Search
Close this search box.

Perempuan – Perempuan Pemberani Dari Gunung Kendeng

ibu-ibu tani Kendeng di pameran lukisan Andreas Iswinarto/dok.politikrakyat

 

Oleh Thien Kusna 

Bertani dan Bertahan di Tenda Perjuangan

Di saat perempuan  kota masih memikirkan jalan-jalan ke mall, hidup mewah dan makan enak, di saat itu  pula ibu- ibu petani  dari gunung Kendeng Rembang  Jawa tengah  berjuang mempertahankan lahannya. Dalam pembukaan pameran  Andreas  Iswirnanto, 17 Maret 2015,   di kantor Walhi,  ibu –ibu  petani menyampaikan dan berbagi pengalaman juangnya melawan PT. Semen Indonesia

Detik, menit, jam, hari berlalu tanpa terasa  hingga hitungan 273 hari,  ibu-ibu dari gunung Kendeng masih bertahan di tenda perjuangan. Ini bukan hal yang mudah, sebagai ibu rumah tangga harus berbagi waktu,  sebab selain  bertahan di tenda perjuangan ibu- ibu tani juga harus  tetap bertani dan menanam. Ibu – ibu petani memilih bertahan di tenda perjuangan sebagai  bentuk penolakan warga terhadap pembangunan  pabrik semen tersebut

“Kami memilih  bertahan  di tenda perjuangan  karena kami  sulit berharap dari pemerintah, pemerintah harusnya mendukung warga gunung kendeng bukan malah sebaliknya ujar ibu Sukinah yang berasal dari Rembang”

“Bagaimana  menghadapi aparat yang terus melakukan intimidasi dan diskriminasi ? aparat yang seharusnya  melindungi  tapi justru berbelok menjadi musuh warga Rembang, kami butuh solidaritas  dari kawan- kawan semua  di mana pun berada sebab yang kami perjuangkan  bukan hanya untuk diri sendiri tetapi juga untuk warga Jawa Tengah umumnya”Lanjut ibu Sukinah.

warga juga mendatangi POLRI  untuk menuntut kepolisian  agar bertindak netral dan menindak anggotanya yang bertindak diskriminatif dan terlibat dalam mengintimidasi  warga Rembang  terutama yang menolak pembangunan pabrik semen

Isi Adalah Kosong, Kosong Adalah Isi

Dalam kaca mata pemerintah, ibu- ibu petani  dan warga Gunung Kendeng adalah warga yang  takut, patuh,polos, sehingga akan menuruti aturan pemerintah, meski aturan itu merusak lingkungan hidup. Namun  pada kenyataannya, ibu-ibu petani dan warga Kendeng bukanlah warga yang takut, patuh dan polos. Hingga detik ini, mereka masih bertahan menolak dan melawan pembangunan pabrik semen sekalipun harus mengalami kekerasan

“Gunung kendeng adalah  surganya para petani oleh karena itulah mengapa kami mempertahankan gunung Kendeng sebab tanah dan air adalah  sumber kehidupan bagi kampung kami, walaupun kami perempuan kami harus tetap mempertahankan ibu pertiwi” ujar ibu Ngatemi yang berasal dari Pati

Bagi para pembesar dan penguasa,  ibu –ibu petani ini terlihat kosong tanpa isi, tapi sebenarnya ibu-ibu ini penuh akan isi. Berani menolak dan melawan adalah bagian dari isi itu. Salam hormat dan bangga atas perjuangan dan kegigihan ibu-ibu petani dan juga warga gunung Kendeng

 

 

 

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

“ … [S]aya tetapkan tanggal 20 Februari sebagai Hari Pekerja Nasional.” (3)

Oleh  Syarif Arifin Baca juga http://dev.marsinah.id/saya-tetapkan-tanggal-20-februari-sebagai-hari-pekerja-nasional-1/ http://dev.marsinah.id/saya-tetapkan-tanggal-20-februari-sebagai-hari-pekerja-nasional-2/ 1985: Demokrasi tapi profesional? Dalam Kongres II November 1985 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, FBSI dibubarkan diganti

Barisan Buruh Perempuan Mengejar Kemerdekaan

Mengejar Kemerdekaan/dok. Maxie Pidato Oleh Mutiara Ika Pratiwi (Perempuan Mahardhika)   Kami bukan lagi sekadar melahirkan calon prajurit, Tapi kami sendiri adalah prajurit Bukan sekadar

Surat untuk Anakku dari Balik Ruang Isolasi Mandiri

“Sejatinya dunia ini dibangun oleh pengetahuan, cinta kasih dan keberanian. Semuanya saling terhubung dan tarik-menarik” Anakku, ini sedikit cerita dibalik ruang isolasi mandiri/isoman. Sejak kapan