Sejak pemberlakuan PP78 tahun 2015 sebagai landasan upah murah, banyak sekali para pemodal asing yang berbondong – bondong masuk ke negeri ini, terutama pemodal dari China. Baik bergerak dalam bidang industri otomotif, elektronik maupun bidang yang lain. Mereka berlomba – lomba untuk meraup keuntungan sebesar – besarnya di negeri kita, dengan jaminan upah murah yang diberikan oleh Rezim pemerintah saat ini, yang mengacu pada kenaikan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang ditentukan oleh Badan Pusat Statistik. Dan semakin terpuruk saja kondisi ekonomi buruh Indonesia yang menempati posisi ke tiga dari bawah di Asia Tenggara.
Dampak PP 78 sangat dirasakan oleh kaum buruh Indonesia, terutama yang bekerja di industri garment. Ketika kita bicara tentang industri garment, maka yang akan selalu teringat adalah keberadaan buruh perempuan, ya buruh perempuan. Buruh perempuan yang sangat mendominasi dalam keberadaan industri garment, nasibnya sangatlah miris dengan upah yang sangat murah, serta sedikitnya tunjangan yang diterima. Bahkan, banyak sekali perusahaan yang tidak memberikan hak – hak buruh perempuan yang tercantum pada UUK 13/2003, contohnya cuti haid, cuti hamil, hak untuk memerah ASI, bahkan penangguhan upah dibawah ketentuan yang didapat oleh buruh perempuan. Ini sangatlah tidak manusiawi. Dimana keberadaan negara ketika Kaum buruhnya diperlakukan sewenang – wenang oleh para kapitalis yang hanya mengeksploitasi sumber daya alamnya, sumber daya manusianya, serta pengrusakan terhadap lingkungan?
Aku melakukan beberapa survei di kawasan industri yang terletak di Kabupaten Bekasi, Karawang, serta kawasan zona terkait tentang pelanggaran ketenagakerjaan di pabrik garment. Berikut kejadian – kejadian yang aku temukan :
1. Tidak diberikan nya cuti haid
2. Pemutusan hubungan kerja bagi buruh perempuan yang menikah
3. Pemutusan hubungan kerja bagi buruh yang hamil, baik menikah ataupun diluar nikah
4. Tidak adanya ruangan untuk memerah ASI bagi yang baru melahirkan
5. Upah yang dibayarkan jauh di bawah ketentuan
6. Upah ditangguhkan sampai batas waktu yang tidak ditentukan
7. Upah lembur yang dibayarkan tidak sesuai
8. Jam lembur yang tidak wajar bisa sampai 7 jam dll
Kenapa semua ini bisa terjadi? Setelah aku coba investigasi ternyata ada beberapa sebab yaitu :
1. Tidak adanya Serikat buruh
2. Ada Serikat buruh tetapi tidak adanya pendidikan untuk para anggotanya
3. Pengurus Serikat buruh dipimpin oleh level Supervisor ke atas
4. Sedikitnya pengurus Serikat buruh dari kaum hawa (buruh perempuan)
Ya inilah beberapa sebab yang melanggengkan penderitaan buruh perempuan.
Sudah saatnya buruh perempuan bersatu, berkumpul untuk membentuk sebuah organisasi Serikat Buruh, serta belajar untuk mengenal apa saja yang menjadi hak – hak buruh perempuan. Dan mau memperjuangkan haknya yang selama ini dicuri oleh para kapitalis, serta para kompradornya (tangan – tangan kapitalis), baik dari unsur oknum Serikat Buruh yang selama ini mencoba menutupi hak – hak buruh perempuan. Bukankah sudah tertuang dalam Pancasila sila ke 5 “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, artinya perempuan memiliki hak dan kedudukan yang sama dengan kaum pria. Dan buruh perempuan harus berani mengatakan “STOP DISKRIMINASI TERHADAP BURUH PEREMPUAN”.
Menjelang hari “Internasional Women Day” pada tanggal 8 maret 2018, aku mengajak kepada seluruh buruh perempuan untuk bersama – sama turun kejalan untuk menyuarakan bahwa nasib buruh perempuan di negeri ini masih termarjinalkan. Hidup Buruh Perempuan yang Melawan.
IWD 2018
YNR 110218