Oleh Atly Serita
Ramadhan Tiba, Pengaduan Marak
Sudah menjadi tradisi, setiap bulan puasa dan menjelang Hari Raya Idul fitri, banyak sms pengaduan. Bahkan ada yang langsung datang ke kantor atau ke rumah. Permasalahanya pun nggak jauh – jauh dari masalah putus kontrak paksa dalam pabrik. Anehnya, setiap tahun kejadian ini nggak menjadi pelajaran buat buruh yang bermasalah dalam pabrik. Masih saja mereka takut bila diajak bergabung ke dalam serikat buruh, dengan alasan takut PHK dan menganggur karena susah lagi cari kerja. Tapi buktinya buruh yang tidak beserikatpun dibabat habis dengan alasan kontraknya berakhir. Padahal, mereka sama sekali nggak merasa menandatangani surat perjanjian kerja kontrak, sehingga tidak jelas kapan habis kontrak kerjanya.
Bila buruh bekerja tanpa menandatangani perjanjian kerja, itu berarti sebenarnya mereka sudah berstatus buruh tetap atau bahasa dalam Undang – Undang, Perjanjian Kerja untuk Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) . Ini sudah diatur dalam Undang – Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Pasal 57 ayat (1) dan ayat (2) Begini Bunyinya :
(1) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu dibuat secara tertulis serta harus menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.
(2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang dibuat tidak tertulis bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan sebagai perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu.
Karena banyak buruh yang tidak mengetahui, apalagi memahami haknya yang sudah diatur dalam Undang – Undang Ketenagakerjaan, maka banyak buruh yang diam saja ketika diberhentikan begitu saja dengan alasan kontrak habis. Ketidaktahuan ini disebabkan karena kurangnya sosialisasi kepada buruh.
Hamil Di Luar Nikah, Tak Boleh Ambil Cuti Hamil dan Cuti Haid
Ada lagi satu kasus aneh. Seorang buruh perempuan mengadu. Begini ceritanya, dia, sebut saja Mirna, sudah bekerja 7 tahun dan baru sekali tanda tangan kontrak kerja ketika masuk kerja pertama kali. Setelah itu, sampai sekarang tidak pernah lagi tanda tangan perpanjangan kontrak kerja,berarti otomatis sudah menjadi buruh tetap.
Namun, tiba- tiba dia di paksa mengundurkan diri oleh personalia, hanya karena dia mengajukan surat cuti hamil dan cuti haidnya. Personalia menolak karena Mirna dianggap hamil di luar nikah (hamil duluan). Menurut personalia, itu melanggar Peraturan Perusahaan dan UU. Untung nya Mirna belum mau menanda tangani surat pengunduran dirinya. Dia mencari tahu apa benar ada peraturan bahwa buruh yang hamil duluan atau di luar nikah harus mengundurkan diri walaupun dia sudah menjadi buruh tetap di perusahaan tersebut.
Aku pun jadi jengkel. Ini personalia apa Tuhan? Sampai sibuk ngurusin masalah moral buruhnya.Ingat , bahwa Pemutusan Hubungan Kerja dikarenakan buruh perempuan hamil juga melanggar UU No.7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita. Isi dari konvensi tersebut dalam pasal 11 tentang Hak Untuk Bekerja adalah melarang pemecatan atas dasar kehamilan dan memberlakukan cuti hamil
Masih di dalam UU Ketenagakerjaan, di dalam pasal 153 ayat (1) huruf e dinyatakan bahwa pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan atau menyusui bayinya. Maka perjanjian kerja yang menyebutkan klausul tentang pemutusan hubungan kerja apabila buruh perempuan hamil telah bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan.
Sehingga, apapun alasanya tidak ada yang namanya Pemutusan Hubungan Kerja untuk buruh perempuan yang hamil biarpun dia hamil duluan atau hamil di luar nikah. Aku berharap, semakin banyak buruh, terutama buruh perempuan memahami haknya agar bisa membela haknya ketika diperlakukan semena-mena oleh perusahaan tempatnya bekerja.