Haid/Menstruasi
Setiap manusia mengalami masa pubertas atau masa peralihan dari pra pubertas ke pubertas. Bila lelaki mengalami mimpi basah, perempuan mengalami perubahan fisik dan menstruasi pertama. Masa pubertas ini menandai alat reproduksi sudah mulai berkembang, bisa berproses serta berfungsi untuk reproduksi, seperti pembuahan, hamil, melahirkan dan menyusui.Dengan mengetahui, mengenal alat reproduksi dan kesehatannya, tidak hanya bisa mengenali penyakit sejak dini tapi juga memperoleh kehidupan seksual yang aman dan sehat.
Anak perempuan yang mengalami menstruasi pertama biasanya mengalami fase psikologis berupa rasa cemas dan malu karena perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Tak jarang, perempuan baik remaja maupun dewasa mengalami rasa mual, nyeri dan pusing di hari-hari pertama menstruasi atau selama menstruasi. (Hal ini, tidak terjadi pada lelaki di masa pubertas ketika mengalami mimpi basah). Memang, tak semua perempuan mengalami rasa sakit ketika menstruasi, tapi bagi semua perempuan, kesehatan reproduksi adalah hal penting agar terpastikan alat reproduksi kita sehat dan bisa berfungsi dengan baik. Sehingga, mau sakit atau tidak sakit, menstruasi sebagai bagian kesehatan reproduksi tetap harus mendapat perhatian.
Cuti Haid
Karena haid sebagai bagian kesehatan reproduksi adalah penting, maka UU Ketenagakerjaan menjaminnya dalam Pasal 81 yang bunyinya:
(1) Pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Undang-Undang No.1 Tahun 1951 pasal 13, dinyatakan : “buruh wanita tidak diwajibkan bekerja pada hari pertama dan hari kedua pada waktu haid. Dalam pelaksanaan cuti ini pihak perusahaan harus tetap membayar gaji buruh tanpa harus memotong upah dari akibat ketidakhadirannya bekerja. “
Namun dalam prakteknya, peraturan perundang-undangan di atas tidak berjalan karena pihak perusahaan selalu mengedepankan kerja yang efektif dan efisien. Sehingga kesehatan reproduksi buruh perempuan menjadi nomor sekian. Apalagi, haid dianggap suatu hal biasa dan tak menggangu kinerja buruh perempuan. Padahal cuti haid diperlukan untuk menjaga kesehatan reproduksi buruh perempuan. Bila kesehatan reproduksi buruh perempuan terjamin, maka buruh perempuan akan semakin produktif.
Tidak berlakunya cuti haid di tempat kerja diperparah dengan posisi buruh perempuan yang sangat lemah. Lemahnya posisi buruh perempuan tampak dari ketidaktahuan buruh perempuan terkait hak-haknya sehingga rentan pelanggaran. Selain itu, status kerja kontrak, borongan dan harian lepas membuat buruh perempuan takut menuntut haknya yang dilanggar, termasuk meminta cuti haid. Alhasil buruh perempuan lebih memilih tetap bekerja meski punya hak istirahat dua hari pertama haid. Padahal, bilapun tidak sakit ketika haid, sebenarnya itu tidak menghilangkan hak cuti haid buruh perempuan.
Insentif Cuti Haid
Sebagian besar perusahaan yang mempekerjakan buruh perempuan, lebih memilih memberikan insentif cuti haid setiap bulannya. Kebijakan ini hampir serupa dengan negeri Korea Selatan. Buruh perempuan Korea Selatan, selain berhak atas cuti haid, peraturan tenaga kerjanya juga menjamin diberikannya upah tambahan jika buruh perempuan tidak mengambil cuti yang dimaksud. Namun, di Indonesia, insentif cuti haid per bulan seolah menjadi pengganti cuti haid berupa istirahat dua hari pertama haid.
Insentif ini diberlakukan perusahaan, agar buruh perempuan tetap bekerja meski haid. Tak heran, bila kemudian buruh perempuan tak pernah mengambil cuti haid berupa istirahat dua hari tiap bulannya. Insentif cuti haid ini terbilang lumayan menambah penghasilan keluarga meski buruh perempuan harus merelakan cuti haidnya.