Di awal 1990an, perusahaan tekstil di New York mengunci para buruh di pabrik. Ini lumrah mereka lakukan dengan dalih untuk mencegah pencurian dan agar buruh tidak melakukan istirahat ketika bekerja. Alhasil, sebanyak 146 buruh garmen, 123 adalah perempuan, di perusahaan Tirangle Shirtwaist tewas terpanggang atau terjun dari ketinggian ketika api melahap gedung bertingkat tersebut.
Kondisi kerja buruh perempuan di New York, salah satu produsen tekstil ternama ketika itu, sungguh memprihatinkan. Mereka bekerja 10-12 jam per hari dengan upah rendah dan lingkungan kerja yang buruk. Pemogokan menjadi langkah yang tidak terhindarkan.
Sebuah perlawanan mengejutkan terjadi di 1909 di New York. Perlawanan ini melahirkan perbaikan kondisi kerja dan peningkatan demokrasi di tempat kerja. Pada 1910, mogok buruh yang mayoritas perempuan itu diperingati sebagai Hari Buruh Internasional.
Spontan Memogokan Kawasan New York!
Pada rapat akbar buruh New York di November 1909, para pimpinan serikat buruh di New York yang mayoritas pria berbicara panjang soal perlunya aksi solidaritas bagi pemogokan spontan buruh tekstil di perusahaan Triangle Shirtwaist Company dan Leiserson. Berjam-jam mereka berdebat soal persiapan aksi dukungan tersebut dengan penuh pertimbangan.
Clara Lemlich yang tidak sabar mengajukan tangan meminta waktu. Lemlich merupakan perwakilan International Ladies’ Garment Workers’ Union atau Serikat Buruh Garmen Perempuan Internasional. Ia naik ke podium dan dengan berapi-api dan berorasi :
“Saya menyimak semua pembicara, dan tidak sabar untuk mengatakan. Saya buruh perempuan, termasuk yang mogok melawan kondisi yang tidak dapat ditolerir. Saya lelah mendengar semua berbicara.. Kita di sini untuk memutuskan mogok atau tidak. Saya mengusulkan pemogokan kawasan!,”
Peserta rapat akbar menyambut perempuan 23 tahun itu dengan tepuk tangan riuh. Lemlich lantas menyampaikan sumpahnya sambil mengangkat tangan, “Jika saya berkhianat, biarlah lengan ini putus!”
Esoknya, sekitar 70 persen buruh di industri pakaian di New York tersebut mogok! Sebanyak 20 ribu dari 32 ribu pekerja turun ke jalan memprotes kondisi kerja buruh tekstil di New York! Pemogokan umum ini jauh di luar perkiraan serikat-serikat ketika itu.
Aksi spontan tersebut berlangsung selama 14 minggu dan berakhir dengan “Protokol Perdamaian.” Sejarawan Richard A. Greenwald menyebut protocol ini sebagai hal yang revolusioner. Sebab, “Protokol ini menembus langsung pada jantung permasalahan industrial Amerika: demokrasi di tempat kerja.” Demokrasi ini tercermin dari pembentukan Dewan Gabungan Pengendalian Kebersihan. Dewan ini terdiri dari serikat dan pengusaha untuk memastikan tidak ada buruh yang bekerja di ruang terkunci dan memperbaiki kondisi kerja. Protokol itu juga melahirkan dewan penyelesaian sengketa industrial. Dewan ini terdiri dari pengusaha, serikat, dan pihak ketiga yang netral.
Dari Buruh Perempuan New York untuk Perempuan di Dunia
Mogok spontan tersebut lantas mulai diperingati 1910 oleh Partai Sosialis Amerika. Pada Agustus 1910, pemogokan umum di New York menginspirasi Konferensi Perempuan Sosialis Internasional, di Denmark untuk menetapkan Hari Perempuan Internasional.
Sebanyak 100 perempuan yang mewakili 17 negara di konferensi lantas menyepakati usulan tersebut. Penetapan Hari Perempuan Internasional dianggap perlu sebagai strategi untuk mengkampanyekan hak perempuan untuk mencoblos dalam pemilu.
Setahun setelah konferensi, lebih sejuta orang berunjukrasa di Austria, Denmark, Jerman, dan Swis pada Maret 1911. Mereka menuntut hak persamaan perempuan dan pria untuk memilih. Selain itu, mereka turut mendesak persamaan peluang bagi perempuan untuk menduduki jabatan di pemerintahan. Aksi besar itu juga menyerukan agar diskriminasi terhadap perempuan di dunia kerja berakhir.
Sejak itu, Maret selalu dirayakan sebagai Hari Perempuan Internasional. Sejarah perjuangan yang melahirkan hari itu juga menjadikan pembeda penting peringatan Hari Perempuan Internasional dengan hari lainnya. Kita lumrah merayakan sejumlah hari yang terkait dengan perempuan terutama Hari Kartini, Ibu, dan Valentine. Namun, Hari Perempuan Internasional atau International Women Day (IWD) , sebagaimana dirancan sejak awal, memiliki makna politik menuntut kesetaraan laki-laki dan perempuan.