Oleh Wiwik Anita Sari
Menuju May Day dan ulang tahun Marsinah FM, Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) dan Marsinah FM memutuskan untuk mengadakan panggung- panggung kecil di perkampungan – perkampungan buruh. Panggung ini kami namai dengan NABUR atau Arena Buruh. Diselenggarakan dua kali yakni di tanggal 12 April 2015 dan 26 April 2015. Panitia NABUR terdiri dari kru Marsinah FM, anggota FBLP dan Pelangi Mahardhika. Sementara, pengisi acara seni di NABUR menggunakan nama sanggar seni FBLP yaitu Sanggar TIPAR atau Sanggar Titipan Pesan Rakyat.
Aku sendiri, terlibat di kedua panggung ini dan keduanya sangat berkesan. Namun, dalam tulisan ini aku akan bercerita tentang NABUR kedua yang diselenggarakan di Kampung Kandang, Semper, Jakarta Utara.
Dalam rapat kepanitiaan NABUR dua, kami memilih ketua Panitia, Indah, dari PT. Amos Indah Indonesia. Sementara penanggung jawab dari Pengurus Pusat FBLP adalah Ari Widiastari, Muh Sanatiyusuf dan Sri Sulastri. Konsep Panggung Arena Buruh pun dibungkus dengan sebuah teater “lebay” yang diperankan oleh kawan-kawan buruh perempuan, termasuk aku sebagai pemeran utama. Konsep teaternya adalah seluruh acara masuk dalam bagian teater, termasuk penonton.
Aku kebagian peran utama yang bernama Sunti. Sunti adalah seorang buruh biasa yang masih takut melawan, malas berorganisasi dan terlalu memikirkan urusan asmara. Dari pandangan sutradara Muh Sanatiyusuf (Lanang) & Ari Widiastari, aku mampu memerankan peran Sunti dengan baik, jadi terpilihlah aku menjadi peran Sunti
Melalui proses latihan-latihan teater yang tidak sebentar, dari mulai pulang kerja langsung latihan, hari libur yang seharusnya untuk berkumpul bersama keluarga, semua waktu itu kawan- kawan gunakan untuk latihan teater. Semangat kawan, yang awalnya sama sekali belum mengerti apapun tentang teater, berusaha mempelajari dan memahami naskah yang sudah disusun (juga oleh sutradara). Karena ini teater lebay dan pengalaman baru, ada saja yang kami rasakan. Ada yang takut tidak hafal dialog , ada yang tertawa lucu karena perannya, malu karena tariannya yang masih salah, ada yang bingung karena tidak hafal lagu yg diekspresikan. Pokoknya seruuuuu …… Sepanjang latihan meski banyak salah, kawan-kawan masih saja tetap antusias untuk berproses.
Sulit tapi salut kepada kawan – kawan yang pantang menyerah dan mau bersama-sama belajar ekspresi, vokal, menghafal dialog, menari, menyanyi dan menguasai panggung. Termasuk, mencari properti untuk panggung, menyiapkan dan mendekor panggung.
Hari “H” yang Mendebarkan
Pada hari H, dari pagi hari, panitia sudah bersiap – siap. Hingga kemudian, aku mendapat kabar menyedihkan, kakekku meninggal. Tentu saja semua panitia dan pemain lain kalang kabut. Sutradara panik dan segera mencari pengganti peran Sunti. Aku sendiri merasa sangat tidak enak dan khawatir. Apalagi mendengar kabar tiba-tiba tenda yang sudah siap malah roboh karena kesalahan teknis. Namun, aku kagum dengan kawan-kawan yang semangatnya tidak langsung patah dengan hambatan ini. Semuanya tetap tenang dan mencoba mencari jalan keluar bersama. Akhirnya, peran pengganti diperoleh. Seorang peserta KALABAHU Jakarta, bernama Hani, bersedia memerankan Sunti dan tenda yang roboh kembali disiapkan.
Sementara aku, di tengah duka, kemudian memutuskan tetap memerankan peran Sunti. Aku tak tega melihat kawan-kawan berjuang dan susah karenaku. Akhirnya aku putuskan hadir, dan kulihat panggung dan tenda sudah siap, ia tak lagi roboh hingga akhir. Kedatanganku membuat kawan-kawan girang, semua tertawa. Bahagia.
Jarum jam sudah menunjuk jam 3 sore, acara siap dimulai. Pembawa acara, Olief Serita membuka acara dengan sambutan dari Ketua Panitia. Baru Ketua Panitia memberi sambutan, tiba-tiba hujan turun deras hingga membasahi semua alat elektronik yang dipakai untuk perlengkapan teater. Dari mulai sound sistem, beberapa laptop, mixer dan perlengkapan lainnya, basah hingga tidak bisa digunakan lagi.
Acara diundur hingga panggung benar-benar siap digunakan, sementara hujan sudah berhenti. Panitia mencari peralatan yang bisa disewa untuk melengkapi panggung, seperti sound sistem, lampu dan lainnya karena kami perkirakan acara sampai malam hari. Setelah kurang lebih 3 jam menunggu acara dimulai, sambil menanti sound sistem datang, kami memulai acara dengan orasi – orasi dari teman-teman serikat atau organisasi lain. Mereka berorasi menggunakan toa. Mau bagaimana lagi, sound sistem belum datang. Setelah semua orasi selesai, baru sound sistem datang dan kami mendapat hiburan berupa tari Saman dari mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah. Selanjutnya, karena berbenturan dengan adzan maghrib, akhirnya acara NABUR ditunda sampai selesai Sholat Isya. Waktu ini kami gunakan untuk memasang lampu agar tidak gelap, syukurlah kami memperoleh pinjaman lampu dari warga Kampung Kandang. Setelah acara dimulai kembali, segera tari India menggebrak suasana. Menjadi seru, karena dua tarian India yang dipersembahkan Atin, seorang buruh KBN juga.
Jam 19.30 WIB, teater pun dimulai. Semenjak teater dimulai antusias warga sekitar sangat mempengaruhi peran kami. Ya, benar, antusiasme warga sekitar (yang sebagian adalah buruh) membuat kami makin bersemangat memainkan peran. Teater dibuka dengan peran kawan-kawan sedang sarapan pagi dan ada satu kawan yang sedang terburu-buru karena takut terlambat masuk kerja, hingga hanya minum segelas teh manis. Ketika adegan itu dimainkan, beberapa warga saling menunjuk seolah larut dalam adegan tersebut, dilanjutkan dengan peran Sunti yang menerima telepon dari kekasihnya yang memutuskan hubungan. Sunti pun patah hati. Warga sontak tertawa dan menunjuk – nunjuk ke arah panggung, seolah meledek Sunti yang sedang patah hati, disusul dengan adegan dimana seorang pemimpin organisasi sedang mensosialisasikan bahwa cuti haid itu hak kita yang harus kita ambil. Peran ketua serikat buruh ini, di perankan oleh Rahma. Dilanjutkan dengan adegan buruh yang memberanikan diri mengambil cuti haid karena sudah berlatih bersama Rahma. Ternyata, aksi tiga buruh perempuan untuk minta cuti haid belum berhasil karena belum mengetahui undang-undang ketenagakerjaan.
Adegan berikutnya adalah seorang petugas bank yang menunggu nasabah yang sudah dua bulan tidak memberikan angsuran kredit. Gaya Indah memerankan petugas Bank benar – benar membuat geli penonton. Dialog yang bikin tertawa itu, kira – kira begini “…Namanya juga bank, kerjanya jerat sana- jerat sini, kalau nggak begitu, bukan bank namanya!” . Sontak, penonton tertawa tergelak-gelak. Petugas bank ini kemudian mengancam salah seorang buruh perempuan yang tak segera bayar kredit bahwa rumahnya akan disita. Ternyata rumah itu adalah rumah paman dari buruh perempuan tersebut. Hal itu membuat sebal warga sampai warga memberi sorakan kepada Bu Vina si petugas bank.
Adegan demi adegan disambut hangat oleh penonton membuat suasana panggung benar- benar luar biasa. Aku bahkan sampai tidak mengetahui dengan pasti, sejak kapan penonton memenuhi lapangan. Sekitar 200 warga dan buruh berbaur menjadi satu berdesakan menonton kami. Membayangkan sebelumnya saja tidak pernah. Dari Nabur, kami mengetahui, bahwa siapa saja bisa melakukan apa saja asal mau belajar. Termasuk belajar bekerja dalam tim.
Yang paling mengejutkan dan membuat aku bahagia adalah ketika pembawa acara mengundang aku dan Mutiara Ika Pratiwi (Seknas Perempuan Mahardhika) untuk maju ke panggung lagi. Tak disangka- sangka lantunan lagu Ulang Tahun menggema di lapangan. Ah, ternyata kawan-kawan memberi kejutan berupa bunga dan kue ulang tahun untuk kami berdua. Senangnya tak terkira, aku sangat bahagia. Senang punya kawan – kawan yang peduli dan menyayangi kita. Berjuang dan bergembira adalah sesuatu yang berharga. Aku bangga.
Luar biasa kerja tim panitia panggung 26 april 2015 (Sanggar Tipar) yang patut diacungi jempol. Semua pemain teater, panitia, bahkan kawan yang tidak terlibat di panitia pun ikut bersibuk ria memeriahkan panggung NABUR.
Kekompakan dan kekeluargaan yang sangat harmonis. Semoga akan ada NABUR-NABUR yang lebih dahsyat dari ini. SELAGI MAU MENCOBA DAN BELAJAR PASTI BISA
Jakarta, 30 april 2015