Pemerintah Indonesia harus memiliki Peraturan Presiden yang mengatur dan menganggarkan penyelenggaraan daycare ramah anak untuk perempuan pekerja. Penelitian dari National Scientific Council Universitas Harvard pada tahun 2000 menemukan bahwa tumbuh kembang anak di usia emas memiliki korelasi kuat yang menjamin produktivitas tenaga kerja di masa depan sebagai fondasi ekonomi bangsa dan dunia. Dewan ilmiah menyatakan bahwa masyarakat memiliki kewajiban untuk mengetahui tentang signifikansi tumbuh kembang anak di usia emas dengan produktivitas di masa depan, sehingga masyarakat dan Negara saling bekerjasama memiliki dan mendukung kebijakan terkait investasi social di bidang pengasuhan anak. Kajian Dewan Nasional dari Harvard University ini bertujuan untuk menyajikan satu konsep perkembangan inti di bidang neurobiology, psikologi perkembangan dan ekonomi sebagai modal dasar pembentukan manusia dan implikasinya.
Jumlah anak usia 0-9 tahun menurut data BPS dan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia pada Desember 2021 adalah kurang lebih 45 juta jiwa. Dimana pada usia tersebut adalah usia emas dalam membentuk kesehatan fisik, social emosional, bahasa, kognitif dan karakter anak, sebagai modal utama menjadi generasi penerus yang handal, menuju Indonesia Emas 2045.
Fakta di lapangan berdasarkan hasil kajian tim daycare anak buruh/pekerja, yang terdiri organisasi Konfederasi Serikat Buruh/Pekerja di Indonesia, Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia (APSAI), Lembaga Peneltian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Atma Jaya Jakarta, dan Institut Solidaritas Buruh Surabaya (ISBS), tentang kondisi dan kebutuhan daycare ramah anak di wilayah Kawasan Berikat Nusantara (KBN) Cakung, diskusi terpumpun organisasi serikat buruh/pekerja area Jabodetabek, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan, menemukan data dan informasi:
- Selama orang tua bekerja, anak-anak diasuh oleh:
- Kakek, Nenek, bibi, budhe atau saudara lain di desa
- Keluarga yang satu rumah/kos
- Tetangga dekat tempat tinggal
- Layanan daycare dekat tempat tinggal.
- Kondisi anak-anak selama diasuh oleh kerabat, tetangga, atau layanan daycare yang ada adalah tidak ada pemahaman terkait makanan dan minuman sehat (anak-anak jajan makanan sembarangan), anak-anak bebas bermain HP/gadget, jarang tidur siang, sering melakukan kekerasan, terutama kekerasan verbal dan fisik, dan tidak ada control atas pertumbuhan dan perkembangan anak, terlebih bagi anak yang memiliki kebutuhan khusus.
- Anak-anak banyak mengalami kekerasan dari pengasuh sementara/alternatif dalam bentuk bentakan, ancaman, kekerasan fisik (dicubit, dijewer, dipukul), bahkan kekerasan seksual.
- Pemahaman orang tua dan serikat buruh tentang hak anak masih belum memahami apa hak anak dan bagaimana cara mengasuh berdasarkan hak anak. Hak-hak dasar anak yaitu hak hidup, hak tumbuh dan berkembang, hak memperoleh perlindungan dan hak berpartisipasi.
- ketersediaan daycare di area tempat tinggal/perusahaan, sebagian besar responden mengatakan belum ada daycare di sekitar area tempat tinggal buruh. Kalau pun ada, daycare mahal dan tidak terjangkau oleh gaji buruh/pekerja. Di sector perkebunan sawit (Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan) terdapat daycare namun belum mengimplementasikan pemenuhan hak-hak anak karena pengasuh tidak paham.
Untuk itu penting bagi Pemerintah Indonesia untuk segera menyelenggarakan daycare subsidi ramah anak untuk anak-anak perempuan pekerja dengan kriteria inklusif, yaitu memberikan akses bagi anak dengan kebutuhan khusus dan menerapkan metode keberpusatan pada anak. Tersedianya daycare subsidi berbasis hak anak yang menyelenggarakan layanan informasi, konsultasi, dan konseling bagi anak, orang tua atau orang yang bertanggung jawab terhadap anak.
Rilis ini diterbitkan oleh Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) dan Institut Solidaritas Buruh Surabaya (ISBS).