Ekonomi mandiri adalah pengelolaan perekonomian secara mandiri oleh masyarakat secara gotong royong dan swadaya. Ekonomi mandiri mempunyai tujuan melepaskan ketergantungannya dengan para pemilik modal besar yang eksploitatif. Konsep ekonomi mandiri pada intinya adalah membangun usaha ekonomi mandiri tanpa bergantung kepada pihak lain.
Konsep ekonomi mandiri ini merupakan salah satu tujuan perkoperasian. Sehingga konsep ekonomi mandiri bisa jadi hanya bisa dijalankan oleh koperasi yang benar-benar mempunyai misi untuk menjadikan anggota koperasi sebagai pemilik. Koperasi memposisikan satu anggota adalah sama dengan anggota yang lain, tidak ada perbedaan hak suara ataupun keuntungan yang monopoli. Misi koperasi bertolak belakang dengan misi perusahaan atau PT.
Apa kaitannya dengan buruh/pekerja? Buruh perlu belajar tentang ekonomi mandiri karena tidak bisa selamanya menggantungkan diri pada perusahaan. Jelas misi perusahaan adalah menumpuk-numpuk keuntungan untuk memperkaya para pemilik atau pemegang saham. Siapa yang mempunyai saham paling besar maka mendapatkan keuntungan yang besar pula. Misi inilah yang bertolak belakang dengan misi koperasi dimana semua anggota adalah pemilik dan pemegang saham yang keuntungan koperasi berupa sisa hasil usaha (SHU) dibagikan kepada semua anggota secara adil.
Satu hal, tidak selamanya buruh bekerja di pabrik, apalagi ditengah kondisi ketidakpastian kerja yang diperparah oleh Undang-undang Cipta Kerja. Pengusaha akan begitu mudah merekrut tenaga kerja baru yang masih muda (fresh graduate) karena akan lebih mudah dieksploitasi, ditindas, diperas karena minim perlawanan juang.
Belajar ekonomi mandiri berpeluang untuk mencipta, mengelola suatu produk dari awal sampai pemasaran dilakukan secara kolektif. Keuntungannya pun dinikmati secara kolektif. Banyak pembelajaran yang akan diraih, demi mewujudkan cita-cita bersama. Disinilah letak “saling bantu” dari sesama anggota kolektif.
Koperasi dapat menjalankan konsep ekonomi mandiri. Secara nama tidak harus menggunakan nama koperasi, bisa juga menggunakan istilah kelompok, komunitas dan yang lainnya karena yang paling penting adalah mekanisme kerja sama dan setara satu sama lain.
Semua itu bisa berjalan kalau ada sumber daya manusia/SDM, sehingga ada yang mengoperasionalkan modal, tenaga dan masyarakat secara kolektif. Ada perencanaan yang disusun melalui kesepakatan-kesepakatan dengan semua pemilik. Hal ini berbeda dengan konsep pengelolaan secara perorangan yang sedari awal memang merencanakan usaha untuk dirinya sendiri dan kelompoknya, tidak perlu menggunakan rapat karena bisa langsung memutuskan secara sepihak. Dalam hal ini, buruh belajar untuk tenggang rasa, saling berbagi kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Koperasi Sejahtera FSBPI yang selama ini bergerak dengan usaha simpan pinjam, meluaskan sayapnya dengan penjualan pulsa/paket internet serta memproduksi sabun cuci piring. Kenapa?
Ini adalah bentuk terobosan untuk menembus komunikasi dengan banyak orang. Akan terbuka peluang pembahasan-pembahasan baik dengan anggota maupun calon anggota.
Peluang inilah yang coba dilihat oleh para penggiat koperasi, semakin mempunyai kedekatan dengan anggota, semakin erat rasa saling memiliki, ada olah rasa yang terbangun. Apabila komunikasi itu menyasar calon anggota/masyarakat umum akan memunculkan kepekaan sosial termasuk mengelola harapan untuk mengelola ekonomi mandiri dengan konsep kerja perkoperasian. Tawaran untuk menabung sampai belajar bersama terkait “keinginan dan kebutuhan”.
Jadi memproduksi sabun selain untuk memasarkan produk yang bisa menambah SHU anggota, juga sebagai alat untuk perluasan kepemilikan koperasi.
Produksi sabun ini merupakan tahap kedua setelah pengelolaan koperasi dalam bentuk simpan pinjam. Produksi sabun cuci piring secara manual dan kolektif ini dipilih karena dari sisi pengerjaan relatif mudah dijalankan. Jenis produknya juga untuk konsumsi/kebutuhan sehari-hari, dan tidak lekas basi/ekspayed. Dari sinilah pembelajaran struktur keswadayaan, demokrasi dan gotong-royong terbangun. Benar-benar berbeda dari visi misi kapitalisme yang menindas.
Tentu saja dalam praktiknya, ada tantangan yang bermunculan. Bagaimana ragam tantangan itu dihadapi oleh para penggiat koperasi?
Nantikan tulisan berikutnya dengan tema ini pada bagian 2.
(Dinarasikan oleh Jumisih, berdasarkan wawancara dengan Ico dan Hartini sebagai pendiri dan pengurus koperasi Sejahtera FSBPI).