Search
Close this search box.

Menjadi Ibu Sekaligus Ayah dan Aktif Berorganisasi (4)

Bersilahturahmi ke FSP2KI – Karawang 

Melawan Lembur Tak Dibayar atau Skors

Memasuki tahun 2011, aku mulai bekerja lagi di PT. Handsumtex, KBN Cakung. Aku bekerja di perusahaan itu sampai lebaran tiba. Seusai lebaran, kami semua disuruh membuat surat lamaran baru lagi. Namun, aku merasa malas sekali kembali bekerja di perusahaan itu, karena toilet dan air minumnya dijatah dan waktu ke toilet dibatasi.

Bulan Agustus 2011, akhirnya aku mendapat panggilan kerja di PT. Trans Studio karena supervisor dan chief di perusahaan itu mengenalku sebelumnya di PT. BNA. Oleh karena aku tidak punya persiapan surat lamaran, aku membawa surat lamaran ala kadarnya. Ala kadarnya, karena hanya berupa foto copy dengan usia yang dibuat lebih muda. Karena usia yang dibuat muda itulah, aku bisa diterima bekerja dan dikontrak selama 3 bulan. Apa yang aku lakukan ini adalah hal umum di KBN Cakung. Kadang orang dari perusahaan sendiri yang memintanya agar memenuhi syarat bekerja di suatu perusahaan.

Satu minggu menjelang kontrak kerjaku habis, aku melawan manajemen perusahaan. Perlawananku bukan tanpa sebab. Itu dikarenakan pihak perusahaan menerapkan sistem “skors” atau lembur tidak dibayar. Prakteknya begini, bila kita pulang jam 6 malam, kita diminta tanda tangan pulang jam 4 sore. Upah lembur 2 jam antara jam 4 sore sampai jam 6 malam itu tidak dibayarkan. Tak ubahnya praktek korupsi bukan? tapi ini lebih dari sekedar korupsi, ini adalah perampokan jerih payah buruh.

Aku sangat marah dengan praktek “skors” ini. Suatu hari, aku tak sudi di”skors”. Mereka (pengawas dan manajemen) membujukku agar tidak pulang terlebih dahulu karena besok perusahaan akan ekspor. Namun, aku tidak peduli. Aku matikan semua mesin dan aku berteriak pada kawan-kawanku di dua line agar keluar dan pulang kerja karena memang sudah waktunya pulang. Kalau perusahaan mau kami tetap bekerja, maka perusahaan harus mau memberi kami lembur dan dibayar. Mengejutkan, mayoritas kawan-kawanku keluar. Hanya sebagian saja yang masih bekerja di dalam. Heran dan tak habis pikir karena kawan-kawan yang masih bekerja di dalam ini. Untuk apa bekerja tanpa diupah, bukankah bekerja untuk diupah agar keluarga bisa sejahtera.

Setelah kejadian itu, keesokan harinya. Aku sudah tidak diperbolehkan masuk kerja oleh pihak keamanan perusahaan. Tahulah aku kemudian, aku dipecat. Tapi pemecatanku kali ini berbeda dengan pengalaman pemecatan sebelumnya di beberapa perusahaan. Kali ini, aku akan perpanjang kasusku. Di sinilah, awal aku mengenal lebih dekat dengan Jumisih dan FBLP. Sebelumnya, aku sudah kenal dengan Jum, karena ia tetanggaku. Tapi aku tak begitu mengenal dengan dekat.

Oleh Atly Serita 

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Merayakan Tubuh Bersama Covid-19

Menyelinapnya virus Covid 19 di dalam tubuh, bukan hal yang tidak saya prediksi sama sekali. Bukan saja karena virus ini bisa mudah menular, namun sudah

Marsinah vs Mantra Pembangunan Orde Baru

Marsinah, buruh perempuan yang tewas dibunuh 27 tahun silam dan hingga kini dibiarkan tanpa keadilan adalah cerminan dari korban politik Orde Baru, yaitu politik pembangunan

Hari Perempuan Sedunia

aksi unjukrasa buruh perempuan di Nwe York, AS, terkait kebakaran pabrik garment Triangle Shirtwaist/doc, HBO  Kebakaran Pabrik Garment Triangle Shirtwaist Bermula dari sebuah kebakaran hebat

Tentang Ia, Yang Dipaksa Pergi

Untuk almarhum Novia dan para korban Butuh waktu lama untuk menggoreskan tinta tentang ia yang dipaksa pergi dengan hati remuk redam.Seorang gadis dengan mimpi terbaik