Bahagia sekali rasanya melihat kemenangan buruh PT. Alpen Food Indonesia, produksi es krim Aice yang berhasil menjadi pekerja tetap sebanyak 665 buruh nya. Mengingatkanku pada tahun 2014 silam yang terjadi di tempat ku bekerja.
Aku bekerja di pabrik pembuatan komponen otomotif di daerah Karawang sejak tahun 2011. Pemilik pabrik itu keturunan tionghoa lokal. Pada saat itu jumlah buruhnya mencapai 500 orang, terdiri dari 480 buruh outsourching, 5 buruh kontrak dan 15 buruh tetap. Upah yang kami dapatkan hanyalah umsk sektor 3 tanpa adanya tunjangan sama sekali,bahkan seragam kerja pun kami harus membeli sendiri dari pihak yayasan, dari kaos seharga Rp 100.000,, sepatu Rp 200.000,- dan topi seharga Rp 20.000,-, namanya juga alat kerja harusnya disediakan oleh pabrik, “lah kok beli”. Aneh, ya mungkin karena kami belum paham pada saat itu.
Kondisi buruh sangat miris, ada dari kawan kami yang terkena musibah kecelakaan kerja karena faktor safety di pabrik kami tidak standar, dari mulai jari putus karena mesin press, kaki tertimpa dies, tertabrak robot. Ironisnya, buruh yang terkena musibah tersebut diputus hubungan kerjanya. Karena dianggap sembrono dalam menjalankan pekerjaan. Padahal, menurutku mesin – mesin yang digunakan tidak memiliki perlindungan safety untuk buruh yang mengoprasikan mesin tersebut, aku ambil contoh mesin press standarnya harus sudah menggunakan sensor agar ketika operator lengah mesin dapat berhenti secara otomatis, sehingga meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja.
Setiap ada demonstrasi di kawasan industri tempat kami bekerja, pihak HRD menyuruh kami meletakkan sepeda motor di bagian belakang pabrik agar tidak terlihat oleh buruh yang sedang melakukan demonstrasi, karena pabrik tempat kami bekerja terlihat seperti pabrik kosong ketika kendaraan diparkir di belakang pabrik. Begitu ketakutannya manajemen ketika ada demonstrasi, maklum pada saat itu gerakan buruh di Karawang sangat lah massif, dan masih sering terjadi sweeping terhadap pabrik yang masih melakukan proses produksi apabila terjadi demonstrasi.
Pada oktober 2012 di Karawang terjadi pemogokan massal yang dilakukan oleh kaum buruh menuntut penghapusan sistem kerja kontrak dan outsourcing,serta kenaikan upah Rp 800.000,- pada saat itu. Seluruh pabrik yang ada Serikat buruhnya berubah status menjadi buruh tetap semua, hal itu tidak berlaku untuk pabrik di tempat kami bekerja. Ketika seluruh buruh berubah status menjadi buruh tetap, kami hanya berubah status menjadi buruh kontrak. Aku iri sekali melihatnya, ya apadaya pada saat itu aku terbelenggu oleh ketakutan ku sendiri.
Pertengahan tahun 2013 di tengah besarnya gelombang gerakan buruh, manajemen membentuk Serikat buruh independen untuk melindungi pabrik dari demonstrasi buruh yang diketuai oleh supervisor produksi. Pada saat itu, aku orang satu – satunya di pabrik itu yang tidak bergabung dalam serikat tersebut. Bagiku sangatlah percuma bergabung dalam serikat buruh bentukan pabrik karena bisa dipastikan kebijakan yang dibuat hanyalah pro terhadap kaum pemodal. Intimidasi datang bertubi – tubi kepadaku dari mulai leader, supervisor, bahkan aku sampai dipanggil oleh general manajer, mereka menanyakan alasan ku tidak bergabung dalam serikat semua jawaban yang kusampaikan sama yakni “aku hanya ingin fokus bekerja” karena aku berada di bagian vital sebagai production engineering. Ancaman yang dikatakan kepadaku dari mulai dioff dari kerja lembur sampai diPHK. Semua itu aku acuhkan karena aku berfikir sekali pun aku diPHK, aku masih bisa bekerja di pabrik lain.
Puncaknya, menjelang hari raya Idul Fitri 2013, 200 buruh diPHK sepihak oleh manajemen dikarenakan habis kontrak, padahal mereka seharusnya habis kontrak bulan Oktober, tetapi sudah dihabiskan di bulan Agustus untuk menghindari uang THR. Aku bertanya kepada pimpinan Serikat independen tersebut “Kenapa mereka dihabiskan kontrak sedangkan perjanjian kerja yang disepakati berakhir dibulan Oktober pak?” dia menjawab “Wah saya ga tau, itu kebijakan manajemen”. Aku sangat marah mendengar statmen tersebut, “Apa gunanya Serikat kalau ga tau anggotanya diPHK” ketusku.
Salah satu kawanku mengajak aku diskusi dengan seorang pemimpin serikat buruh merah. Pada saat itu aku datang ke sekertariatnya bersama 8 kawanku lainnya, kami diberikan penjelasan tentang serikat buruh dan menceritakan problem – problem yang terjadi di pabrik kami. Dia menjelaskan dasar – dasar hukum UU 21 2000, UU 13 2003 dan dasar UUD 1945. Akhirnya kami bersepakat untuk membentuk Serikat buruh. Kami membagi tugas, aku sendiri merekrut leader, staf bahkan supervisor, serta aku ditugaskan membawa company profile pabrik tempat kami bekerja. Dalam jangka waktu 3 minggu dari pertemuan pertama, waktu itu, 8 september 2013, kami berhasil merekrut 450 buruh dari total 500 buruh yang ada di pabrik, dan kami berhasil membentuk Serikat buruh merah pada saat itu. Sebuah anugerah yang luar biasa, aku pun tidak menyangka akan mendapatkan anggota sebanyak itu karena target kami 70% dari buruh pabrik. Pada tanggal 2 Oktober 2013, kawan – kawan keluar berbondong – bondong dari serikat buatan manajemen.
Kami membagi tugas kepada pengurus serta melibatkan anggota, ada yang mengirimkan pencatatan, ada yang membuat laporan ke pengawasan, anggota membuat tulisan di kertas A4 ” PABRIK MELANGGAR ATURAN MAKA HARUS DILAWAN”. Setelah pulang bekerja, mereka berbaris di depan pabrik, pemandangan yang sangat indah. Gelora semangat kawan – kawan yang luar biasa. Sedangkan aku sebagai bagian dari tim perunding, serta pembuat surat untuk customer pabrik kami menyampaikan “Bahwa pabrik kami melanggar UU 13 2003 pasal 56 dan kami menuntut untuk menjadi buruh tetap”. Beberapa intimidasi datang ke padaku, padahal pada saat itu aku menjabat sebagai wakil ketua, tetapi sepertinya manajemen menilai bahwa aku orang yang menggerakkan massa. Dari mulai teror telpon, pulang bekerja aku dipukuli preman sampai bibir ku sobek, dan di iming – imingi uang, semua itu aku acuhkan karena aku yakin kawan – kawan ku sangat semangat untuk berlawan sampai tuntutan menang.
Beberapa kali kami melakukan perundingan anggota yang shift malam menunggu di depan pintu gerbang menggunakan atribut serikat buruh, serta setiap kali selesai perundingan kami rapat bersama anggota. Bipartit pertama hasil deadlock kami atur strategi untuk melakukan slow down production ( produksi perlahan sehingga target tak tercapai). Bipartit ke dua deadlock, kami atur strategi untuk melakukan tolak lembur plus slow down production. Bipartit ke tiga manajemen mengabulkan permintaan kami tapi sayangnya manajemen hanya menyetujui 50% yang diangkat karyawan tetap dan kami pun menolak. Kami atur strategi menyiapkan surat untuk dikirim ke cutomer, tolak lembur dan slow down production. Kamis 27 November 2013 kami sudah siap bertarung karena pada saat itu stok produksi minim, order meningkat, sedangkan status kami belum berubah menjadi buruh tetap. Pada saat itu kami meminta DPRD Kabupaten Karawang untuk memanggil manajemen pabrik kami. Kawan – kawan buruh yang masuk pagi semuanya sudah menggunakan atribut Serikat buruh. Sedangkan, yang shift malam dan sore sudah menunggu di depan pabrik untuk ikut ke gedung pemerintah daerah Karawang. Kita sudah membuat rencana apabila hasil perundingan di kantor pemerintah daerah deadlock maka kawan – kawan yang ada di dalam pabrik akan keluar semua. Manajemen datang dengan pengacaranya, pada saat itu dari serikat buruh, aku menjadi juru bicara bersama ketua federasiku. Dalam perundingan tersebut, kami meminta agar pihak pengacara menunjukkan surat kuasanya, tetapi pihak pengacara tidak membawa, sehingga aku beserta kawan – kawan meminta agar pengacara dikeluarkan dari meja perundingan. Sudah satu jam kami berunding yang difasilitasi oleh dewan komisi D. Sehingga aku berkoordinasi dengan kawan – kawan yang ada di dalam pabrik agar keluar dari pabrik menuju ke Pemmda Karawang. Tak lama kemudian, direktur pabrik yang pada saat itu datang dalam perundingan tersebut meminta izin untuk mengangkat telpon, sehingga dia harus keluar ruangan perundingan, sedangkan kawan – kawan di dalam pabrik sudah keluar dari ruang produksi menggunakan atribut serikat buruh, aku ingat pada saat itu pukul 14.45 Wib. Direktur kembali masuk ke dalam ruangan perundingan dengan kerutan di dahi, serta keringat di wajah nya, sambil mengusap wajahnya tak lama dia berkata “Kami bersepakat untuk mengangkat seluruh buruh kontrak menjadi buruh tetap tanpa syarat”. Horeeeee,,,,alhamdulillah,,, terima kasih tuhan suara ruangan tersebut tiba-tiba pecah dengan ucapan puji syukur serta pelukan, karena pada saat itu di dalam ruangan ada sekitar 40 buruh yang ada di dalam ruangan tersebut dan diluar gedung ada 150 buruh. Begitu sangat bahagia yang aku dan kawan – kawanku rasakan pada saat itu. Dari total buruh 450 menjadi buruh tetap seluruhnya.
Percayalah bahwa tak ada perjuangan yang sia-sia jika dilakukan secara kolektif, pembacaan situasi dan kondisi yang tepat, tidak reaksioner, serta membuka ruang demokrasi dan ide – ide baru dari anggota maka perlawanan mu akan penuh warna. Salam hormat bagi buruh yang melawan.
22 april 2018
YNR