Buruh perempuan menanggung penindasan lebih, karena ia tak hanya ditindas sebagai buruh namun juga sebagai perempuan. Menjadi buruh perempuan artinya menerima upah lebih murah dibanding buruh lelaki, lebih rentan pelanggaran, kesehatan reproduksinya tak pernah diperhatikan, diwajibkan menanggung kerja domestik dan sering menjadi korban kekerasan seksual dan pelecehan seksual baik di tempat kerja, di rumah maupun di jalanan.
Banyak penindasan yang dialami buruh perempuan, namun kami sengaja secara khusus mengusung perjuangan melawan kekerasan seksual karena penting untuk diangkat. Tahun 2013 adalah tahun darurat kekerasan seksual. Dari catatan tahunan yang dikeluarkan oleh Komnas Perempuan tahun 2013, terdapat 279.760 kasus kekerasan terhadap perempuan. Kekerasan seksual meningkat menjadi 5.629 kasus, dari sebelumnya 4.336 di tahun 2012. Atau berarti dalam 3 jam setidaknya 2 perempuan mengalami kekerasan seksual. Sayang, situasi darurat ternyata belum membuahkan respon darurat baik dari kalangan pergerakan maupun pemerintah. Mungkin ada yang salah dengan negeri kita, dengan kita sendiri,sehingga angka kekerasan seksual yang terus meningkat belum cukup mengusik hingga membuahkan gelombang protes yang massal. Padahal kekerasan seksual berujung pada pembunuhan sudah marak terjadi, seperti yang menimpa almarhum teman kami, Nur Halimah. Kasus yang menimpa Nur adalah salah satu contoh tidak amannya tempat kerja bagi perempuan. Seperti yang diketahui, Nur tewas di tempat kerja (laundry) karena terus melawan ketika hendak diperkosa oleh teman kerjanya. Tunduk dan hormat kami untuk Nur yang terus melawan hingga akhir.
Tidak amannya tempat kerja bagi perempuan, setidaknya juga muncul dari diskusi – diskusi hunian serta bedah kasus yang kami lakukan terhadap buruh –buruh perempuan di KBN Cakung. Kasusnya beragam dan telah menjadi catatan kami. Tanpa bedah kasus dan diskusi hunian, mustahil suara itu bisa kami dengar. Apa yang menimpa Nur Halimah dan buruh perempuan di KBN Cakung adalah cerminan bagaimana tubuh perempuan selalu jadi obyek seksual sehingga dianggap wajar bila dilecehkan. Pun terus dipersalahkan dan justru jadi korban berkali – kali oleh masyarakat, aparat hukum, bahkan oleh keluarga. Bila demikian, perempuan selamanya sulit berjuang dalam organisasi dengan maksimal, juga dalam berkembang meningkatkan kemampuan diri.
Karenanya penting bagi kami, buruh perempuan KBN Cakung, agar pihak KBN Cakung dan pemerintah mengambil tindakan segera terkait kekersan seksual di tempat kerja. Kami, FBLP dan Radio Marsinah menuntut:
- Agar KBN Cakung Membangun Posko Pembelaan Buruh Perempuan, dimana buruh perempuan bisa mengadukan pelecehan seksual dan kekerasan seksual yang menimpanya.
- Agar KBN Cakung memasang papan pengumuman “Larangan Kekerasan Seksual” di setiap sudut kawasan sebagai bentuk peringatan
- Agar pemerintah menegakkan hukum bagi para pelaku pelecehan seksual dan kekerasan seksual.
Ketiga hal di atas sangat penting agar korban bisa mengadukan persoalannya. Selama ini absennya negara dalam persoalan kekerasan seksual membuat korban lebih memilih diam sehingga kekerasan seksual terus menjadi kejahatan sunyi. Marak terjadi tapi nyaris tak terdengar. Tak mudah bagi perempuan korban untuk bicara, karena bicara pun adalah sebuah proses yang tak bisa dilalui sendirian. Maka, korban tak boleh sendiri. Kitalah, sesama rakyat, baik lelaki maupun perempuan yang harus menemani para korban agar korban jadi pejuang. bersama dalam barisan kita. Dan itu mensyaratkan semakin banyak organisasi serius mengenali kekerasan seksual, menjadikannya program perjuangan sama pentingnya dengan upah, kenaikan harga BBM dan persoalan rakyat lainnya. Memang tidak mudah, karena belum jadi kepentingan banyak orang, karenanya kami tidak boleh berhenti dan terus mengajak.
Akhir kata, kami ucapkan selamat Hari Anti Kekerasan Pada Perempuan. Katakan tidak pada kekerasan seksual, mari korban jadi pejuang karena rakyat pasti menang.