Jakarta, 8 Agustus 2024 – Puluhan buruh PT Graha Fortuna Purnama (PT GFP) menggelar aksi protes di kantor pusat perusahaan di Jakarta Utara, menuntut keadilan atas pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang dilakukan oleh manajemen. Aksi ini dipicu oleh PHK terhadap 28 buruh pada 21 Juli 2024, dengan alasan perusahaan mengalami kerugian finansial.
Buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Bersatu – Federasi Serikat Buruh Karya Utama – Konfederasi Serikat Nasional (SBB-FSBKU-KSN) telah melakukan perlawanan sejak pengumuman PHK, termasuk mendirikan tenda perjuangan di depan pabrik PT GFP di Tangerang selama 17 hari berturut-turut. Pada Kamis pagi, mereka melakukan konvoi sepeda motor dari pabrik di Tangerang menuju kantor pusat perusahaan di Jl. Pluit Selatan Raya, Blok A5, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara. Aksi ini mendapat dukungan dari puluhan buruh lain dari berbagai serikat buruh di Tangerang dan Jakarta.
Sekretaris Umum FSBKU-KSN, Zaenal Rusli, menyatakan bahwa aksi ini merupakan bentuk protes terhadap keputusan PHK sepihak dan pelanggaran hak-hak buruh yang terus terjadi di PT GFP. Pelanggaran tersebut termasuk upah lembur yang belum dibayarkan, pelanggaran keselamatan dan kesehatan kerja (K3), serta penyakit akibat kerja yang timbul akibat fasilitas K3 yang tidak memadai.
Ketua SBB-FSBKU-KSN, Endang Muhidin, yang telah bekerja selama 40 tahun di PT GFP, menyatakan kekecewaannya terhadap perusahaan. Meskipun telah bekerja selama puluhan tahun, para buruh hanya diberikan pesangon sebesar Rp25 juta, jauh di bawah ketentuan Undang-undang. “Lebih dari separuh usia kami dihabiskan untuk membesarkan perusahaan ini, tetapi kami dibuang begitu saja dengan alasan rugi,” ujar Endang dengan nada kecewa.
PT Graha Fortuna Purnama, perusahaan manufaktur yang berdiri sejak 1971 di Priok, Kota Tangerang, memproduksi berbagai produk fiberglass reinforced plastic (FRP) seperti tangki penyimpanan, sistem perpipaan, dan peralatan lainnya. Produk-produk tersebut dijual ke perusahaan lokal dan diekspor ke berbagai negara seperti Jerman, Jepang, Australia, Meksiko, dan Cina. Dengan harga produk yang mencapai Rp4 miliar, alasan kerugian yang digunakan perusahaan untuk mem-PHK karyawannya dianggap tidak masuk akal oleh para buruh. Terlebih lagi, seminggu setelah PHK, perusahaan justru membuka lowongan kerja baru dan menyewa pengacara mahal untuk menghadapi protes buruh.
Dua pengacara yang terlibat dalam kasus ini, salah satunya mantan calon anggota legislatif DPRD Banten dari Partai Nasdem dan PDIP, justru mendukung perusahaan yang melanggar hak buruh, alih-alih memperjuangkan keadilan bagi para pekerja.
FSBKU-KSN kini menggalang solidaritas luas dari sesama buruh untuk menuntut perusahaan menghargai keringat dan pengorbanan para pekerja yang telah berkontribusi besar bagi pertumbuhan PT GFP. Tuntutan yang diajukan antara lain:
- Pembayaran pesangon sesuai aturan yang berlaku.
- Pembayaran kekurangan upah lembur yang belum dibayarkan.
- Pembayaran upah lembur yang masih terhutang.
- Perbaikan sistem K3 secara layak di perusahaan.
- Kompensasi untuk buruh yang menderita penyakit akibat kerja.
Aksi protes ini merupakan bentuk perlawanan para buruh terhadap perlakuan tidak manusiawi yang dilakukan oleh PT GFP, dengan harapan tuntutan mereka dipenuhi dan keadilan ditegakkan.