Oleh Tisha
Kisah sebelumnya silahkan baca di link bawah ini
http://www.dev.marsinah.id/nasib-serikatku-yang-hanya-mampu-bertahan-2-tahun-1/
http://www.dev.marsinah.id/nasib-serikatku-yang-hanya-mampu-bertahan-2-tahun-2/
Perundingan Buntu
Perundingan terjadi berulang kali, sampai ke tahap mediasi, namun perusahaan tetap tidak bergeming. Bahkan meskipun nota dari Dinas (Tenaga Kerja) sudah jelas menghimbau perusahaan agar membayar upah UMSK, namun manajemen malah mengirim surat balasan meminta peninjauan ulang. Sampai di bulan April, tuntutan kami tak juga dipenuhi dan kami sepakat akan melakukan mogok kerja pada tanggal 14 April.
Rencana sudah disusun rapi, sosialisasi terus dilakukan. Tapi sebelum aksi itu terlaksana, pada hari Sabtu tanggal 12 April kami yang seharusnya pulang kerja setengah hari jam dua belas siang, kebingungan mencari kartu presensi kami yang raib. Ternyata kartu itu ditahan oleh pihak manajemen. Kami berbondong-bondong hendak mengambilnya. Tetapi manajemen malah memberikan surat kepada kami yang isinya pemberitahuan bahwa mulai hari Senin, 14 April 2014 kami semua dirumahkan dengan alasan evaluasi order dan lain-lain.
Kami semua marah tapi tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menerima surat itu. Tetapi kami menolak untuk tanda tangan. Setelah berkumpul sebentar di depan perusahaan, kami pulang. Saat itu, dalam hatiku berkecamuk: marah, sedih, kesel, bingung, gak tahu harus berbuat apa. Aku merenung dan memikirkan, “Apa ini akhir dari semuanya?”
Pendidikan, Pintu Pengetahuan
Keesokan harinya, hari Minggu aku ada pendidikan khusus buruh perempuan di DPC (Dewan Pimpinan Cabang) bersama Tuti dan Mbak Asri. Tuti yang selalu galau ngoceh dan mengeluh. Dan aku berusaha meyakinkan mereka kalau surat dirumahkan itu hanya sementara, setelah semua selesai kita pasti akan dipanggil lagi. Padahal saat itu aku juga sama merasa kacau dan khawatir. Di sana, kami berkonsultasi dengan Bung Hari. Kami mulai merasa tenang dan berdoa mudah-mudahan ini tak akan berlangsung lama.
Materi pendidikan pun membahas tentang ‘dirumahkan’ yang sedang kami alami. Dalam pendidikan tersebut merasa ikut prihatin dengan kejadian yang menimpa kami. Tapi aku bersyukur, saat prahara ini terjadi, aku dan beberapa teman sudah terlebih dahulu mengikuti pendidikan sejak bulan Februari 2014. Jadi saat menghadapi ini kami tidak terlalu kaget. Karena para perangkat cabang dan para pendidik lain dari TURC sudah memberi kita cukup bekal dengan memperkenalkan masalah-masalah perselisihan yang pasti terjadi antara serikat buruh dan perusahaan yang berbeda kepentingan ini.
Awalnya, karena merasa “hanya seorang perempuan” aku menjadi anggota yang pasif, selalu berfikir biar para lelaki saja yang mengurus dan berada di depan. Kita mah perempuan di belakang aja ngikut dan terima beres. Pada saat itu, ada undangan belajar untuk pertama kali. Semua orang tidak ada yang bersedia dan alasannya macam-macam. Kecuali Mbak Atun yang selalu semangat. Akhirnya, daripada gak ada yang berangkat, aku memutuskan untuk ikut. Dan aku mengajak Tati. Akhirnya, kami bertiga berangkat.
Perempuan Juga Harus Aktif Berserikat
Setelah mengikuti materi, aku mulai tertarik pada serikat. Aku serius mengikuti berbagai pelajaran dari para narasumber. Di sanalah aku mulai sadar dan tahu hak-hak sebagai perempuan pekerja. Di pertemuan kedua, Tati tidak bisa hadir. Alasannya gak boleh sama suami. Dan untuk menggantikannya aku mengajak Tuti, akhirnya dia mau. Dan Alhamdulillah, walaupun sedikit terlambat tapi pendidikan buruh perempuan ini sangat berguna bagi kami. Khususnya buat aku, dan buat Tuti juga.
Pendidikan ini mampu mengubah seorang Tuti yang selalu galau dan seolah gak bisa menghadapi setiap masalah menjadi seoarng wanita yang berjiwa kuat dan optimis, termasuk menghadapi kasus dirumahkan ini. Dulu, asal ada pikiran sedikit aja Tuti bisa sampai pingsan. Tapi sekarang, aku salut. Dia bisa setegar ini menghadapi semuanya. Masalah yang sangat besar, kerena suaminyapun ikut menjadi korban yang dirumahkan. Sementara dia punya anak yang mau masuk SD dan baru saja mengambil rumah BTN.
Karena aku sangat mengenal Tuti, aku memutuskan untuk tetap mendampinginya. Dan selalu memberinya support dan harapan-harapan walaupun hatiku sendiri sangat bingung. Tapi aku bertekad harus memberikan kekuatan buat dia agar tidak menyesali apa yang sudah terjadi. Karena aku sendiri merasa bersalah dengan mengajak dia bergabung. Padahal awalnya dia sangat penurut terhadap atasan dan manajemen.
bersambung