Jam kerja yang panjang rawan menyebabkan pelecehan seksual di tempat kerja. Pelecehan seksual juga erat berhubungan dengan kerentanan status kerja. Alhasil, perjuangan melawan pelecehan seksual tidak dapat dipisahkan dengan perjuangan merebut hak-hak buruh lainnya.
Hal-hal tersebut disampaikan dalam pemutaran film Angka Jadi Suara di Sekretariat Federasi Serikat Buruh Kerakyatan (Serbuk) Indonesia, Karawang, Jawa Barat pada Minggu, 28 Mei 2017. Pemutaran film tentang pelecehan seksual di tempat kerja itu dihadiri sekitar 20 buruh dari Serbuk, Federasi Serikat Pekerja Pulp dan Kertas Indonesia (FSP2KI), dan karya Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP).
Para penonton membenarkan pesan film tersebut. Film itu mengangkat tentang maraknya pelecehan seksual di tempat kerja. Salah satu penonton, Yanto, dari Federasi Serbuk, melihat pelecehan seksual muncul salah satunya akibat jam kerja berkepanjangan. “Situasi jenuh karena jam kerja panjang, lalu menggoda,” ujarnya.
Selain berhubungan dengan jam kerja, pelecehan seksual merajalela karena banyak korban pelecehan seksual tidak memiliki kepastian kerja. Ini membuat para buruh takut mengkritik atasan. “Banyak pelecehan yang terjadi terhadap buruh perempuan tetapi ketakutan yang terjadi karena pelakunya adalah petinggi perusahaan,” ungkap Bambang Tambora, Koordinator FSP2KI Jawa Barat.
Kondisi kerja itu diperparah dengan kebiasaan buruk menyalahkan perempuan. Perempuan kerap disalahkan ketika menjadi korban pelecehan dengan alasan menggunakan pakaian yang tidak pantas. “Saya tidak setuju kalau Perempuan disalahkan karena pakaian, pakaian seksi itu khan hak, lagian buruh kadang juga pakai seragam mana seksi? bahkan pernah saya pakai jilbab juga tetap digoda,” ujarnya.
Ketua Umum FBLP Jumisih menegaskan perjuangan melawan pelecehan seksual berhubungan erat dengan perjuangan hak-hak normatif lainnya. Status kontrak dan outsourcing semakin membuat buruh lemah posisi tawarnya. “Sehingga perjuangan dalam isu Perempuan dan perjuangan penghapusan sistem kerja kontrak sama pentingnya, tidak satu melenyapkan yang lain,” tegasnya.
Selain itu, Khamid Istakhori, Komite Eksekutif SERBUK Indonesia mengapresiasi karya Angka Jadi Suara. Ini karena advokasi terhadap pelecehan seksual di tempat kerja dimulai dengan pencarian fakta dan data tentang pelecehan seksual di Kawasan Berikat Nusantara, Cakung, Jakarta Utara. “FBLP bergerak berdasarkan data, itu yang penting dan patut diapresiasi,” ungkap Khamid.
Film Angka Jadi Suara mengangkat kasus pelecehan seksual di KBN Cakung. Film ini menceritakan proses advokasi Komite Buruh Perempuan untuk mendirikan posko pembelaan buruh perempuan di KBN Cakung dan proses menjadikan kawasan itu bebas dari pelecehan seksual. Film dengan genre dokumenter tersebut sudah diputar di berbagai kota di antaranya di Jakarta, Bandung, Bali, Jogjakarta, Purwokerto dan Semarang