FOR IMMEDIATE RELEASE: 7 Juni 2018
Narahubung: Syarif Arifin, AFWA Indonesia (+62 899-7851-713)
Laporan Guardian (5/6) menyebutkan bahwa “Gap dan H&M keduanya akan menyelidiki atas tuduhan (kekerasan berbasis gender di rantai pasokan mereka) dan bahwa mereka menyambut inisiatif untuk mengatasi kekerasan, termasuk konvensi ILO”. Respon ini diberikan setelah Asia Floor Wage Alliance (AFWA) dan Global Labor Justice (GLJ) mempublikasikan tiga laporan yang memaparkan kekerasan berbasis gender di rantai pasokan Gap, H&M dan Walmart di Asia pekan lalu dan meminta ketiga merek/brands tersebut untuk mendukung konvensi ILO dan untuk bertemu dengan komite perempuan di rantai pasokan mereka.
Jennifer (JJ) Rosenbaum, Direktur Global Labor Justice di Amerika Serikat mengatakan, “Dengan mengakui adanya pola kekerasan berbasis gender di rantai pasokan, untuk pertama sekali, Gap dan H&M secara terbuka mendukung konvensi ILO. Mereka adalah merek/brands pertama di sektor garmen dan sektor-sektor lainnya dimana perempuan adalah mayoritas secara jumlah dalam rantai pasokan dan secara terbuka mendukung Konvensi ILO mengenai Kekerasan Berbasis Gender. Perempuan di seluruh dunia menunggu dan mengamati para merek/brands untuk tampil ke depan memberi dukungan pada momen bersejarah bagi pekerja perempuan ini.
“Hal ini merupakan terobosan penting bagi Komite Perempuan Asia Floor Wage Alliance, yaitu pengakuan yang diberikan oleh Gap dan H&M pada penelitian yang kami lakukan dan bersedia menerima dan menyelidiki rantai pasokan mereka khususnya pemasok yang menjadi sorotan dalam penelitian ini. Mereka tahu bahwa audit yang mereka lakukan adalah kegagalan total; namun mereka terus menggunakannya. Daripada menghabiskan uang jutaan dolar untuk audit, mereka hanya perlu duduk berhadap-hadapan dengan Komite Perempuan AFWA dan serikat pekerja lokal mendiskusikan langkah-langkah nyata yang perlu dilakukan untuk mengakhiri kekerasan yang terjadi di rantai pasokan mereka,” jelas Anannya Bhattacharjee, Koordinator Internasional Asia Floor Wage Alliance.
Penghapusan kekerasan berbasis gender hanya mungkin jika sistem due diligence dan audit menemukan kekerasan berbasis gender dan melakukan pemulihan, yang mana tidak mungkin terjadi tanpa kerja sama dengan serikat pekerja di tingkat lokal dan Komite Perempuan AFWA di tingkat regional.
“Mengandalkan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dan audit internal tidak akan berhasil. Keduanya gagal mencegah ambruknya Rana Plaza. Keduanya gagal mencegah pemberangusan serikat yang terjadi berulang-ulang di pabrik-pabrik pemasok. Keduanya tidak akan mencegah terjadinya aksi balas dendam dan ancaman terhadap perempuan pekerja yang mau melaporkan kekerasan yang dialaminya. Untuk menghapus kekerasan berbasis gender di rantai pasokan garmen, Gap, H&M, dan Walmart harus mendengarkan, berkonsultasi dan berkerjasama dengan serikat-seriakt pekerja yang menjadi bagian dari Asia Floor Wage Alliance. Penelitian ini memperlihatkan bahwa pekerja membutuhkan serikat pekerja yang melindungi pekerja perempuan dari berbagai bentuk kekerasan dan pelecehan dan yang mendukung kepemimpinan perempuan untuk mengubah struktur produksi yang melahirkan kekerasan,” ungkap Emelia Yanti Siahaan, Sekretaris Jenderal GSBI.
Asia Floor Wage Alliance and Global Labor Justice juga mendesak Walmart untuk mengikuti langkah Gap dan H&M yang mengakui pentingnya keberadaan Konvensi ILO. Tola Meun, Direktur Eksekutif CENTRAL, “Kekerasan berbasis gender merupakan pengalaman harian bagi pekerja garmen perempuan yang harus bekerja dengan target produksi yang tidak masuk akal di rantai pasokan Walmart. Kebanyakan kasus-kasus ini tidak dilaporkan karena pekerja takut akan aksi balas dendam yang terjadi di tempat kerja.” Dengan banyak perempuan pekerja di toko-tokonya, di gudang dan di rantai pasokan di seluruh dunia, menolak untuk mendukung konvensi merupakan kegagalan dalam menjalankan kewajiban untuk memastikan tempat kerja bebas dari pelecehan seksual, diskrimasi karena hamil, dan semua bentuk kekerasan berbasis gender.
Syarif Arifin, Koordinator Asia Floor Wage-Indonesia mendesak Walmart, Gap dan H&M untuk segera menghentikan dan menyelesaikan kekerasan yang terjadi di rantai pasokannya di Indonesia. Di Subang, PT Hansol Hyun yang menjadi pemasok Walmart dinyatakan pailit dan meninggalkan 1730 buruh tanpa kejelasan dengan upah terakhir 300 ribu. Di Sukabumi, PT Younghyun Star masih memberlakukan sistem skoring, lembur tanpa dibayar dan membayar THR yang tidak sesuai aturan. Di Cakung, Jakarta Utara, PT Hansae yang menjadi pemasok H&M dan Gap memberikan uang pisah kepada 50 pekerjanya sebesar Rp 10.000. Dan masih banyak kasus-kasus lainnya,” tambah Syarif.
Laporan Guardian dapat dibaca di sini: https://www.theguardian.com/global-development/2018/jun/05/female-garment-workers-gap-hm-south-asia
####
Global Labor Justice (GLJ) adalah organisasi jaringan yang bermarkas di Amerika Serikat yang mendukung kerjasama lintas negara antar pekerja dan organisasi migran untuk memperluas hak pekerja dan bentuk-bentuk baru perundingan bersama pada rantai pasokan global dan migrasi tenaga kerja internasional.
Asia Floor Wage Alliance (AFWA) dibentuk pada 2006 yang terdiri dari 76 organisasi, meliputi serikat pekerja industri gramen, NGO, kelompok konsumen dan lembaga penelitian dari 17 negara di Asia, Eropa dan Amerika Utara.
CENTRAL (The Center for Alliance of Labor & Human Rights) adalah sebuah NGO di Kamboja. Organisasi ini melakukan kegiatan penguatan kepada pekerja di Kamboja untuk menuntut transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah mengenai hak pekerja dan hak asasi manusia melalui bantuan hukum dan cara-cara lainnya yang tepat.