Pengusaha PT. Korindo Menemui Warga Gane,
http://savegane.blogspot.com/2015/01/warga-gane-dalam-awasi-kebun-dari.html
SOLIDARITAS GANE BERLAWAN!
“Karena Torang Makan Sagu, Bukan Sawit!”
Raung boulduzer memecah gendang telinga, membangunkan para petani dan nelayan yang tengah lelap, menggusur kelapa dotu-dotu. Racun pestisida memaksa gantikan aroma cengkeh dan pala. Lalu jerit kelaparan penduduk membayangi seisi negeri. Inilah kisah dibalik ideologi pembangunan yang digembar-gemborkan sebagai syarat menjadi ‘maju dan modern’. Alih fungsi kawasan hutan, lahan pertanian tradisional dan pesisir pantai untuk investasi ekstraksi pertambangan dan perkebunan skala massiv diwarnai pekik tangisan warga lokal.
Konflik perampasan ruang hidup pun tak pelak terjadi. Dimana-dimana, dari hutan barat hingga laut timur Indonesia. Semoga kita tidak lupa, bahwa pada 2004 warga Buyat Pante-Sulawesi Utara terusir dari ruang hidupnya akibat dugaan pencemaran limbah beracun ke Teluk Buyat oleh PT. Newmont Minahasa Raya. Tak sedikit yang menjadi korban: gatal-gatal, lumpuh hingga tewasnya Andini, balita usia delapan bulan. Atau tengok bagaimana penembakan terhadap warga oleh aparat negara, yang mengamankan investasi keruk emas di Bima-NTB dan perkebunan sawit di Mesuji pada periode 2011. Dan yang paling anyar adalah kriminalisasi terhadap Eva Bande, aktivis agraria bersama beberapa petani Luwuk-Sulawesi Tengah yang melawan praktek perampasan tanah untuk kepentingan perkebunan kelapa sawit. Serta tak lupa perjuangan warga Rembang yang melawan korporasi PT. Semen Indonesia, juga warga Karawang yang dipaksa-gusur oleh korporasi perumahan elit Agung Padomoro Group, atau warga Pandang Raya-Makassar yang akhirnya bertahan di tenda-tenda perjuangan setelah tergusur negara.
Politik perampasan ruang hidup warga untuk kepentingan investasi ekstraksi tambang dan sawit semakin merajalela. Dari Sumatera hingga Papua, warga ‘dipaksa’ melepas tanah sebagai warisan bagi generasi, untuk industri keruk perusak lingkungan. Negara sebagai kekuatan pemaksa, melalui aparatur pemerintahan bertindak dengan kekuasaan politiknya untuk mendukung penuh kepentingan akumulasi modal-modal besar dan massiv tersebut.
Atas nama penyeragaman pembangunan dan ‘mengejar ketertinggalan kemajuan’, kampung-kampung yang dipandang ‘tertinggal’ kemudian dipaksa-sentuh oleh korporasi. Pembangunan infrastruktur besar-besaran bermotif koridor ekonomi yang termaktub dalam proyek bernama Masterplain Percepatan Pembangunan dan perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI), lalu dicanangkan guna memudahkan laju arus keluar-masuk barang dan jasa kapital.
Nusantara Kecil itu Bernama Maluku Utara
Pada Januari 2004, peluru panas tepat mengenai jidat Rusli Tungkapi diarahkan oleh serdadu negara. Rusli ditembak saat melakukan aksi pendudukan bukit Toguraci-Teluk Kao, memprotes dan melawan korporasi asing (PT. NHM) bersama ribuan warga lainnya. Tidak hanya itu, penyakit kulit menyerang warga lingkar konsesi tambang ini, Husni (10 bulan) segera dilarikan ke RSU Chasan Boesoiri-Ternate dari Tabobo-Malifut karena pendarahan hebat di kepala. Belum cukup, warga Desa Tabobo harus beralih profesi dari pembuat terasi menjadi penambang dan pemecah batu. Warga Teluk Kao bahkan tiap hari harus merogoh rupiah untuk membeli ikan. Ikan teri serta udang halus yang dulunya melimpah di sana kini merosot turun.
Penembakan warga Gebe-Halmahera Tengah yang melakukan aksi protes terhadap PT. ANTAM di tahun 2010; Kriminalisasi terhadap 10 warga Weda-Halmahera Tengah saat menentang PHK sepihak PT. WBN (2011); dan intimidasi serta penciptaan ruang konflik antar warga (pro-kontra) di Wasilei-Halmahera Timur dan Patani-Halmahera Tengah oleh korporasi sawit pada 2014.
Warga dipaksa menjual tanah yang ditanami pala, cengkeh, kelapa, coklat, sagu, kasbi, dan pisang oleh negara dan korporasi. Melalui ijin yang dikeluarkan bupati, walikota, gubernur hingga presiden, angkatan bersenjata yang dibekengi oleh para pemodal merasa berhak menembaki setiap suara perlawanan. Tanah leluhur yang sudah menghidupi mereka jauh sebelum negara ini ada dirampas tanpa permisi.
Bisakah mereka makan sawit, emas, nikel? Tidak. Semua itu untuk memenuhi permintaan pasar global, kebutuhan orang-orang berduit, bukan untuk perut warga yang melilit lapar. Sawit misalnya, diperuntukkan bagi pemenuhan permintaan pasar agrofuel/biodiesel. Krisis energi yang sedang melanda dunia hari ini akibat dari borosnya korporasi industri memaksa mereka harus mencari energi terbarukan guna mengendalikan stabilitas kerja sistem kapitalisme ini. Selain itu, fenomena pemanasan global yang diakibatkan oleh maraknya korporasi industri tadi, mendorong mereka untuk ‘pura-pura’ mencari energi alternatif yang lebih ramah lingkungan. Minyak nabati yang salah satunya dihasilkan oleh kelapa sawit inilah yang kemudian diperkenalkan. Anehnya, perkebunan kelapa sawit justru paling banyak merusak hutan sebagai penyerap karbon. Tentu saja deforestasi dan degradasi hutan ini juga menjadi salah satu penyebab lain dari pemanasan global.
Warga Gane: Melawan Perkebunan Besar, Menanam Tanaman Bulanan
Sejak tahun 2011, PT. Gelora Mandiri Membangun, sebuah perusahaan sawit skala besar yang mengantongi Ijin Pelepasan kawasan (IPK) menancapkan alat beratnya di atas Bumi Gane. Tanpa sosialisasi ke warga, perusahaan yang wilayah konsesinya kemudian dijual ke PT. Korindo itu melakukan praktek penggusuran hutan, juga kebun milik warga, baik yang pro dan telah mendapat ‘ganti rugi’ maupun terhadap kebun warga yang menolak investasi ‘perbudakan’ tersebut. Dengan ijin luas konsesi 11.009 ha versi AMDAL, warga pesisir yang umumnya adalah petani kebun kelapa, cengkeh dan pala kemudian dipaksa menjadi buruh sawit bagi perusahaan.
Warga Gane Barat menceritakan bagaimana hadirnya korporasi sawit ini kemudian memecah belah solidaritas dan persaudaraan antar mereka. Warga kampung tersebut lalu terpolarisasi dalam dua blog sentiment, pro dan kontra. Tidak cukup dengan strategi menciptakan ruang konflik antar warga. Pada tahun 2013, korporasi ini juga menggunakan kekuatan serdadu negara untuk mengkriminalisasi 13 warga yang melakukan aksi blokade jalan loging sebagai bentuk perjuangan menjaga ruang hidup. Warga yang ditangkap dan ditahan selama kurang lebih tiga bulan ini lalu diproses hingga ke pengadilan dan dinyatakan tidak bersalah alias bebas demi hukum.
Lalu pada November 2014, dua warga Desa Gane Luar dijemput paksa oleh anggota polisi dari Polres Halmahera Selatan. Satu diantara dua warga ini adalah anak berusia 15 tahun. Dia dipukul serta diintimidasi saat dibawa dengan mobil milik PT. Korindo yang digunakan aparat kepolisian tersebut. Dia juga dipaksa untuk membuat pengakuan mengenali pelaku peristiwa seorang buruh perusahaan yang diduga dicederai saat menebang kayu di hutan. Keduanya ditemukan di Ufa, lokasi perkebunan warga Gane Luar saat sedang mencari sapi. Mereka lalu dibawa ke basecamp PT. Korindo dan kemudian diinterogasi secara terpisah. Menurut keterangan keluarga, sebelumnya mereka tidak mengetahui anak-anaknya dibawa polisi. Mereka baru tahu belakangan setelah korban tidak pulang hingga larut malam dan mendengar cerita ‘penculikan’ itu dari warga lain.
Dihadapkan pada situasi kekhawatiran akan rentannya lahan garapan mereka tergusur perusahaan yang mengklaim bertindak atas dasar IPK tersebut, membuat warga ke kebun selain untuk membersihkan, memetik hasil, mengawasi hama, juga untuk berjaga-jaga mengamankan lahan dari deru eksavator. Dimana kebun mereka sementara dihadapkan pada laju perluasan persemaian bibit kelapa sawit PT. Korindo, yang kini bergegas mencapai target luasan konsesi demi mengantongi Hak Guna Usaha (HGU) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dari situ lahirlah inisiatif membentuk kelompok dengan membagi tugas secara longgar guna melakukan pemantauan lokasi dimana aktifitas alat berat berlangsung.
Walhi Gane Bersolidaritas gambar diambil dari http://savegane.blogspot.com/
Namun upaya yang dilakukan warga berbalas kejahatan oleh koorporatokrasi. Pada 07 Januari 2015 di Desa Gane Dalam terjadi adu mulut antara warga dengan pihak kepolisian Halmahera Selatan yang bertugas mengamankan perusahaan. Kejadian berlangsung di lokasi kebun jurame milik salah satu warga di lokasi yang bernama Malalo. Pihak perusahaan mengklaim lokasi kebun jurami tersebut merupakan hutan, bukan kebun sehingga akan digusur untuk perluasan konsesi sawit. Warga pemilik kebun lantas menolak klaim tersebut. Setelah adu mulut, seorang oknum polisi langsung mengeluarkan senpi dan melepaskan tembakan ke udara. Warga bukannya takut justru semakin berani karena mereka benar, mereka mempertahankan lahan, ruang hidup, tanah moyangnya, warisan bagi generasinya.
Walaupun akhirnya penggusuran dihentikan, namun tentu saja Warga Gane setiap saat dihantui perasaan was-was, dimana kapan saja ketika mereka jengah, ruang hidup mereka akan tergusur oleh raung boulduzer korporasi. Karena peristiwa semacam itu tidak dialami warga satu-dua kali, melainkan berulang kali.
Mari Bersolidaritas, Karena Solidaritas adalah Ancaman Bagi Tatanan!
Solidaritas Kotambopo Batobo Club (KBC) Kota Tidore Kepulauan dan Walhi Maluku Utara untuk perjuangan Warga Gane, melawan korporasi sawit PT. Korindo.
Selain merampas ruang kelola warga, investasi perkebunan sawit di Kecamatan Gane Barat Selatan dan Gane Timur Selatan, ketika tetap dilaksanakan akan mengakibatkan kehancuran tatanan sistem perlindungan ekologi. Baik itu terhadap daerah serapan air, sumber mata air, maupun kawasan mangrove yang terancam hilang. Akibatnya ruang sumber pemenuhan hak dasar untuk menopang kebutuhan ekonomi masyarakat akan musnah, baik daratan maupun pesisir laut.
Posisi kampung pulau yang terisolir dari akses teknologi dan media ini, bardampak pada kurang meluasnya informasi terkait intimidasi yang diterima warga serta kabar perjuangan yang terus berkobar. Hingga saat ini, mereka terus meminta dukungan dan solidaritas dari siapa pun untuk menguatkan perjuangannya. Perjuangan untuk mempertahankan warisan bagi generasi.
Perlawanan Warga Gane atas rakusnya company sawit adalah preseden bagi perjuangan melawan politik perampasan ruang yang dilakukan oleh negara dan korporasi. Mereka masih teguh berjuang ditengah gempuran modal dan ancaman lars juga senjata serdadu, serta masih sedikitnya solidaritas terhadap perjuangan mereka. Tapi kita harus belajar dari mereka, bagaimana perlawanan itu menjadi tindakan paling mulia dan keberanian adalah satu-satunya harga diri yang tak boleh direbut, dengan rupiah atau nyawa sekalipun.
Dari rentetan serangan negara dan korporasi terhadap Warga Gane di atas, maka kami berinisasi membangun gerakan #SaveGane dengan nama Solidaritas Gane Berlawan! Melalui media ini, kami lalu menyerukan kepada setiap individu, organisasi ataupun lembaga sosial yang peduli terhadap kemanusiaan untuk sama-sama bersolidaritas terhadap perjuangan Warga Gane, yang hingga saat ini masih berjuang mempertahankan tanah dan lahan garapan serta melestarikan lingkungan milik generasi. Tak peduli apapun ideology dan garis politikmu, karena warga hanya butuh solidaritasmu.
Bersolidaritas untuk Perjuangan Warga Gane sama artinya menolong generasi dari ancaman krisis air dan kerusakan ekologi; sama dengan menjaga wasiat leluhur bahwa “Orang Punya Orang Punya, Torang Punya Torang Punya”. Maka mari galangkan solidaritasmu, kawan. Lawan kejahatan negara dan korporasi. Galang solidaritasmu dalam bentuk apapun dan sekecil apapun, karena solidaritas adalah ancaman bagi tatanan, karena Warga Gane akan semakin teguh berjuang ketika menyaksikan dukungan solidaritasmu. Mari bersolidaritas dan serukan bersama:
“SELAMATKAN GANE: USIR COMPANY PT. KORINDO DARI TANAH dan TELUK GANE”
“Kami menginginkan agar perusahaan angkat kaki dari pesisir Gane karena kami tidak butuh perusahaan, yang kami butuh perkebunan kelapa, cengkeh, dan pala. Karena hasil perkebunan ini yang menghidupi kami sampai generasi selanjutnya.” Warga Gane.
#SaveGane #LawanPerampasanTanah #LawanKorporasiSawit
Kontak Person untuk di Yogyakarta dan mau gabung bersolidaritas:
Tuthy: 082221541901
Fery : 085200520304
Ali Cakrawala : 085200539692