Tanggal 9 juni 2021, saya dan seorang kawan mewakili FSBPI (Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia), ikut aksi demonstrasi solidaritas dan audiensi ke Kemnaker bersama FBTPI (Federasi Buruh Transportasi Perjuangan Indonesia). Kami juga berharap berkesempatan turut menghadiri audiensi untuk menyampaikan problem buruh yang terPHK dari pabrik garmen bernama Harapan Busana Aparel.
Saya dan Rosmidah, Ketua serikat FSBPI PT. Harapan menuju kantor Menaker mokom (mobil komando). Sesampainya di gedung Kemnakertrans, massa aksi riuh dengan orasi – orasi yang membangkitkan semangat, diantaranya orasi dari Ilhamsyah sebagai Ketua KPBI (Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia).
Setelah orasi 30 menit, perwakilan dari mereka dipanggil audensi. Sayang, saya dan Ros tidak berkesempatan turut serta beraudiensi karena perwakilan sangat dibatasi. Namun, kami tidak menyerah. Segera, kami berdua menuju ruangan tempat penerimaan surat utnuk memeriksa apakah surat aduan kami sudah sampai di tangan Dirjen Perselisihan Hubungan Industrial. Salah seorang pegawai kemudian bilang kalau surat sudah dikirim ke Dirjen tapi kami tidak tahu tindak lanjut dari Dirjen PHI seperti apa. Akhirnya, kami diarahkan ke lantai 8 di gedung B mempertanyakan langsung ke Dirjen PHI.
Saya, Ros beserta Sekjen FSBPI, Damar Panca langsung ke lantai 8 menemui staf Dirjen PHI yang mengarahkan kami agar menyurati Sekjen PHI. Dia mengatakan akan menghubungi Sekjen PHI Kemnaker serta Disnaker Jakarta Utara, Pak Gatot guna menindaklanjuti laporan kami.
Sebelum menutup perbincangan, bapak staf PHI Kemnaker itu mengatakan supaya tidak melakukan aksi demonstrasi dulu selama masih bisa dibicarakan baik – baik. Persoalannya, pengusaha PT Harapan Busana Aparel tidak memperlakukan buruhnya dengan baik – baik. Penindasan kalau dilakukan sambil tersenyum, tetaplah penindasan bukan?
Oleh Sultinah, aktivis buruh