Search
Close this search box.

Eyang Sri: Peran Perempuan Dalam Kemerdekaan

tulisan ini adalah hasil wawancara tim marsinah fm dengan Sri Sulistyawati (eks anggota Gerwani)

Eyang Sri, demikian kami memanggilnya, menyambut kami dengan hangat, mana kala kami datang di kediamannya di wilayah kampung Pulo, Jakarta Timur.

Kepada Marsinah FM, perempuan bernama lengkap Sri Sulistyawati ini menceritakan awal ia terlibat dalam pergerakan. Di usianya yang masih remaja, tepatnya kelas 2 SMP (Sekolah Menengah Pertama), ia sudah bergabung di IPI (Ikatan Pelajar Indonesia)Bandung. Dengan bersemangat, bagaimana IPI Bandung terlibat aktif dalam pemilu pertama. Selain itu aktif terjun ke masyarakat seperti mengajar menulis sebagai bentuk membrantas buta huruf bersama Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia).

Di masa pemerintahan Bung Karno, Sri yang lahir 76 tahun silam ini menyampaikan, peran perempuan tak perlu diragukan lagi. Bahkan sejak perjuangan mencapai kemerdekaan, peran perempuan cukup besar. Ambil contoh dengan adanya LASWI (Laskar Wanita Indonesia). Tak heran, bila kemudian muncul sosok SK Trimurti sebagai menteri  ketenagakerjaan pertama Indonesia.

Sri menambahkan “Perjuangan tidak bisa lelaki saja. Republik Indonesia berdiri karena siapa? Kalau tidak ada LASWI (Laskar Wanita Indonesia), ga mungkin. Tentara perempuan, angkat senjata. Berlapis lapis, ada yang garis depan,ada yang garis belakang itu dapur umum, ini palang merah, jadi berjuang bersama. Siapa yang mengumumkan kemerdekaan di radio, di Purworejo, perempuan, dengan Joop Ave. Itu di jaman Soekarno ya”

Salah satu gerakan perempuan yang mempunyai peran dalam kemerdekaan, tutur Sri adalah Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia). Menurut Sri, Gerwani adalah satu – satunya organisasi perempuan masa itu yang langsung turun ke bawah, dengan perjuangan pertama di perkebunan. Melihat buruh perempuan perkebunan memetik teh sambil membawa anak, Gerwani membangun Tempat Penitipan Anak supaya bisa meringankan beban buruh perempuan perkebunan. Gerwani jugalah yang mempunyai program pembrantasan buta huruf, terutama di pedesaan. Perempuan desa, terutama daerah perkebunan, Gerwani bekerja sama dengan IPI membantu rakyat untuk belajar baca tulis. Memang, buta huruf tidak bisa langsung diberantas, tapi pelan – pelan, sedikit – sedikit mulai melek huruf yang akhirnya bisa meningkatkan taraf hidup. Tak hanya itu, dengan melek huruf bisa merubah kebudayaan. “Misalkan untuk sajen, ayam segar dipotong, tapi untuk diri sendiri, ayam mati dipotong untuk dimakan. Ini adalah masalah budaya, masalah kesadaran, karena tidak tahu.” Lanjutnya.  Dengan melek huruf, menurut Sri, akan pelan – pelan bisa merubah kesadaran semacam itu, yang tidak bagus dampaknya bagi kesehatan. “Saya, waktu itu masih SMP kelas dua, sudah turun ke masyarakat perkebunan di jawa Barat, ketika libur sekolah, membrantas buta huruf”.

Sayang, ketika Soeharto berkuasa, sejarah tentang peran perempuan dalam perjuangan kemerdekaan dan di masa kemerdekaan dihapus begitu saja. Tidak hanya Gerwani, namun juga gerakan perempuan secara keseluruhan tidak dituangkan dalam buku – buku sejarah di sekolah maupun di ruang publik. Di masa Soeharto, peran perempuan yang maju digantikan menjadi sekedar perempuan sebagai “tiyang wingking”. Bila suaminya komandan, maka istrinya juga komandan di Dharma Wanita, jadi bergantung pada pangkat suami, bukan bergantung pada kepintarannya sendiri. Di masa Soeharto, peran perempuan ditekan.

Kini, Soeharto sudah tumbang, gerakan perempuan berkembang lagi. Sri menyampaikan, ada beberapa hal yang menjadi Pekerjaan Rumah bagi gerakan perempuan untuk memajukan perempuan. Pertama, poligami harus dihancurkan, Ke dua menampilkan perempuan di ranah publik, jangan dijadikan tiyang wingking saja. Bahkan meski masih buta huruf, perempuan mesti tampil.  Ketiga Berani. Keberanian, Marsinah, yang sampai hilang nyawa untuk berjuang. Sukinah, yang juga berani, mendirikan tenda perjuangan depan istana negara. Meski perempuan desa, keberaniannya tak diragukan. “Jadinya, satu bukti perjuangan wanita, ya sukinah lah, keberanian demikian”. Dengan berani, perempuan bisa maju.

Agar perjuangan perempuan dan rakyat bisa terus maju, dibutuhkan kebebasan baik di ranah keluarga, maupun negara. Itulah kenapa demokrasi, penting. Jadi sudah tak perlu lagi, Babinsa menangkapi, memukuli. Demokrasi rakyat yang diharapkan, supaya tidak lagi sedikit sedikit ditangkap, sedikit – sedikit ditahan. “Bila cara demikian masih ada, ya nama nya itu diktator kan”

Sri berharap dan berpesan bagi buruh perempuan supaya terus melawan sistem kontrak dan outsourcing. Jangan lagi jadi kuli kontrak. Karena sistem kontrak dan outsourcing sangat menyengsarakan buruh. Pun perda – perda yang diskriminatif pada perempuan, ambil contoh perda yang menangkap kaum perempuan di malam hari karena dianggap PSK, padahal sedang kerja shift malam. Pun juga kasus Marsinah yang tewas dibunuh karena berjuang upah,  baik lelaki maupun perempuan, harus berjuang supaya kasus Marsinah diusut tuntas. Bagi aktifis perempuan, tak lupa Sri menyarankan agar aktifis perempuan turun ke bawah, menyelami apa yang dikerjakan perempuan akar rumput dari situlah masalahnya diangkat, gerakannya dibangun, kenapa Marsinah berjuang upah, apa persoalan perempuan desa seperti Sukinah.

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Layar

‘Layar’ berupa pembacaan karya sastra pendek tentang persoalan dan perjuangan buruh perempuan, dari sastra popular atau karya kiriman pendengar. Mengudara tiap hari Rabu dan Sabtu

RUMAH HANTU

buruh pabrik sedang menginap depan pabrik yang sedang tutup/Marsinah Pintu pabrik tertutup rapat, Dua satpam terduduk lesu, Sesekali berdiri, menerima telpon, berjalan, Gontai, Berusaha menembus

PERINGATAN HARI HAM

10 Desember, Hari Hak Asasi Manusia (HAM) se-Dunia. Kenapa Hari HAM se-Dunia diperingati setiap tanggal 10 Desember ? penetapan tanggal 10 Desember sebagai Hari HAM

NASIB BURUH KONTRAK HAMIL

Oleh Sri Sulastri (Adon)  Tak kunjung usai perjuangan seorang perempuan yang bekerja di pabrik dengan keadaan yang semakin sulit mendapatkan ‘Hak’, sebagai perempuan yang sedang

Koperasi Sebagai Media Pendidikan

“Koperasi adalah sarana untuk bertemu, berbagi pengalaman menjadi pengetahuan bersama” begitulah ungkapan Parti salah satu pengurus di Koperasi Sejahtera FBLP. Sementara Iis yang juga adalah