Kelompok Belajar Perburuhan (Kobar), sebuah kelompok belajar yang diinisiasi oleh Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), mengadakan Pendidikan Singkat Ekonomi-Politik untuk Kaum Muda pada Jumat hingga Minggu, 14 – 16 Februari 2020. Bertempat di sekretariat Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah (SPPQT) Salatiga, Kafe Kobar diikuti oleh 25 orang mahasiswa yang berasal dari berbagai universitas di Semarang, Kudus, dan Yogyakarta. Nama Kafe Kobar disesuaikan dengan konsep kegiatan yang menyediakan beragam jenis kopi yang dapat dinikmati oleh peserta.
Koordinator Penyelenggara Kafe Kobar, Wahyu Aji Purwoko, menyatakan, melalui kegiatan dengan slogan ‘menyegarkan pergerakan’ ini, peserta diharapkan mendapat persepektif analisa baru di tengah semakin jelasnya posisi pemerintah dalam memihak kepada pemodal pada waktu-waktu belakangan ini. “Posisi Jawa Tengah yang dijadikan sebagai target relokasi dan ekspansi industri juga menjadikan perlunya peyebaran pemikiran ekonomi-politik seluas-luasnya agar kaum muda, khususnya di Jawa Tengah, dapat melihat secara kritis bahwa proses yang terjadi saat ini memiliki berlapis-lapis dimensi selain penciptaan lapangan pekerjaan”, tutur pria yang hobi bertani ini.
Lebih lanjut, Wahyu menambahkan, melalui kegiatan ini, peserta diaharapkan dapat memahami mata rantai penindasan, khususnya terhadap buruh, yang selama ini berusaha disamarkan oleh narasi-narasi yang dibangun negara maupun institusi pendidikan. “Model pembelajaran yang dihadirkan di kampus sangat normatif, disesuaikan dengan kebutuhan pasar, sehingga hanya mahasiswa yang benar-benar mau mencari pengetahuan alternatif lah yang bisa melihat realitas secara kritis”, ujar Wahyu.
Selain Kafe Kobar, Kobar juga merencanakan beberapa kegiatan lain seperti Layar Kobar untuk mendiskusikan film-film dokumenter tentang demokrasi, riset perburuhan, serta beberapa kegiatan tematik seperti pelatihan jurnalistik, advokasi, kerserikat-buruhan dan sebagainya. “Untuk itu, kami sangat terbuka untuk bekerjasama dengan komunitas lain”, tambah Wahyu.
Dalam pelaksanaannya, Kafe Kobar dibagi dalam enam sesi. Sesi pertama adalah sharing bersama komunitas di Salatiga. Pada sesi ini hadir Sekretaris SPPQT, Mujab, serta pegiat Aksi Seni untuk (ASU) Lingkungan, Eric Darmawan sebagai pemantik diskusi. Para pemantik diskusi pada sesi pertama ini berbagi kepada peserta mengenai pengalaman juang yang dilakukan pada sektor agraria dan lingkungan.
Pada sesi kedua, peserta saling berkenalan dan berbagi pengalaman juang untuk kemajuan demokrasi. Kemudian, pada sesi ketiga, dengan dipantik oleh Bambang Muryanto dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta, peserta mendiskusikan mengenai gerakan muda saat ini dan tantangannya. Pada sesi ini, Bambang menerangkan bahwa hal mendesak yang perlu dilakukan oleh kaum muda adalah menggerakkan literasi dan turun ke bawah untuk menyatu dengan masyarakat.
Pada sesi keempat yang merupakan sesi paling panjang dalam Kafe Kobar, peserta berdikusi mengenai ekonomi-politik. Dalam sesi ini, peserta difasilitasi oleh Sugeng Riyadi dari Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS). Sugeng mengajak peserta untuk membongkar selubung-selubung penindasan yang dilanggengkan oleh ilmu ekonomi arus utama.
Selanjutnya, pada sesi kelima yang difasilitasi oleh Muatiara Ika Pratiwi, Sekretaris Nasional Perempuan Mahardhika, peserta diajak untuk mendiskusikan bagaimana kapitalisme menciptakan lapisan penindasan terhadap perempuan.
Pada sesi terakhir yang dipandu oleh Sapta Widi Wusana, peserta diberikan gambaran mengenai rencana riset perburuhan yang akan dilakukan oleh Kobar. Riset yang akan dilakukan adalah mengenai kondisi perburuhan dan industri di Jawa Tengah. Pada akhir sesi ini, peserta diajak untuk terlibat pada riset yang akan diadakan mulai pada bulan Maret mendatang.
EDR