Sekolah Buruh Perempuan,
Banyak buruh perempuan kurang menyadari hak-hak sebagai buruh perempuan dan bagaimana memperjuangkan hak-hak itu. Banyak dari buruh perempuan tidak memahami apa itu kekerasan berbasis gender dan apa makna “kerja” serta “tempat kerja.”
Tentang upah misalnya, bagi buruh perempuan, upah adalah penghargaan atas kerja yang sudah dilakukan dengan kapasitas dan keahlian yang dimilikinya. Namun kita juga mengerti, bahwa upah yang didapat saat ini belum sepenuhnya sesuai dengan hasil dari jerih payah yang dilakukan oleh buruh perempuan. Upah belum menyentuh kebutuhan dasar buruh perempuan. Apalagi, saat ini Peraturan Pemerintah 78/2015 tentang Pengupahan yang disahkan oleh Jokowi, menjadikan nilai upah semakin merosot.
Semua hal di atas itulah yang menjadi pembahasan dalam Sekolah Buruh Perempuan (SBP) selama 2 hari kemarin, 6-7 Oktober 2018 di Jakarta Utara. SBP ini selain melibatkan peserta dari internal FBLP juga di hadiri oleh Serikat Buruh lain yaitu Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI).
Sekolah Buruh Perempuan (SBP) adalah salah satu program unggulan FBLP (Federasi Buruh Lintas Pabrik). Melalui sekolah yang dikelola selama 2 hari ini, peserta diharapkan mempunyai sensitifitas terhadap isu perempuan, baik sebagai perempuan maupun sebagai buruh yang mempungai hubungan industrial dengan pemilik modal.
Dari Buruh untuk Buruh
Yang menarik dari SBP gelombang ke lima ini adalah Fasilitatornya. Untuk pertama kali mereka yang merupakan lulusan dari SBP sebelumnya dan sudah beberapa kali melalui proses Training Of Trainer (TOT) menjadi fasilitator. Dengan kata lain, SBP kali ini adalah dari buruh dan untuk buruh.
Selain itu, para fasilitator adalah buruh perempuan yang masih bekerja di pabrik, atau yang sudah keluar dari tempat kerja dan berkomitmen menjadi organiser FBLP. Mereka adalah Ari Widiastari, Isrowati, Karsita, Suparti dan Sri Rahmawati. Adalah hal yang membanggakan karena proses kaderisasi buruh perempuan membuahkan hasil.
Kelas Anak Pastikan Buruh Perempuan Fokus Ikut Pelatihan
Hal menarik lainnya dari SBP adalah adanya kelas anak, yaitu kelas yang diikuti oleh anak-anak para peserta SBP. Kali ini untuk kedua kalinya FBLP bekerja sama dengan Desboy (Leni Desinah) untuk mengelola kelas anak, setelah sebelumnya agenda Pelatihan Relawan dan Jurnalistik di Bogor sekitar sebulan lalu.
Desboy adalah Pendiri Sanggar Anak Harapan (SAH) yang berlokasi di Tanah Merah Plumpang. Kecintaannya pada anak-anak mendorongnya bertekad mengelola Sanggar untuk anak-anak marjinal selama kurang lebih 8 tahun. Metode belajar dan bermain baik di kelas maupun di luar ruangan membuat anak-anak SAH berkreasi dengan baik.
Begitupun saat mengelola kelas anak dalam SBP, anak-anak diajarkan membuat kue tanpa memandang dia anak laki-laki atau perempuan. Disinilah pengenalan dasar terkait gender untuk anak, bahwa pekerjaan memasak bukan hanya tugas perempuan, tetapi juga laki-laki. Selain kelas membuat kue, anak-anak juga ada kelas berolahraga bulu tangkis, berenang, NOBAR, kelas musik dan lain-lain. Sungguh membanggakan melihat anak-anak begitu kreatif dan lincah, di saat para ibunya belajar di Sekolah Buruh Perempuan. Dengan begitu, para ibu bisa fokus untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Buruh Perempuan.
Tentu saja kami menyadari bahwa Sekolah Buruh Perempuan belum sempurna, oleh karena itu segala kritik dan masukan dari para peserta juga dari pihak lain, akan menjadi acuan untuk menyelenggarakan Sekolah Buruh Perempuan berikutnya.
Jakarta, 9 Oktober 2018
Jumisih