Oleh Muti
Senin, 28 Maret 2016, merupakan sidang kedua dari kasus kriminalisasi terhadap 23 buruh, 2 pengabdi bantuan hukum Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, dan 1 mahasiswa. Pada sidang hari ini, berbagai elemen gerakan rakyat hadir untuk menyuarakan keadilan di negeri ini, mulai dari aktivis buruh hingga para pengacara rakyat. Sidang yang dijadwalkan pada pukul 11.00 pun harus ditunda kembali karena salah satu jaksa penuntut umum baru hadir pada Pukul 11.48, sedangkan majelis hakim mengatakan bahwa seluruh persiapan teknis telah disiapkan dengan baik agar sidang dimulai pada pukul 11.00. Sidang pun dimulai pada pukul 11.57 dengan agenda pertama pemeriksaan identitas terdakwa yang lebih dulu dimulai dengan memeriksa kembali surat kuasa penasihat hukum dan surat tugas jaksa penuntut umum. Dalam pemeriksaan identitas terdakwa, jaksa pun melakukan kesalahan fatal dengan menuliskan nama terdakwa secara salah.
Dalam sidang ini, terdakwa pun menyampaikan tiga kritik terhadap jaksa penuntut umum dan majelis hakim. Pertama, persidangan seharusnya dimulai dengan tepat waktu karena berdasarkan kode etik jaksa, jaksa bertanggung jawab dengan internalnya. Kedua, banyak masyarakat yang datang untuk menyaksikan sidang ini, terdakwa meminta agar persidangan diselenggarakan di tempat yang lebih luas. Ketiga, yang paling penting apakah majelis hakim mengetahui dalam perkara apa terdakwa disidangkan. Terhadap hal tersebut, majelis hakim mengatakan bahwa majelis telah mengatakan akan memulai sidang pada jam 11.00. Majelis sudah mempersiapkan tepat waktu, walaupun mundur tidak akan terlalu jauh, namun karena jaksa penuntut umum telat, maka sidang belum bisa dimulai. Terkait, ruang sidang, majelis akan melaporkan kepada atasan untuk tempat yang lebih besar.
Sebelum jaksa menyampaikan dakwaan, penasihat hukum pun menyampaikan kritik atas kesalahan fatal yang dibuat oleh jaksa penuntut umum, yaitu ada dua hal terkait dakwaan yang harus dikoordinasikan kepada penasihat hukum. Terdakwa menerima tiga panggilan minggu lalu di hari selasa dan ditandatangai jaksa yang berupa pasal 286 KUHP dan diminta untuk menghadap jaksa penuntut umum yang bernama Sugeng dengan Nomer Perkara 344/ PN Jakpus. Jaksa melakukan kesalahan fatal yang luar biasa karena pasal 286 KUHP merupakan salah satu pasal tentang kejahatan terhadap kesusilaan. Terdakwa pun mengatakan tidak pernah dipanggil untuk pasal tersebut dan berkaitan dengan pasal 218 ayat 1, panggilan yang kemarin tidak sah dan harus dipanggil ulang. Maruli, selaku penguasa hukum pun menyampaikan bahwa nama jaksa Sugih dan Domo Maruli harus dicatat di berita acara persidangan karena telah melakukan kesalahan fatal. Berita acara persidangan juga dimaksudkan agar dapat diakses.
Setelah pemeriksaan identitas terdakwa. Jaksa penuntut umum pun membacakan dakwaan terdakwa Tigor, Obed, dan Hasyim yang merupakan terdakwa 1, 2, dan 3. Dakwaan JPU memuat beberapa hal berikut. Bahwa pada hari Jumat 30 Oktober 2015 pukul 18.00 di depan Istana Negara, terdakwa 1, 2, dan 3 dengan sengaja tidak menuruti perintah pejabat dan menghalangi salah seorang pejabat tertentu.Berawal dari surat Serikat Buruh Sejahtera Indonesia,Federasi Serikat Pekerja Aneka Sektor Indonesia, yang melaporkan surat aksi menolak PP Pengupahan, aksi tersebut dilaporkan ke kapolda metro jaya 00.08 yang dimulai dari Patung Kuda menuju Istana Negara. Tanggal 29 oktober 2015, Kapolres Metro Jakpus beserta jajaran mengamankan bahwa pada hari jumat di depan istana negara akan berlangsung aksi menolak PP No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Bahwa pada hari Jumat, tanggal 30 Oktober 2015, sekitar pukul 11.000, para buruh hadir bersama terdakwa berorasi diatas mobil pick up dan diterima oleh staff kepresidenan. Namun, permintaan massa aksi untuk mencabut PP Pengupahan ditolak. Pukul 18.00, masa aksi masih melakukan demo dimana hal tesebut melanggar aturan tentang menyampaikan pendapat dan Perkab penyampaian pendapat di muka umum, yaitu menyampaikan pendapat hanya dilakukan pada pukul 06.00-18.00/ Atas dasar tersebut, saksi Gindro Pranowo, mengingatkan untuk membubarkan aksisebanyak tiga kali namun tidak dihiraukan lalu masa aksi disemprot dengan water canon. Namun, hal tersebut tidak efektif terhadapterdakwa 1, 2, 3.
Terhadap pembacaan dakwaan, penasihat hukum terdakwa mengatakan bahwa keberatan dilakukan renvoi. Penasihat hukum juga mengatakan bahwa dakwaan yang dibacakan tidak jelas, terhadap pasal 55 KUHP sangat tidak jelas apakah dakwaan turut serta melakukan perbuatan atau yang lain. Dakwaan harus jelas dalam hal apa Terhadap hal tersebut, JPU menjelaskan bahwa hal tersebut akan dijelaskan dalam persidangan pokok materi. Sedangkan, Maruli, selaku kuasa hukum terdak mengatakan bahwa dakwaan dapat menjadi eror in persona karena dalam berkas perkara tidak ada pengacara LBH Jakarta dan mahasiswa sedangkan dakwaan harus sesuai berkas perkara. Oleh karena itu, penguasa hukum terdakwa mengatakan bahwa keberatan dengan penjelasan jaksa penuntut umum karena hal tersebut menunjukkan bahwa JPU tidak mengerti dengan apa yang didakwakan.
Terdakwa pun juga mengalami kebungan mengapa mereka didakwa khususnya dengan pasal 55 KUHP, terdakwa menekankan jangan sampai ada peradilan sesat. Sedangkan, majelis hakim hanya berpendapat bahwa hal tersebut seharusnya dikritisi melalui eksepsi. Namun, penasihat hukum berpendapat bahwa jaksa tidak menjelaskan, tetapi hanya membacakan KUHP. Sedangkan, seharusnya hakim harus menanyakan kepada terdakwa sampai jelas speerti apa yang dimuat pada Pasal 155 ayat 2 KUHAP.
Terkait hal tersebut, terdakwa mengatakan bahwa terdakwa kecewa dengan panggilan JPU karena JPU tidak dapat menjelaskan dengan terang benderang. Terdakwa 1,2, dan 3 pun akan mengajukan eksepsi baik secara pribadi maupun oleh penasihat hukum.“Kami tidak pernah diperiksa sebagai tersangka tetapi hanya sebagai saksi, kepolisian dan kejaksaan telah menyalahi banyak prosedur hukum”, tegas Tigor kepada Majelis Hakim.
Terkait pemeriksaan terhadap identitas terdakwa yang merupakan para buruh, JPU pun juga melakukan kesalahan yang fatal. Terdapat 8 buruh yang mendapatkan surat panggilan justru pada hari Minggu ,tanggal 27 Maret 2016, atau satu hari sebelum sidang. Hal tersebut merupakan bentuk panggilan yang tidak patut. Selain itu, terkait salah satu terdakwa buruh yang berasal dari Surabaya, tim kuasa hukum pun meminta kepada JPU dan Majelis Hakim agar biaya transportasi selama persidangan ditanggung oleh negara dikarenakan terdakwa tidak mampu untuk membiayai transportasi. Namun, hal tersebut justru ditolak dengan dalih belum ada peraturan dan mekanismenya. Majelis hakim justru mengembalikan hal tersebur kepada kuasa hukum terdakwa. Oleh karena itu, dalam sidang kedua ini, dakwaan terhadap 23 buruh juga belum dibacakan. Sidang berikutnya pun diselenggarakan pada 4 April 2016 jam 10.00 untuk eksepsi terdakwa pengacara LBH Jakarta dan 1 mahasiswa dan pemeriksaan identitas terdakwa dan pembacaan dakwaan untuk terdakwa buruh.