Bersama anak – anak Papua
Cerita ini ditulis oleh Suster Maria Pietronella, FCh yang kini sedang mendampingi buruh perempuan di Palembang. Sebelum ke Palembang ia sempat mendampingi anak – anak Papua. Di tulisannya, ia berkisah tentang pengalamannya mendampingi anak – anak Papua. Bagaimana kondisi dan situasi anak -anak Papua.
Saya datang ke Papua 3 Januari 1996. Misi pertama kami ke tanah Papua, tepatnya desa Kaokanao yang berada di pantai Mimika bagian timur adalah untuk pembinaan anak-anak asrama yang dihuni oleh masyarakat asli suku Kamoro dan sebagian kecil suku yang berasal dari gunung seperti Amungme, Mee, Dani, dan Paniai.
Asrama ini dikelola oleh Misi gereja Katolik yang seluruh biaya operasionalnya dibiayai oleh LPMAK (Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme Kamoro), Amungme dan Kamoro merupakan dua suku terbesar yang terdapat di Timika bagian gunung dan pantai.
Mereka yang tinggal di asrama saat itu sekitar 143 orang laki-laki dan 23 orang perempuan. Jenjang pendidikan mereka SLTP.
Secara intelektual, mereka sangat jauh tertinggal dari saudara-saudara mereka yang lain yang ada di belahan lain Indonesia. Walaupun sudah SLTA masih mengeja seperti SD kalau membaca.
Keprihatinan inilah yang menggeraKkan hati saya untuk berangkat menuju desa terpencil di kaokanao Papua.
Tugas Utama saya adalah sebagai Kepala Taman Kanak-Kanak, mengajar di SLTP dan sora hari memberi les utk anak – anak asrama. Impian besar yang ada dalam harapan saya adalah, membuat mereka mampu bersaing dengan mereka yang ada di tempat lain.
Suster Maria Pietronella, FCh