Minggu pagi 20 Desember 2015, terlihat kerumunan para buruh ibu memadati gedung LBH Jakarta yang terletak di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat. Para Ibu tersebut menghadiri acara yang bertajuk Panggung Buruh “Membela Hak Buruh Ibu”. Menurut Koordinator Marsinah FM, Dian Septi Trisnanti, acara Panggung Buruh ini adalah kelanjutan dari Konferensi Perempuan Pekerja di Karawang pada 29 November lalu.
“Saat ini kami dari Marsinah FM tengah berupaya untuk membangun kekuatan lebih demi perbaikan nasib para Ibu di tempat kerja. Di KPP November lalu, telah terungkap data dan fakta tentang buruknya situasi kerja paksa bagi para ibu hamil dan pelanggaran lainnya. Kami ingin melanjutkannya sekarang dengan Dialog Buruh dan menghadirkan para pimpinan Federasi Serikat Pekerja sebagai narasumber” Ujar Dian.
Narasumber yang dimaksud adalah Jumisih dari Ketua Umum Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), Santoso Widodo Ketua Umum Federasi Perjuangan Buruh Indonesia (FPBI) dan Muhammad Rusdi Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia.
“Situasi buruh Ibu memang benar masih dalam situasi kerja paksanya, jam kerja yang panjang, dan masih terdapat banyak Pelanggaran soal hak maternitasnya, pelanggaran atas cuti haid, cuti keguguran, cuti hamil melahirkan. Apalagi tentang Pojok laksasi, masih banyak perusahaan yang belum merealisasi ini. Tentang Pengasuhan bayi misalnya, setiap bulannya buruh musti merogoh kocek Rp 500.000,- sampai Rp 800.000,- per bulan. Dan ini belum masuk dalam komponen KHL. Begitu penjelasan Jumisih.
Lebih lanjut, Jumisih juga menambahkan bahwa ada 2 hal yang menjadi tantangan untuk memasukkan perjuangan buruh ibu masuk dalam scenario besar perjuangan buruh. pertama adalah factor internal artinya dari buruh perempuan itu sendiri, buruh perempuan yang secara jumlah mayoritas, namun masih banyak yang belum berserikat, atau masih banyak yang hanya menjadi pengikut, masih banyak buruh perempuan yang kekurangan informasi karena jam kerja yang panjang. Dan factor externalnya adalah dari pihak pemerintah dalam hal ini adalah dinas tenaga kerja yang memang masih lemah kinerjanya atau hanya menjadi juru mediator untuk memasukkan kasus buruh ke PHI. (Pengadilan Hubungan Industrial).
Jumisih juga menyerukan supaya para pimpinan dan Pengurus serikat Buruh yang saat ini masih mendominasi kepemimpinan mulai membuka diri untuk memberikan tanggungjawab kepada buruh perempuan , supaya buruh perempuan juga mempunyai kesempatan yang sama untuk bisa meningkatakan kapasitasnya, buruh perempuan juga bisa menjadi pemimpin serikat buruh.
“Saat ini harus ada perubahan perspektif dan pemikiran di kalangan pekerja yang masih melihat bahwa persoalan buruh perempuan adalah persoalan perempuan sendiri. Kerja rumah tangga harus dibagi dan didiskusikan bersama dengan suami..” Ujar Muhammad Rusdi. “Jika buruh ibu bisa hidup dalam situasi kerja dan rumah tangga yang aman dan nyaman, maka buruh ibu kondisinya akan lebih baik, secara pengetahuan akan lebih bisa berorganisasi dan berpolitik. Tanggung jawab ini tidak hanya untuk para suami, tapi juga serikat buruh dan harus dituntut ke negara.” Lanjutnya.
“Cuti melahirkan memang harus ditambah bahkan kalau bisa 6 bulan.” Lanjut Rusdi. Persoalan cuti melahirkan yang hanya 3 bulan ini memang banyak dikhawatirkan oleh para buruh karena membuat waktu bersama bayi menjadi lebih sedikit.
Sementara, menurut Santoso Widodo ketua umum FPBI, bahwa sekarang ini bukan saatnya lagi kita bilang bahwa buruh laki-laki bersolidaritas terhadap buruh perempuan, tapi yang tepat adalah buruh laki-laki harus terlibat aktif dalam perjuangan buruh perempuan. Kita tahu bahwa buruh perempuan sangat luar biasa, dan sangat mungkin perjuangan buruh ibu masuk dalam agenda-agenda perjuangan buruh nasional.
Ketiga pimpinan tersebut bersepakat bahwa persoalan buruh perempuan harus lebih banyak untuk diangkat, dibicarakan, dan menjadi agenda bersama secara nasional.
Agenda ini diselenggarakan oleh Radio Marsinah FM, didukung oleh Federasi Buruh Lintas Pabrik dan Perempuan Mahardhika. Hadir dalam panggung tersebut perwakilan berbagai serikat pekerja dan organisasi perempuan seperti SPN, SBSI92, PPMI – Percetakan, SPKPD – FSP2KI, GSBM, FBTPI, FSBM, SPKAJ, FSUI, SBPN, KAPAL PEREMPUAN, KOMNAS PEREMPUAN, FPBI, FSBDSI – Tapal Batas, dan Komite Perempuan Industri All.