Malam ini, 13 petugas piket di posko bisa menikmati suasana terang, karena posko sudah dapat aliran listrik dari orang baik. Lampu neon terpasang memanjang di atap tenda, membuat wajah-wajah kami tampak sumringah.
Kondisi ini berbeda dengan hari-hari sebelumnya, dimana posko tampak gelap, atau sesekali nyalain lilin atau membakar sampah agar dapat cahaya.
Orang baik yang membantu kami dengam mengalirkan listrik adalah mas Bayu, dia adalah petugas yang kerja di KBN bagian mengurus surat-surat jalan yang mempunyai ruang kerja sempit di dekat pepohonan deket posko ini di bangun. Di samping ruang sempit itu, ada bangunan toilet, yang kami gunakan juga untuk membuang hajat kecil, hajat besar, untuk wudhu, juga untuk mencuci gelas atau piring selepas kami makan minum. Sikap baik Mas Bayu ini bertolak belakang dengan sikap management Hansae. Masih teringat kejadian rabu sore lalu, usai peringatan 26 tahun kasus Marsinah di depan pintu gerbang PT Hansae Indonesia Utama #3. Sesaat setelah aku minum teh waktu buka puasa, rasanya tak tertahankan ingin kencing, aku berlari-lari kecil menuju pintu gerbang, dan menyampaikan ke satpam ingin numpang kencing, sambil ku pegang kuat-kuat pager pintu gerbang besi itu yang ternyata di gembok.
Ada sekitar 7 satpam di pos satpam, tak satupun beranjak untuk membukakan pintu gerbang. Setelah beberapa saat aku menunggu, baru ku dapat jawaban, bahwa management memerintahkan ke satpam untuk tidak membukakan pintu gerbang bagi para pendemo.
Sekilas ingin ku maki para satpam ini, tapi kesadaran segera menguasai emosi, ya mereka adalah buruh juga. Mba Yati salah satu kawan kemudian merangkul dan membawaku ke salah satu kantin, untuk numpang kencing.
Kamipun membaca kembali
Seperti biasa kami duduk melingkar tepat di bawah lampu neon, jarum jam menunjukkan pukul 21.00 Wib. Seri kedua buku BERLAWAN berjudul “Kemenangan sesudah 14 tahun menunggu” kami baca bergantian, halaman demi halaman. Saat satu kawan membaca, yang lain menyimak dan mendengarkan. Dari sini, kami membangun budaya disiplin dan penghargaan antar kawan. Khan ga mungkin kami sanggup menyimak cerita jika ada canda celoteh sementara kawan lain sedang membaca.
Usai membaca serial dua, kamipun mendiskusikan bersama. Dari beberapa kawan kami dapat ungkapan-ungkapan. Ngadisah misalnya menyampaikan bahwa perjuangan ‘Thole’ dan kawan-kawannya butuh waktu yang sangat panjang, butuh kesabaran dan keuletan. Hal itu yang bisa kita jadian acuan dalam proses perjuangan di kawan-kawan Hansae. Harus menjaga semangat kekompakan, agar tetap terus bisa berjuang bersama.
Kawan Desi menyampaikan bahwa kondisi buruh asbestos, tidak jauh berbeda dengan kondisi buruh garment. Sama-sama mengalami penindasan oleh kapitalis. Jadi musuh buruh apapun sektornya adalah sama, yaitu kapitalisme dan kaki tangannya.
“Serikat buruh adalah alat untuk belajar dan berjuang” ini juga yang kemudian jadi kesimpulan. Tapi tidak semua serikat buruh membela anggota dan memberikan pengetahuan ke anggota, padahal itu kunci utama membangun keterlibatan juang untuk memajukan setiap anggota, sebagai individu-individu yang bergerak dan mempunyai kesadaran.
Akhirnya, kita semua harus menyadari, bahwa tugas sejarah itu ada di pundak kita, pundak-pundak kaum buruh, sebagai kaum tertindas untuk menyusun bangunan kekuatan kaum buruh yang siap berlawan terhadap berbagai penindasan.
Bravo untuk kaum buruh yang berlawan.
Buruh bersatu, tak bisa di kalahkan !
Posko Juang Buruh Hansae
14 Mei 2019 – GM