Search
Close this search box.

NASIB SERIKATKU YANG HANYA MAMPU BERTAHAN 2 TAHUN (2)

foto.news.viva.co.id

Oleh Tisha

lanjutan dari http://dev.marsinah.id/nasib-serikatku-yang-hanya-mampu-bertahan-2-tahun-1/

Membangun Serikat Buruh

Setelah proses yang memakan waktu, akhirnya kami resmi mendaftarkan serikat ke Dinas Tenaga Kerja. Pendaftaran anggota pertama kali sekitar 40 orang dan kami resmi menjadianggota dari sebuah serikat di Bekasi. Walaupun kami tidak pernah ikut konsolidasi, tapi kami para perempuan khususnya yang berstatus karyawan menyambut gembira dan itu hampir setengah dari jumlah karyawan yang ada. Karena kalau boleh jujur hampir semua karyawan menginginkan perubahan dan berharap bisa terlepas dari cengkraman Pak Sukur. Di perekrutan anggota pertama kali, kami belum bisa mengajak karyawan borongan, atau harian, karena posisi mereka pasti terancam. Dan kebanyakan dari mereka pada merasa ketakutan. Pada saat pembentukan serikat, kami mau digugat oleh perusahaan karena tanpa persetujuan dari manajemen telah mendaftarkan dan mendirikan serikat atas nama PT  Jaya. Mulailah terjadi iintimidasi, perdebatan, perundingan.

Saat itu, kami menuntut agar perusahaan mau mengakui serikat kami. Dan kami meminta dikeluarkannya SK bagi karyawan. Agar status kami sebagai karyawan jelas. Dan kami juga menuntut agar hak-hak normatif kami diberikan, yaitu uang transport, upah sektoral 2 sesuai KepMen. Dan minta diangkatnya karyawan borongan harian menjadi karyawan tetap karena kami prihatin sama mereka. Mereka sudah bekerja sudah sekian lama tapi status masih saja borongan harian. Terjadi beberapa kali perundingan bipartit yang tak kunjung mendapat kesepakatan sampai berlanjut ke tahap mediasi yang difasilitasi pihak Disnaker.

Situasi semakin meruncing saat ketua kami Bung Restu tiba-tiba dipecat dengan alasan karena kelalaiannya telah merugikan perusahaan sebesar tujuh ratus juta rupiah dan pemutusan kontrak sepihak terhadap karyawan kontrak yang dianggap mendukung aksi kami menolak lemburan. Kami menuntut agar semua dipekerjakan kembali. Negosiasi berlangsung alot, saat itu hadir kepala HRD baru, Bu Sinta namanya. Dia berasal dari Ambon dan bapaknya seorang jenderal. Pihak perusahaan pun menyewa pengacara. Saat itu dari serikat kami diadvokasi oleh Bung Samsul, yang pada saat itu aku belum mengenalnya secara langsung. Cuma sekedar mendengarnya dari cerita karyawan laki-laki yang sering ikut konsolidasi.

Akhirnya, perusahaan memutuskan menyetujui beberapa poin tuntutan kami. Tapi perusahaan tetap akan memecat ketua dan 6 orang karyawan kontrak yang dianggap mangkir. Dengan berbagai pertimbangan bukannya kami sengaja mengorbankan ketua atau yang lainnya. Tetapi dalam sebuah perjuangan selalu ada yang harus dikorbankan dan ketua yang sangat bijak meminta kita semua agar mengikhlaskan dia. Lebih baik dia sendiri yang menjadi korban, untuk bisa menyelamatkan seluruh anggotanya. Dan yang penting semua tuntutan kita dipenuhi. Kami sedih tapi salut dengan keputusan ketua itu.

Kesepakatan didapatkan, dan dicantumkan ke dalam Perjanjian Bersama (kemudian disebut PB). Poin-poin yang kami minta akan dipenuhi tapi bertahap. Pada tanggal 1 Agustus 2012 kami menerima SK yang menyatakan pengangkatan kami sebagai karyawan tetap PT Jaya terhitung sejak kami mulai bekeja di PT  Jaya. Sementara pengangkatan borongan akan diproses sebulan kemudian. Jaminan pemeliharaan kesehatan (PK) pun bisa kami nikmati. Itu semua berkat serikat kami.

Perusahaan Mencoba Menghalangi Kami Berserikat

Lalu, apakah ada yang penasaran terhadap reaksi kepala bagianku dengan terbentuknya  serikat? Dia sangat panik. Dari awal mati-matian berusaha agar serikat tidak terbentuk, akhirnya kami berhasil dan dia merasa terpukul dan tidak bisa berbuat apa-apa. Saat itu di bagianku yang semuanya perempuan, aku berusaha membujuk yang lain agar mau berserikat. Walaupun aku tidak pernah ikut berkonsolidasi, tapi aku yakin serikat bisa melindungi kami dari kejahatan-kejahatan yang dilakukan kepala bagianku selama ini. Tapi ternyata ada yang mengadukan ke kepala bagian dan dengan wajah masamnya, dia memanggilku dan pasangan kerjaku yang masih berstatus borongan, namanya Tuti. Sesampainya di dalam, aku lihat mukanya seram, matanya melotot ke arahku. Lalu dia mulai marah-marah dan mencari kesalahan-kesalahanku yang aku nilai sangat mengada-ada, agar bisa memarah-marahiku. Karena dia sendiri tahu selama ini pekerjaanku baik, dia selalu mempercayakan pekerjaan yang penting padaku karena yang lain dianggap tidak mampu. Saat ada pekerjaan sulit pasti aku yang disuruh.

Saat itu dia mempermasalahkan hasil kerjaku yang menurutnya sangat sedikit. Lalu aku tanya yang kapan dan barangnya apa? Dia langsung mengambil laporanku. Lalu aku menjelaskan itu hasil dalam 3 jam bukan dalam sehari. Dan selebihnya aku mengerjakan yang lain dan di situ ada keterangannya. Mungkin karena dia buru-buru jadi tidak teliti.

Dan aku balik bertanya: “Apa dalam 3 jam hasil segitu menurut bapak masih kurang?”

Tapi dia diam dan mengambil laporan yang lain. Mungkin dia asal ambil, dan itu kesalahan buat dia. Aku ambil dari tangannya lalu aku bacakan, kemudian kubandingkan dengan laporan yang menurut dia bagus. Dan hasilnya? Pendapatanku tetap lebih banyak dari pada orang lain yang dia banggakan itu. Apalagi kalau dibandingkan dengan orang lain yang aku tahu kerjanya lebih lamban.

Gak berhasil dengan pendapatnya, lalu dia mempermasalahkan cara kerjaku.

Dia bertanya ke Tuti “Apa kalian ada masalah?”

Tuti bengong dan cepat-cepat kujawab. Aku takut kalau Tuti yang jawab malah dicari kesalahan dan bisa diberhentikan karena statusnya masih borongan.

Aku jawab “Kita gak ada masalah apa-apa.”

Lalu dia melotot lagi ke arahku sambil berkata “Kamu jangan mentang-mentang ya?”

Dan aku pura-pura gak tahu apa maksudnya, malah balik bertanya “Aku mentang-mentang apa pak? Di sini aku gak merasa punya salah, tapi bapak marah-marah gitu aja.”

Lalu dia bilang “Sekarang kalian keluar, dan mulai sekarang kalian kerja sendiri-sendiri, gak boleh bareng.”

Dan aku sahutin aja “Gak masalah Pak, niat kami datang ke sini untuk bekerja. Gak masalah sendiri atau berdua.”

Sekeluar  dari kantornya aku sangat kesal dan mengadukan hal itu ke pengurus PUK[1] kami, Widhi.

Tapi sebelum PUK kami bertindak, dia klarifikasi duluan. Dia mendatangiku di lokasi kerja dan baik-baikin. Malah aku diminta untuk ikut sosialisasi kesehatan JPK mewakili divisi sortir. Karena memang aku sering mengikuti sosialisasi itu, lalu dia mendekati PUK-ku. Dan menyatakan gak ada masalah apa-apa dengan hasil kerjaku.

“Lalu tadi apa dong?” Aku jadi makin sebel. Aku sampai bertanya kepada kepala bagian itu “Sebenarnya masalah bapak apa sih? Masalah pribadi atau masalah kerjaan? Bapak harus profesional dong!”

Tapi dia malah senyum-senyum dan meminta kasus ini tidak diperpanjang. Padahal saat itu aku masih kesal. Tapi ya sudahlah. Kami senang dengan adanya serikat bisa memberikan pelajaran kepada kepala bagianku itu agar tidak semena-mena. Sekarang dia selalu bersikap manis, atau lebih tepatnya lagi dimanis-manisin. Dan pura-pura mendukung serikat kami.

Buruh Kontrak Diangkat Jadi Buruh Tetap

Pada bulan Sepetember 2012 karyawan borongan yang masa kerjanya di atas 2 tahun diangkat menjadi karyawan tetap, sedangkan yang masa kerjanya di bawah 2 tahun dikontrak selama 6 bulan, sesuai yang tercantum di PB. Sebenarnya sebelum pengangkatan pun, aku sudah ngajak temanku Tuti dan Asri untuk bergabung dengan serikat. Tapi karena status mereka masih harian, kami menyembunyikannya. Tapi setelah pengangkatan karyawan, aku mulai mendekati yang lain seperti Vina, Rosi, dan beberapa orang lainnya. Akhirnya mereka yang selama ini begitu patuh pada perusahaan dan sebagai anak buah Pak Sukur, bersedia bergabung dengan kami karena merasa sudah melihat keberhasilan PUK kami dan bisa ikut menikmati semua fasilitas, termasuk diangkat menjadi karyawan.

Tapi ternyata, ada yang terlewatkan dan sempat jadi masalah. Teh Wati yang pada saat pengangkatan sedang cuti melahirkan. Pada tanggal yang telah ditentukan dia masuk kerja seperti biasa. Tapi baru sejam bekerja, tiba-tiba dia dipanggil pihak HRD. Dan diminta pulang lagi karena perusahaan belum membutuhkan tenaganya. Dan kita semua tahu itu cuma sekedar alasan. Teh Wati menangis dan bilang kalau surat yang diajukan sebelum cuti ya sampai tanggal ini. Perusahaan berdalih kalau borongan harian tidak ada cuti hamil. Di sana kekompakan kami diuji lagi oleh manajemen yang keukeuh tidak mau menerima Teh Wati bekerja lagi.

Kami sebagai teman-temannya merasa kesal. PUK kami mengancam akan off line[2] kalau Teh Wati ditolak bekerja lagi. Dan PUK juga meminta pihak manajemen agar mengangkat Teh Wati sebagai karyawan tetap seperti yang lain yang masa kerjanya di atas 2 tahun. PUK bernegosiasi dengan pihak manajemen, hingga sore baru tuntutan kami dipenuhi. Teh Wati bekerja lagi, dan diangkat sebagai karyawan tetap.

Pengurus Di-PHK, Upah Tak Dibayar Sesuai Ketentuan

Pada bulan Januari 2013 kami mulai menikmati upah UMSK II sebesar dua juga tiga ratus tiga ribu rupiah dan uang transport. Walaupun tak seberapa tapi kami tetap bersyukur, semua berkat perjuangan dan pengorbanan para pengurus. Dan kami mulai mengadakan pemilihan ketua. Akhirnya Randi terpilih menjadi ketua, Ferdi sebagai wakil ketua I. Manajemen mulai mengakui keberadaan serikat kami. Suasana kerja kondusif tidak ada yang selalu marah-marah setiap hari. Kami semua terlena dengan keberhasilan yang sesaat itu, tak sadar kalau sebenarnya ancaman sedang mengintai. Padahal berkali-kali Bung Maksum mengingatkan, kami tak acuh saja.

Pada pertengahan tahun 2013, ketua kami mulai kena kasus. Karena dianggap mangkir dan sering bolos tanpa alasan. Saat hendak diadvokasi dia menolak dengan alasan bisa sendiri. Saat itu dia sudah mendapat SP3 dan diskorsing. Saat kebetulan aku bertemu dia di mushola, aku menanyakan tentang kasusnya sampai di mana.

Kata dia “Lagi mengajukan permohonan PHK.”

Aku langsung bertanya dan berfikir “Kenapa PHK harus diajukan dulu? Bukannya kalau perusahaan mau mem-PHK, ya PHK saja?”

Biasanya juga seperti itu. Terlalu banyak kejanggalan. Sampai akhirnya dia resmi keluar, banyak kabar miring yang beredar. Dari dia yang mendapat kompensasi sampai ratusan juta sampai dia bekerja di perusahaan yang dibawahi oleh Bapak Riki, orang APINDO yang disewa oleh pihak manajemen untuk menghadapi serikat kami. Kami tidak ada yang tahu ada perjanjian apa di antara mereka. Dengan keluarnya ketua, otomatis wakil Ketua I naik menjadi ketua.

Di saat bersamaan,  kami sedang akan menghadapi kenaikan upah di tahun 2014. PUK sudah melayangkan surat himbauan agar perusahaan tetap menjalankan upah sesuai PB dari bulan Desember tapi tidak ada tanggapan. Lalu bulan Januari PUK melayangkan lagi surat, tidak direspon. Sampai akhirnya di awal Februari kami menerima upah tidak sesuai dengan yang diharapkan. Yaitu menggunakan UMK 2014 bukan UMSK seperti perjanjian sebelumnya.

Kami mempertimbangkan itu, dan jawaban manajemen adalah “Upah UMSK yang kemaren itu ada kekeliruan dan kami mengembalikan lagi ke semula.”

Kami berfikir “Aneeh…”

Oh ya, perlu diketahui juga kalau di bulan September itu pihak manajemen sudah mulai merekrut preman Ambon untuk berjaga dengan berkedok sebagai security. Kami tetap menuntut agar upah kami diberikan sesuai kesepakatan dalam PB.

[1]     PUK singkatan dari Pimpinan Unit Kerja, adalah sebutan untuk unit serikat tingkat pabrik.

[2]     Offline artinya menghentikan produksi atau mogok.

 

bersambung 

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Merebut Keadilan di Hari HAM

Rintik hujan menemani perjalanan kami ketika sore tiba. Tepat di seberang istana, warna – warni balon menghiasi taman aspirasi. Puluhan orang dari beragam kelompok sedang

Pemutaran “Angka Jadi Suara” di Pulau Dewata

Denpasar – Selasa (9/5/2017), Berangkat dari keinginan untuk membangun kesadaran di kalangan mahasiswa mengenai persoalan kekerasan seksual yang dialami oleh buruh perempuan dan perempuan pada

Andai Saja

‘Andai Saja’ berupa empat kali berupa obrolan dengan pendengar melalui telepon on-air, tentang pengandaian menjadi seseorang yang lain. Mengudara tiap hari Sabtu jam 2 siang

Perempuan Tidak Akan Diam: Melawan Pemiskinan, Kekerasan, dan Kriminalisasi

“Kita sudah terlalu lama diam dan berharap pemerintah peduli, tapi justru makin banyak perempuan kehilangan pekerjaan, kehilangan hak, bahkan kehilangan nyawa! Kita turun ke jalan hari ini bukan hanya untuk protes, tapi untuk menuntut perubahan yang nyata,” tegas Ajeng, perwakilan dari Aliansi Perempuan Indonesia (API).

TARGET

Oleh : Thin Koesna “Kalau belum dapat target belum boleh pulang ayoo buruan kerjanya!”, teriak pengawas atau yang lebih keren, namanya supervisor. Sang supervisor ini