mungkin negara yang tak pernah menuntaskan keadilan atas kematiannya, kini hendak menjadikannya seorang pahlawan. Hal ini memunculkan kecurigaan besar yang memungkinkan ada niat lain dari negara.

Ada dua kemungkinan di balik keputusan ini. Pertama, pengakuan tulus atas sejarah kelam dan keberanian untuk memperbaiki diri. Jika demikian, pengangkatan Marsinah sebagai pahlawan harus dibarengi langkah konkret: membuka kembali kasusnya, menyeret pelaku ke pengadilan, dan meminta maaf secara resmi kepada keluarga serta masyarakat. Kedua, kemungkinan yang lebih sinis: ini hanyalah cara negara mengubur dosanya dengan lapisan simbolik. Dengan menjadikan Marsinah pahlawan, negara bisa menempatkannya dalam bingkai sejarah yang “aman”, tanpa harus menghadapi konsekuensi hukum dan politik atas keterlibatannya di masa lalu. Jika diputuskan seperti ini, negara telah melakukan kekerasan simbolik terhadap korban.

Jika negara sungguh ingin mengakui Marsinah sebagai pahlawan, maka langkah pertama yang harus diambil bukanlah memberi gelar, tapi membuka kembali arsip rahasia, menyeret pihak yang bertanggung jawab, dan mengakui bahwa selama ini, negara telah menjadi bagian dari kejahatan itu sendiri. Pengangkatan Marsinah tak boleh menjadi cara negara mencuci tangan. Ia harus menjadi pintu masuk menuju pengakuan, keadilan, dan rekonsiliasi yang sejati.

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Suara Buruh 5 Desember 2014

Suara Buruh 5 Desember 2014 Suara Buruh edisi 5 Desember 2014 menyajikan berita terkait aksi mahasiswa yang berakhir represi pada 3 Desember 2014 dan peringatan

DIALOG KP-KPBI : MENDENGARKAN SUARA ANGGOTA

Rapat Akbar Karawang/foto:Mulyadi -FBTPI Oleh Kholidi dan tim liputan Marsinah FM  Ada satu konsep berbeda yang ditemui dalam rapat akbar di Karawang pada Minggu (20/9)

Hari Valentine; KP FMK Palu Gelar Demonstrasi

Aksi KP-FMK kota palu (SEMAD,NORMA RAE,KAPAK,LOGOS,SMK). Merespon Valentine Day 14 Februari 2016, Minggu pagi pukul 07.00 wita,  KP-FMK kota Palu menyelenggarakan aksi damai merespon hari