Oleh Tinta Merah
Jogja – Jumat, 20 Maret 2015, pagi hari pukul 09.00, di depan Food Park lembah, ratusan massa datang menggeruduk kampus UGM. Ratusan massa ini terdiri dari warga Rembang dan Mahasiswa dari berbagai kampus di Yogyakarta. Spanduk, baliho dan poster dibentangkan dengan tullisan-tulisan yang beragam diantaranya ‘Semenmu mengeraskan Nuranimu’, ‘Jangan kau gunakan kecerdasanmu untuk membodohi’. Melihat itu, pihak keamanan kampus sempat menutupi portal menuju fakultas kehutanan yang menjadi tujuan massa aksi namun akhirnya dibuka kembali setelah dinegosiasi. Aksi ini dilakukan untuk menuntut pihak UGM bertanggung jawab dan mengambil tindakan tegas kepada dua dosen yang memberikan kesaksian palsu dalam persidangan PTUN. Seperti yang telah diketahui, warga Rembang tengah berjuang melawan PT. Semen yang dibangun di pegunungan Kendeng. Perusahaan ini dinilai akan memberikan dampak negatif terhadap alam terutama mata air sebagai sumber penghidupan masyarakat Rembang. Namun, hingga kini perjuangan yang dimulai dari tahun 2006 masih belum juga di dengar oleh pemerintah. Ironisnya, para intelektual yang harusnya membela rakyat malah membela pengusaha semen.
Dalam barisan yang rapi, ibu-ibu Rembang tampil di depan disusul oleh barisan mahasiswa masuk ke kampus yang konon katanya disebut-sebut sebagai kampus rakyat. Setelah melakukan orasi di depan fakultas kehutanan, massa langsung menuju gedung rektorat sembari tetap berorasi. Ibu Sukinah, salah satu ibu warga rembang yang telah 9 bulan tinggal di tinda mengatakan bahwa warga hingga kini terus menolak pendirian pabrik. Jika diteruskan maka bisa merusak lingkugan dan mayoritas masyarakat Rembang akan semakin menderita. “Kami selama ini gak pernah bergantung pada pabrik apapun. Kami makan dan menyekolahkan anak dari hasil pertanian dan ternak. Jika perusahaan semen masuk, maka alam rusak, petani akan kehilangan pekerjaan dan terpaksa jadi kuli bangunan”. Kata ibu Sukinah. Mengenai tujuan aksi di UGM, Beliau mengaku sangat kecewa dan sedih terhadap kesaksian palsu yang dilakukan oleh Eko Haryono dan Heru Hendrayana. “Sedih dan Kecewa, banyak orang pintar di kampus sudah gak jujur. Buat apa punya ilmu tinggi-tinggi kalau mudah dibeli, gak mikir nasib rakyat atas kesaksiannya. Untuk itu, kami aksi disini (baca: UGM). Mudah-mudahan mahasiswa tidak seperti mereka (dua dosen UGM)” tegasnya.
Ibu Puji Qomariah, salah satu warga Rembang yang juga menjadi dosen Sosiologi Widya Mataram Yogyakarta, mengaku geram dengan akademisi yang bisa dibeli. “Saya heran kenapa uang bisa menggelapkan nurani seorang akademisi. UGM harus bertanggung jawab dan menindak tegas dua dosen tersebut. Kami tidak akan diam. Kami akan menjaga dan berjuang untuk tanah dan air demi anak cucu nanti. Masyarakat Rembang tidak makan semen!” tegasnya dalam orasi di depan rektorat UGM.
Menjelang pukul 12.00, perwakilan warga yang menemui rektor akhirnya keluar dan langsung mensosialisasikan hasil pertemuan tersebut. Kesepakatan yang dihasilkan diantaranya adalah UGM merespon tuntutan warga Rembang dengan membuat Tim Peneliti yang terdiri dari Dosen dan Mahasiswa dalam waktu dekat. “Kita lihat saja nanti, apakah benar UGM mau menindaklanjuti atau tidak. Semoga saja mereka bisa jujur. Harapan kami untuk Pemerintah dan PT. Semen, jangan ganggu alam kami, jangan ganggu kehidupan kami. Itu saja” tutup Ibu Sukinah.