Rahma dan Lindah,
Perempuan Pemimpin Serikat Buruh Yang Lahir Dari Akar Rumput
Dua sosok buruh perempuan ini, tak henti-hentinya memikat perhatian saya, setidaknya selama beberapa tahun terakhir. Keduanya adalah buruh perempuan yang bekerja di sebuah perusahaan garmen berorientasi ekspor yang terletak di Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung – Jakarta Utara. Selain terdapat persamaan, ada juga perbedaan antar keduanya. Namun yang membanggakan adalah, perbedaan itu sanggup mereka olah untuk saling melengkapi. “Tim yang bagus bukanlah tim yang memiliki kemampuan yang sejenis, namun tim yang saling melengkapi.” Ungkapan itu rasanya tepat untuk menggambarkan keduanya.
Sri Rahmawati, biasa dipanggil Rahma adalah ketua Pengurus Basis Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (PB – FSBPI), sedangkan Linda sebagai sekretaris. Keduanya aktif berorganisasi dan berkomitmen membela anggota-anggotanya yang mayoritas adalah perempuan. Rahma dan Linda masing-masing memiliki gaya yang unik, dalam melakukan perundingan dengan managemen saat membela anggota yang bermasalah. Keduanya juga mempunyai cara berbeda dalam kerja pendekatan anggota.
Karakter Rahma lembut dan datar, namun kesabaran dan ketegasannya sanggup mengolah argumentasi untuk bernegosiasi dengan pengusaha. Sedangkan Linda, berkarakter keras, nada bicara tinggi, ceplas ceplos, dan to the point saat perundingan. Gaya keduanya dalam berunding dengan pengusaha menjadi salah satu kolaborasi untuk membuat pengusaha manarik nafas panjang berhadapan dengan keduanya. Itu adalah karakter yang alami ada dan melekat sebagai sifat bawaan keduanya. Tentu saja, keahlian memainkan strategi berunding harus berbekal pengetahuan hukum perburuhan, kesanggupan menganalisa situasi lapangan di area produksi termasuk psikologi anggota yang dibela. Bertahun-tahun mendampingi anggota, adalah bekal lapangan yang memadai untuk terus melakukan pembelaan kepada buruh.
Sebagai contoh, saat mereka mengadvokasi anggota bernama Fatia (bukan nama sebenarnya). Fatia adalah anggota yang bekerja lebih dari 5 tahun. Sudah tiga kali menandatangani surat perjanjian kerja, artinya secara hukum di Undang-Undang Ketenagakerjaan, ia harus diangkat sebagai buruh tetap. Namun, managemen menyodorkan pengunduran diri. Hal inilah yang memicu kekecewaan Fatia dan meminta pendampingan pengurus untuk menghadap managemen.
Saat ketiganya menemui Managemen, Rahma dengan detail menyampaikan posisi Fatia yang sudah 5 tahun bekerja tanpa jeda waktu dan sudah tiga kali menandatangani perjanjian kerja. Itu berarti, ia harus diangkat sebagai buruh tetap dan dinyatakan dalam Surat Pengangkatan. Hal itu juga yang tercantum di dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) pun juga hukum yang berlaku. Sementara itu, managemen menanggapi bahwa kondisi perusahaan sedang sepi order sehingga tidak memungkinkan Fatia untuk terus dipertahankan bekerja. Kalimat itu diulang-ulang oleh personalia, yang pada intinya adalah tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja dengan Fatia. Melihat kondisi perundingan yang semakin alot, maka Linda kemudian dengan tegas menyampaikan ke managemen bahwa Fatia besok akan tetap masuk seperti biasa, akan datang ke area produksi, duduk di mesin jahitnya dan akan siap menerima perintah pekerjaan. Kalau tidak diberi pekerjaan ya itu berarti managemen yang tidak ada itikad baik dan kasus akan sampai ke Pengadilan. Begitu ungkap Linda.
Esok harinya, Fatia datang ke pabrik seperti biasa, tapi disuruh pulang oleh satpam. Fatia tidak bergeming, ia duduk di kantin sembari menunggu Rahma dan Linda berunding lagi. Setelah melalui perundingan hampir 3 jam, akhirnya Fatia dipekerjakan kembali oleh managemen. Ini hanyalah salah satu kasus yang didampingi keduanya, tentu saja melalui koordinasi dengan para pengurus yang lain, dan juga Fatia sebagai pihak yang diadvokasi. Keteguhan anggota yang dibela untuk melakukan arahan sesuai dengan koordinasi pengurus, penting untuk mencapai tujuan advokasi.
Keduanya, adalah juga seorang Ibu yang hebat. Kapasitasnya seperti sekarang ini, tidak lahir dengan tiba-tiba, ia lahir dari pergulatan bathin dengan anggota keluarga, koordinasi dan negosiasi penuh dinamika yang tidak mudah. Jatuh bangun dan tarik ulur menyampaikan maksud agenda juang dengan kepentingan keluarga adalah hal yang terus dilakukan. Apalagi logika berpikir keluarga secara umum yang memandang bahwa perempuan sebaiknya di rumah saja, untuk tidak terlalu aktif di luar apalagi berhadapan dengan resiko-resiko yang tidak ringan. Hal ini yang dihadapi oleh keduanya.
Tugas memajukan buruh perempuan untuk muncul sebagai pimpinan adalah tugas serikat buruh. Ini adalah salah satu upaya regenerasi. Semakin banyak buruh perempuan yang muncul dari basis-basis, akan semakin mendekatkan tujuan kemenangan sejati kaum buruh. Karenanya kemajuan buruh perempuan harus terus diberi ruang, dan diberi kesempatan untuk berkembang sehebat-hebatnya. Pembungkaman atas kemajuan buruh perempuan, adalah bagian dari kekerasan berbasis gender.
Semoga keduanya, tetap konsisten dalam perjuangan, membela diri sendiri dan buruh lainnya dengan tulus. Selamat hari Ibu untuk Rahma dan Linda, pemimpin serikat buruh yang lahir dari akar rumput. Mari terus berjuang bersama-sama.
22 Des 2021, Salam (Jumisih)