buruh masuk kerja di kbn cakung/putera/dok.dev.marsinah.id
Oleh Muh Sanatiyusuf
Aku tak tahu harus cerita mulai dari mana. Pengalaman hidupku penuh lika-liku. Sejak tahun 2001 aku meninggalkan kampung halaman, untuk merubah nasib. Tapi kenyataannya hidupku semakin banyak rintangan, tapi itu semua aku jalani dengan penuh semangat.
Cari Pengalaman, Dari Menjadi TKI Hingga Buruh Pabrik
Aku mencoba menjadi buruh migran di Malaysia dari tahun 2001 hingga tahun 2004. Pengalaman menjadi buruh migran sungguh luar biasa. Rasa takut menghantuiku manakala aku harus berhadapan dan patuh pada majikan, meski ucapan-ucapannya menyakitkan. Namun, rasa takut itu kulawan. Bila ada kata-kata yang membuat hatiku tidak nyaman, aku berani protes. Setelah 3 tahun menjadi buruh migran, akhirnya aku putuskan pulang ke kampung halaman. Pada tahun 2004, aku berkumpul dengan keluargaku hanya selama 3 bulan saja, karena aku merasa pengalaman hidupku masih kurang. Dengan berat hati aku meninggalkan keluargaku lagi di bulan Juli 2004.
Sekedar ingin menambah pengalaman, kota Jakarta pun menjadi tujuanku. Selama 1,5 tahun, aku hanya tinggal di rumah saudaraku. Di rumah saudara, karena tak enak hati, aku tidak cuma makan dan tidur, namun juga bekerja menjadi PRT (Pekerja Rumah Tangga) di rumahnya. Setelah mendapatkan pengalaman tinggal bersama saudara, aku memberanikan diri bicara untuk pergi mencari pekerjaan agar memperoleh penghasilan sendiri.
Akhirnya aku meninggalkan tempat saudaraku di Cengkareng menuju Jakarta Utara. Awalnya, aku pikir senang bisa bebas dari keluarga, tapi nyatanya susah juga. Tapi aku tidak patah semangat. Aku kemudian tinggal di Gang Pancong yang terletak di dekat KBN Cakung. Di Gang Pancong, aku jadi anak jalanan, numpang tidur dan makan ke kawan-kawan yang lain, tapi aku juga tak pernah patah semangat. Saat itu, nasi teri sebungkus berdua. Motivasiku kala itu, ingin menjadi buruh pabrik. Awal tahun 2006, aku melamar di PT. MIM, KBN Cakung dan menjadi buruh borongan dengan gaji Rp 320.000,00 per bulan.
Aku berpikir, gaji Rp 320.000,00 tidak cukup dengan kebutuhan hidupku. Kontrakanku harganya Rp 120.000,00 per bulan. Itu belum termasuk makan dan minum. Sungguh tak sebanding dengan tenaga yang aku keluarkan. Aku kerja capek – capek tapi mendapat upah yang tidak sesuai dengan tenagaku.
Ikutan Mogok, Belajar Memimpin Demonstrasi
Akhirnya aku putuskan keluar dari pabrik itu. Seminggu setelah tidak bekerja, aku mencoba melamar kerja di PT.Potexco yang memproduksi pakaian dalam, termasuk bra. Awalnya, aku nyaman dengan pekerjaanku di PT ini. SPV, Chieft, kurasa semuanya baik, tidak semena-mena. Gaji pertama pun full aku terima. Selang beberapa hari menerima gaji pertama, aku berangkat bekerja seperti biasa,tapi di pertengahan jalan, tepat di depan sebuah kantin dekat perusahaan tempat aku bekerja, aku dihadang oleh orang yang tidak aku kenal.
Ia bertanya “Kamu kerja di PT. Potexco?”
Aku jawab “Iya”
Lalu mereka bilang “Kita kumpul di sini”
Karena aku orang baru, aku ikut saja, dan aku bertanya – tanya ke salah satu buruh yang berkumpul di kantin, kenapa kita ditahan di kantin.
Anak itu menjawab “Ada dua kawan kita yang di-PHK sepihak dan menuntut menjadi buruh tetap makanya kita mau demo belain dia. Kita juga menuntut lembur gak pilih – pilih, ”
Aku cuma bisa diam dan bingung dan berpikir dengan pekerjaanku. Bagaimana kalau aku dikeluarkan. Saat itu aku takut dikeluarkan dari tempat kerja. Setelah kami kumpul semua, kami menuju pabrik dan di sanalah, kawan – kawan mulai berorasi, dengan tuntutan agar kawan kami dipekerjakan kembali dan beberapa tuntutan lain.
Tak lama kemudian aku beranikan diri untuk memimpin massa dan berorasi. Menjelang siang, pihak perusahaan mengajak pertemuan dengan perwakilan dari buruh. Tuntuntan yang kami ajukan hanya dua dan yang disepakati cuma satu. Hasil dari kesepakatan adalah perusahaan akan mengangkat buruh tetap secara bertahap dan memberlakukan lembur untuk semuanya atau tidak pilih- pilih.
Bersambung