Rapat Akbar KBN Cakung/ dok dev.marsinah.id
Oleh Abu Mufakhir*
Menurut saya, cara terbaik menghadapi serangan balik paska-mogok serentak adalah melakukan grebek pabrik, atau aksi solidaritas lintas pabrik dan lintas serikat. Persis seperti yang dilakukan oleh kawan – kawan Subang. Mereka menggrebek pabrik yang menghukum buruhnya yang ikut dalam pemogokan. Hukuman itupun kemudian dicabut. Menghadapi serangan balik dengan cara-cara advokasi sesuai aturan UUK 13/2003 atau legal-formal, sulit untuk menjadi efektif, baik dalam melawan serangan balik itu sendiri, maupun membangun solidaritas. Bahkan bisa terjebak dalam argumen hukum soal sah tidaknya pemogokan yang diajukan pihak perusahaan.
Selain itu, pendekatan legal-formal hanya akan membatasi perlawanan oleh satu serikat untuk korban yang hanya anggotanya. Dan kita juga tahu prosesnya akan lama. Sementara bagaimana dengan korban serangan balik dari serikat lain? Bagaimana dengan korban dari serikat yang perangkat induknya tidak mendukung pemogokan serentak? Atau bagaimana dengan korban yang belum berserikat? Advokasi legal-formal sulit untuk menjawab dan melampaui persoalan itu. Selain itu, tidak semua serikat memiliki kapasitas melakukan pembelaan yang sama. Sementara, serangan balik itu muncul sebagai respon atas komitmen bersama untuk melakukan pemogokan serentak. Karenanya semua serangan balik harus dihadapi bersama-sama. Satu serangan balik harus dimaknai sebagai serangan balik kepada semua yang berkomitmen terhadap mogok serentak. Karenanya, asal serikat, sikap serikat induknya atas pemogokan, atau blm berserikat, menjadi tdk relevan lagi. Solidaritas tidakk melihat itu semua. Di Jakarta Utara, ada komitmen serangan balik akan dilawan bersama-sama oleh seluruh serikat yang terlibat dalam mogok serentak.
Lalu Kenapa Grebek Pabrik?
Serangan balik membutuhkan respon cepat, dan dengan grebek pabrik, kita bisa mengubah dengan efektif, posisi bertahan menjadi menyerang. Jika dilakukan dengan pendekatan legal formal, cara menghadapi serangan balik akan kehilangan unsur terpenting, yaitu kejutan pada lawan. Spontanitas di dalam solidaritas: inilah kuncinya. Praktik ini bisa menghindarkan kita dari kebiasaan mengandalkan jalur advokasi formal yang tidak partisipatif dan hanya memposisikan departemen advokasi sebagai pihak yang paling tahu dan bertanggung jawab. Lebih jauh lagi, ini bs menjadi tandingan atas birokratisme serikat buruh, khususnya dalam tradisi penanganan kasus. Dengan grebek pabrik, semua bisa membela semua. Walau berbeda serikat, bahkan belum berserikat. Terakhir, dengan grebek pabrik, kita kembali pada pertarungan di jalanan. Dulu, waktu grebek pabrik di Bekasi tahun 2012, ini sering disebut sebagai “Penegakan Hukum Jalanan”. Dengan grebek pabrik, kita bisa mengubah posisi bertahan menjadi menyerang. Harapannya, dari grebek pabrik, atmosfir perlawanan kembali naik. Jika begini, bisa saja, muncul perlawanan yang melampaui perlawanan atas serangan balik. Insya Allah. Hidup Buruh!
*bergiat di Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS)