Search
Close this search box.

Malalai Joya: Aktivis Perempuan Afganistan yang Berani

PEREMPUAN PELITA 12 JUNI 2014

Selamat malam sahabat Marsinah, selamat besantai malam ini selepas pulang kerja bersama MARSINAH 106 FM. Kita bersua lagi dalam rubrik Perempuan Pelita yang setia menemani sahabat marsinah tiap kamis jam 7 sampai 8 malam bersama saya, Dias. Perempuan Pelita, sebuah rubrik tentang beragam sosok perempuan inspiratif baik dari dalam negeri, sekitar kita hingga internasional. Nah, hari ini, Kamis, 12 Juni 2014, kita akan bersua dengan sosok pemberani dari Afganistan. Nyawa jadi taruhan demi kesetaraan perempuan, ancaman pembunuhan setiap saat mengintainya. Siapakah dia? Kita akan berkenalan dengannya setelah lagu manis satu ini. Jangan beranjak dari tempat anda, salam setara (lagu dan iklan)

Pada tahun 2003, sesosok perempuan berkisar usia awal 20 tahun berpidato di sebuah televisi mengkritisi dominasi para pemimpin perang di parlemen Afganistan “Mengapa kau membolehkan tindakan kriminal berlangsung sampai sekarang? Pemimpin perang bertanggung jawab atas situasi negeri ini… Kelompok paling anti peremuan di masyarakat lah yang membawa negeri kami menjadi sebuah negeri macam sekarang ini (yang anti perempuan) dan mereka hendak melakukan hal yang sama lagi”

Malalai Joya lahir pada 25 April 1978, seorang aktivis, penulis dan politisi dari Afganistan. Ia menjadi anggota parlemen dalam Dewan Nasional Afganistan pada tahun 2005 hingga 2007, karena dipecat dari parlemen akibat pidatonya di televisi tentang hadirnya kriminal perang dan pemimpin perang di parlemen Afganistan. Ia memberikan kritik terbuka terhadap administrasi Karzai dan pendukung barat, terutama Amerika Serikat.
Pemecatan Malalai pada bulan Mei 2007 menimbulkan protes secara internasional dan surat solidaritas untuk statemennya pun ditandatangani oleh penulis terkenal seperti Noam Chomsky dan politisi ternama anggota parlemen dari Kanada, Jerman dan Inggris, Italia dan Spanyol. Ia disebut sebagai “Perempuan paling berani di Afganistan” oleh BBC.

Pada tahun 2010, Majalan TIME menempatkan Malalai Joya sebagai daftar 100 orang paling berpengaruh di dunia. Majalah Foreign Policy pun memasukkannya dalam daftar 100 pemikir global. Pada 8 Maret 2011, The Guardian juga memasukkannya dalam daftar “100 perempuan: aktivis dan pejuang”

Lalu bagaimana kehidupan pribadi Malalai Joya sehingga menempanya menjadi pribadi tangguh? Kisah menariknya akan menemani kita kembali setelah tembang cantik ini. selamat menikmati (lagu dan iklan)

Joya lahir di bagian barat Afganistan, tepatnya di provinsi Farah. Ayahnya pernah menjadi mahasiswa medis yang kehilangan kakinya ketika berperang melawan Soviet. Pada tahun 1982, saat Joya masih berusia 4 tahun, keluarganya meninggalkan Afganistan sebagai pengungsi di Iran. Itu yang membuatnya sudah terlibat dalam kerja – kerja kemanusiaan sejak duduk di kelas 8 atau di usia 14 tahun. “saya mulai bekerja sebagai aktivis sejak saya masih sangat muda, yakni ketika saya masih duduk di kelas 8. Saya mulai bekerja bersama rakya, khususnya perempuan dan itu sangat menyenangkan. Saya mendengar banyak cerita dari mereka, meski mereka tidak terpelajar. Sebelum saya mulai menjadi aktivis, perlu saya ceritakan pada anda semua, saya tidak tahu apapun tentang politik. Saya belajar politik dari rakyat yang tidak terpelajar ini, rakyat non politik yang adalah bagian dari politik itu sendiri, dimana setiap orang yang saya kunjungi menceritakan beragam penderitaan. Saya ingat ketika saya mengunjungi satu keluarga. Bayi mereka sangat kurus, tinggal kulit dan tulang. Mereka tidak bisa membawa bayi mereka ke dokter, sehingga mereka hanya bisa menunggu bayi itu mati. Saya percaya tak ada satupun pembuat film dan penulis yang sanggup menulis tentang tragedi ini karena akan membuat kita merasakan derita yang sangat. Tidak hanya rakyat Afganistan yang mengalami hal semacam ini, rakyat Palestina, Iraq pun sama. Anak-anak Afganistan nasibnya sama dengan anak-anak Palestina. Mereka berjuang melawan musuh dengan hanya menggunakan batu. Anak-anak seperti mereka inilah pahlawan saya.”

Setelah pasukan Soviet ditarik dari Afganistan, Joya kembali ke Afganistan pada tahun 1998 ketika pemerintah Taliban berkuasa. Saat itu, ia bekerja sebagai aktivis sosial dan mengepalai kelompok non pemerintah OPAWC (Organisasi Peningkatan Kapasitas Perempuan Afganistan) di provinsi bagian barat, Herat dan Farah. Ia kemudian menikah namun tak mau suaminya diketahui oleh publik demi keselamatan suami dan keluarganya.

Malalai-JoyaGettyNama Joya menjadi melejit kala ia berpidato di televisi pada tahun 2003. Sebagai delegasi terpilih di Loya Jirga (sebuah dewan yang mendebat tawaran konstitusi Afganistan) untuk meratifikasi Konsitusi Afganistan, ia berani berpidato di depan publik melawan dominasi penjahat perang yang hadir di Loya Jerga. Pidato tersebut pun jadi sangat terkenal.

“Nama saya Malalai Joya dari Provinsi Farah. Dengan ijin dari para hadirin dan atas nama Tuhan, para martir yang berkorban nyawa untuk pembebasan, saya ingin berpidato selama beberapa menit.

Kritik saya terhadap semua rekan saya di sini adalah mengapa mereka melegitimasi dan melegalkan kehadiran mereka di Loya Jerga, dimana mereka ini lah membawa negeri kita pada situasi sekarang.

Saya sangat menyesalkan mereka yang menyebut Loya Jirga kafir – secara mendasar lebih dekat ke fitnah- bisa hadir di forum ini. Setelah hadir di sini, lalu usul mereka diterima, atau tolonglah lihat komite ini dan apa yang dibisikkan rakyat. Para ketua di setiap komite sudah terpilih. Mengapa kalian tidak menempatkan para penjahat perang ini dalam satu komite sehingga kita bisa lihat apa yang mereka mau untuk bangsa ini? mereka ini adalah orang-orang yang mengembalikan negeri kita ke dalam perang nasional dan internasional. Mereka adalah orang-orang paling anti perempuan di masyarakat kita yang menginginkan negeri kita menjadi sebuah negeri yang sama lagi seperti dulu. Saya percaya ini adalah sebuah kesalahan yang kembali diuji sebagai sebuah kesalahan. Mereka seharusnya dibawa ke pengadilan nasional dan internasional. Jika mereka dimaafkan oleh rakyat kita, rakyat jelata yang bertelanjang kaki itu, sejarah kita tidak akan pernah memaafkan mereka. Mereka ini telah tercatat dalam sejarah negeri kita”

Pidato Joya mendapat respons keras dari ketua Loya Jirga, Sibghatullah Mojaddedi, yang menyebutnya “kafir” dan “Komunis”. Semenjak itu, ia diincar untuk dibunuh dan membuat ia harus berpergian dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan burka dan pengawal bersenjata.

World Pulse Magazine pada tahun 2005 menulis berita tentangnya:

“Saat ia datang dengan 3 menit pidatonya, ia menarik kerudung hitam yang menutupi rambutnya, mendekati mikrofon dan dengan emosional berpidato yang kemudian mengubah hidupnya selamanya.

Setelah ia berpidato, semuanya hening. Kemudian muncullah suara riuh. Seorang lelaki mujahidin, yang menyimpan sebuah pistol di balik sebatunya, mendekati Joya dan berteriak. Namun, ia berada di bawah perlindungan Keamanan PBB.

Di sebuah negara yang takut mengucapkan kata “Pemimpin perang” dengan suara keras, Joya telah mengucapkannya dengan cukup jelas melawan sebuah proposal yang memberi tempat pada pimpinan fundamentalis dan pemuka agama dalam salah satu kelompok yang merencanakan konstitusi Afganistan. Ia menunjuk para pemuka agama fundamentalis ini sebagai penjahat perang yang terus mendorong adanya perang – dan mereka bukanlah pahlawan negara yang coba mempengaruhi pemerintah yang baru. Meski ditegur keras oleh pemimpin dewan, Joya menolak untuk meminta maaf.

Dengan pidatonya itu, Joya telah membuat tertegun semua peserta di Loya Jirga dan wartawan yang hadir. Pidato kontroversial Joya membuatnya jadi terkenal sekaligus membuatnya mendapat banyak serangan dari lawan politiknya.

Belajar politik dari rakyat yang membuat Joya berani berpidato demikian. Pengalaman menjadi aktivis kemanusiaan semenjak usia 14 tahun yang melihat, menemui rakyat miskin akibat perang membuat Joya berani. Kisah perjuangannya masih akan bersama kita setelah yang satu ini. (lagu dan iklan)

Joya terpilih menjadi anggota Dewan Nasional dengan kursi 249 atau Wolesi Jirga pada tahun 2005, sebagai wakil dari Provinsi Farah, ia memenangkan suara dengan jumlah suara terbesar nomor dua di Provinsinya tersebut, dengan perolehan 7,3% suara. Pada konferensi pers dadakan setelah sumpah jabatan pada bulan Desember 2005, ia mengucapkan bela sungkawa kepada rakyat Afganistan atas hadirnya para penjahat perang, penjahat kriminal dan obat-obatan di dalam parlemen. “Rakyat Afganistan telah menggulingkan pemerintah Taliban tapi masih terjebak dalam sangkar Penjahat perang”. Ia meneruskan serangannya melawan penjahat perang selama pemerintahan Afganistan baru berkuasa. BBC menyebut Joya sebagai “Perempuan paling berani di Afganistan”. Pada 27 Januari 2007, ketika diwawancara oleh BBC, ia menyatakan pandangan politik pribadinya tentang adanya ancaman pembunuhan pada dirinya. “Mereka akan membunuh saya, tapi mereka tidak akan pernah bisa membunuh suara saya. Anda bisa memotong bunga, tetapi anda tidak bisa menghentikan hadirnya musim semi”

Joya sempat muncul di Konvensi Federal Partai Demokratik Baru Kanada (NDP) di Quebec City pada 10 September 2006, dan mengkritik hadirnya misi NATO di Afganistan bagian tenggara. Joya menyampaikan “Tak boleh satu bangsapun mendonasikan pembebebasan pada bangsa lain”

Kekecewaan Joya pada aksi Amerika Serikat di Afganistan juga ia sampaikan di Universitas McGill di Montreal dan di Universitas Otawa pada 13 September 2006. Setelah pidatonya yang mengkritisi pemerintah Amerika Serikat, seorang profesor Universitas Ottawa, Denis Rancourt menulis “ucapannya sangat tajam seperti pisau yang diarahkan pada propaganda perang oleh Kanada dan Amerika Serikat… semua anggota parlemen perlu belajar dari Malalai Joya”

Tak hanya itu, Joya juga berpidato tentang hak perempuan di Afganistan tepat di peringatan hari Perempuan Internasional, 8 Maret 2007, di pertemuan UNIFEM, di Sidney, Australia. Ia kembali ke Kanada pada November 2007 dan sebanyak 400 orang hadir di Jalan Cecil, Toronto mendengarkan pidatonya. Kampanyenya terus berlanjut pada November 2008, dengan berkunjung ke Forum Sosial Norwegia dan berpidato di hadapan 1900 hadirin. Ia juga berpartisipasi dalam debat dengan Menteri Luar Negeri Norwegia dan meminta Norwegia menarik pasukannya dari Afganistan. Pada Desember 2008, Joya diundang oleh Amnesti Internasional India untuk menghadiri Pekan Keadilan Internasional, memperingati 60 tahun deklarasi HAM Universal. Joya terlibat di dua forum di Jamia Millia Islamia and Alliance Francaise yang fokus pada isu pasca perang Afganistan, pemberdayaan perempuan dan penyiksaan.

malalai_joya_protestPada bulan Oktober – November 2009, Joya berkunjung di Amerika Serikat dan Kanada, dan menyerukan pertemuan anti perang. Ia menyerukan penarikan semua pasukan perang dari Afganistan. Akibatnya, Amerika Serikat menolak pengajuan visa Joya ke Amerika Serikat dengan alasan Joya tidak punya pekerjaan pada Maret 2011. Padahal waktu itu, ia dijadwalkan akan menghadiri serangkaian pidato di beberapa tempat di Amerika Serikat, termasuk Universitas Pace di Manhatan dan St. Mary’s College of Maryland. Joya berstatemen “Pemerintah Afgan mungkin diminta Amerika Serikat supaya saya tidak diijinkan memasuki Amerika Serikat karena saya mengkritisi kebijakan Amerika Serikat yang memang keliru. Akhirnya, Pemerintah Amerika Serikat menjelaskan bahwa visa Joya telah diloloskan.

Joya pun memulai pidato nya di Amerika Serikat pada 25 Maret 2011 dari Boston, dimana Noam Chomsky memberi presentasinya tentang perang Afgan kepada 1200 siswa di Geraja Memorial Harvard.

Serangkaian ancaman pembunuhan dihadapi oleh Joya, tak jarang nyawa Joya hampir terancam. Ini karena sikap politiknya yang tegas bukan hanya pada Taliban tapi juga negeri adidaya Amerika Serikat dan negeri maju lainnya yang justru mengirim pasukan perang ke Afganistan sehingga membuat rakyat Afganistan menjadi korban. Kisah perjuangan Malalai Joya masih tetap menemani anda setelah yang satu ini (lagu dan iklan)

Pada 7 Mei 2006, Joya secara fisik dan verbal diserang oleh sekelompok anggota parlemen setelah mengkritik para pimpinan perang sebagai penjahat perang dan menolak menyetujui beberapa pelayanan kepada pemerintah baru Afganistan. “Ada 2 mujahidin di Afganistan, satu adalah yang berjuang untuk kemerdekaan yang sangat saya hargai dan satunya lagi adalah yang menghancurkan negeri ini dan membunuh 60 ribu rakyat”. Hal itu pun membuat marah beberapa anggota parelemen dan mengancam akan membunuh Joya dan melempar botol air mineral yang sudah kosong ke arah Joya. Menanggapi amarah lawan politiknya, Joya berucap “Saya tidak akan pernah lagi bicara dalam suara lirih ketika diintimidasi. Saya akan terus bicara sebagai simbol perjuangan rakyat dan pelayan rakyat. Dan jika saya dibunuh karena keyakinan saya, maka biarlah darah saya menjadi terang bagi emansipasi dan kata-kata saya menjadi paradigma revolusioner bagi generasi mendatang”

Benar saja, pada Mei 2007, anggota dewan Wolesi Jirga melakukan voting untuk memberhentikan Joya sebagai anggota dewan karena dianggap melanggar pasal 70 dalam Parlemen, yang melarang anggota parlemen saling mengkritik secara terbuka satu sama lain. Pemecatan itu berawal dari wawancara Joya dengan sebuah stasiun televisi dimana Joya membandingkan Wolesi Jirga dengan kebun binatang. Ia menyebut para pemimpin perang di parlemen sebagai penjahat perang dan pedagang obat – obatan terlarang. Ia menyebut parlemen lebih buruk dari kandang binatang yang artinya kandang binatang lebih baik, dimana para monyet berteriak keras dan seekor sapi pun memberikan susu kepadanya.

Terkait pemecatannya, Joya menyebutnya sebagai konspirasi politik dan ia mengatakan pasal 70 secara khusus ditetapkan untuk menghadangnya. “semenjak pertama kali saya memulai perjuangan saja untuk Hak Asasi Manusia di Afganistan, hak perempuan, para penjahat ini dan pedangang obat-oabatan terlarang ini, sudah berdiri melawan saya sejak pertama kali saya bersuara di Loya Jirga”

Dukungan rakyat Afganistas pun berdatangan untuk Joya, Rakyat di berbagai provinsi turun ke jalan memprotes pemecatan Joya sebagai anggota dewan. Pada 21 Juni 2007, satu bulan setelah pemecatan Joya, pendukung Joya di Melbourne melakukan protes agar Joya dikembalikan ke dalam parlemen. Pada bulan November 2007, sebuah surat internasional diluncurkan dengan berbagai tanda tangan dukungan dari banyak kalangan agar Joya dikembalikan duduk di parlemen. Akhirnya pada Januari 2008, setelah pemecatannya, Joya berbicara pada Rachel Shields dan mengatakan bahwa pemerintah baru tidak terpilh secara tidak demokratis dan mereka mencoba membatasi hak perempuan dengan mengatasnamakan agama.

Selama pemecatannya, Joya tetap aktif memberikan wawancara ke Jurnalis barat dan menulis artikel di koran barat tentang pandangannya terkait situasi Afganistan. Pada tahun 2009 ia membuat tur di Amerika Serikat dan Kanada untuk mempromosikan buku biorgrafinya “Raising my Voce” (Suara saya) . Seorang anggota parlemen dan aktivis perempuan Shukria Barakzai memberi pembelaan pada Joya dan mengkritisi perilaku anggota parlemen lainnya yang kerap mengancam akan memperkosa Joya. Pada suatu malam, tepat tengah malam 10 Maret 2012, kantor Joya di Kota Farah diserang oleh kelompok bersenjata dan terjadilah adu tembak antara pengawalnya dan kelompok bersenjata tersebut. Joya selamat dari serangan bersenjata tersebut.

Kebenaran adalah kebenaran. Suara yang muncul dari berbagai penjuru untuk kebenaran tidak akan mati. Fisik bisa mati dibunuh tapi tidak dengan suara, tidak dengan gagasan dan pemikiran. Ia terus bergerilya. Joya berani bersuara atas kebenaran dan keyakinannya, untuk kemanusiaan, untuk kepentingan banyak orang bukan hanya dirinya. Semoga Malalai Joya memberikan inspirasi untuk sahabat marsinah. Jangan lupa Perempuan Pelita hadir tiap kamis jam 7 sampai 8 malam masih bersama saya, Dias. Saya dan segenap kerabat kerja marsinah fm mengucapkan terimakasih, salam setara, sampai jumpa pekan depan.

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Jalan Panjang (Buruh) Melawan Korupsi

Oleh Khamid Istakhori Kemarin, kami melakukan aksi (kecil) di Bundaran Mega M, Karawang. Sebuah aksi “dadakan” yang diniatkan sebagai upaya merespon berbagai keruwetan pemberantasan korupsi,

Marsinah Semangatmu Tetap Abadi

8 Mei 1993 Nganjuk pun berduka Tlah kehilangan pejuang wanita Buruh perempuan yang berani, Melantangkan suara Yang memperjuangkan upah kawannya Tak segan moncong senjata di

Berbagi Pendapat di Rapat Akbar Hansae 3

Oleh: Linda Utami Biasanya, di hari Minggu, kita menghabiskan waktu untuk berlibur atau beristirahat. Namun, lain halnya dengan teman teman buruh Hansae 3, KBN Cakung.

Kongres Perempuan Indonesia dan Poligami

  Seri Hari Ibu, Hari Gerakan Perempuan Indonesia “Kalau bangsa Indonesia hendak menjadi bangsa yang mulia di dunia ini, patutlah kita membangun rumah tangga yang