Search
Close this search box.

56,5% buruh perempuan di KBN Cakung Mengalami Pelecehan Seksual

Yuni Chuzaifah (Komisioner Komnas Perempuan) turut terlibat di Dialog Sosial KBN Bebas Pelecehan Seksual 

Bertempat di Ruang Serba Guna, Gedung Melati, PT. KBN, Dialog Sosial KBN Bebas Pelecehan Seksual, akhirnya berlangsung. Acara dibuka dengan sambutan dari beberapa pihak terkait.

Vivi Widyawati, mewakili Komite Buruh Perempuan menyampaikan hasil penelitian Perempuan Mahardhika tentang pelecehan seksual di tempat kerja di KBN Cakung. Vivi memaparkan, penelitian yang dilakukan di tahun 2017, menyasar 773 responden  di 45 pabrik di KBN Cakung, 85% nya berusia 17 – 20 tahun, dan 30,11%  berusia 21 – 30 tahun. Mayoritas responden ini bekerja di KBN Cakung kurang lebih 10 tahun.

Dari 773 responden, sebanyak 56,5% mengalami pelecehan seksual dengan beragam bentuk mulai toel – toel, cat calling, diintip, ejekan terhadap tubuh, dll. Pelakunya pun beragam, mulai dari mekanik, operator jahit, SPV (Supervisor), chief, hingga pemilik perusahaan (bos). Dari keseluruhan korban tersebut, sebanyak 93,6% tidak melapor. Alasan tidak melapor diantaranya adalah karena takut.

Menanggapi temuan penelitian tersebut, mantan ketua HRD Club KBN Cakung, Bambang, mempertanyakan proses penelitian. Hal itu ia sampaikan dalam Dialog Sosial KBN Bebas dari Pelecehan Seksual, sesi Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja. Selama ini, ia merasa tidak menemukan kasus pelecehan seksual. Terlebih, di setiap buyer memesan produksi baju ke tiap perusahaan di KBN Cakung, selalu disertai dengan penandatanganan kode etik yang tercantum di kontrak, salah satunya terkait pelecehan seksual di tempat kerja. Kontrak tersebut mengikat dan penuh pengawasan, sehingga hampir tidak mungkin ada kasus pelecehan seksual. “Mungkin, pelecehan tersebut perlu diklarifikasi ke responden. Bisa saja terjadi di luar tempat kerja”

Menjawab hal itu, Mohammad Anis Agung Nugroho, Operation Manager BWI (Better Work Indonesia) mengatakan, hadirnya data pelecehan seksual di tempat kerja adalah positif. Bila sebelumnya tidak muncul angka, karena belum terjadi penelitian. Hadirnya plang, dan penelitian ini memunculkan suara yang sebelumnya tidak terdengar. Di permukaan mungkin tidak terlihat, tapi sebenarnya banyak terjadi. Plang atau rambu bebas dari pelecehan seksual di tempat kerja dan penelitian ini menyediakan jalur komunikasi yang baik sehingga banyak cerita yang masuk. Di tiap perusahaan mungkin ada dengan yang disebut kotak saran, tapi kenapa hampir tidak ada yang mengisi? Karena jalur komunikasinya tidak accessible, belum cukup nyaman bagi perempuan buruh untuk menggunakannya. Kalau kemudian yang masuk adalah komplain atau keluhan, itu bagus. Justru itu menunjukkan jalur komunikasi mengalami perbaikan, kita bisa mengetahui apa yang dikeluhkan buruh perempuan. Ambil contoh, kami punya semacam aplikasi yang bisa mempermudah buruh perempuan mengadu atau bercerita. Mudah digapai oleh buruh perempuan dan saya rasa itu baik.

Sementara itu, salah satu perwakilan dari PT. Handsumtex, menyatakan diri siap memasang plang atau rambu anti pelecehan seksual di tempat kerja. Hal itu, menurutnya cukup efektif sebagai sarana penyebarluasan informasi untuk mencegah pelecehan seksual di tempat kerja.

Yuni Chuzaifah, komisioner Komnas Perempuan, mengungkapkan apabila buruh perempuan aman dari pelecehan seksual di tempat kerja maka itu akan menguntungkan bagi perusahaan karena produktivitas tenaga kerja perempuan akan meningkat. Apabila buruh perempuan menjadi korban pelecehan seksual, maka itu akan mempengaruhi produktivitas tenaga kerjanya. Ambil contoh sebuah riset di Vietnam yang melakukan penelitian bahwa produktivitas buruh perempuan menurun 30% akibat pelecehan seksual yang dialaminya. Imunitas buruh perempuan menurun, salau satunya adalah mudah jatuh sakit (sakit – sakitan). “Kalau ada buruh perempuan yang produktifitasnya menurun, jangan diPHK tapi ditanya terlebih dahulu apa yang menyebabkannya”

Jarum jam menunjuk angka 12.15 WIB, ketika dr. Tresye Widiastuty Paidi, dari Pengawasan Norma K3 kementerian ketenagakerjaan, menyampaikan bahwa Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor SE 03/MEN/IV/2011 diterbitkan untuk mengatur hal – hal detil terkait pelecehan seksual di tempat kerja yang dalam KUHP Republik Indonesia belum diatur. Harapannya, tiap perusahaan di Indonesia bisa melaksanakan apa yang tercantum di surat edaran tersebut.

Menutup Dialog Sosial KBN Bebas Pelecehan Seksual di Tempat Kerja, Mutiara Ika Pratiwi, selaku fasilitator mengucapkan terimakasih dengan keterlibatan para peserta dari berbagai stake holder terkait. Terutama dengan respon baiknya terhadap komitmen bersama melakukan pencegahan pelecehan seksual di tempat kerja, salah satunya dengan pemasangan plang atau rambu bebas dari pelecehan seksual di tempat kerja.

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Pameran Foto HUT ke-30 AJI: Potret Dampak Negatif Proyek Strategis Nasional (PSN)

Foto-foto yang dipamerkan merupakan hasil liputan mendalam dari tiga daerah, yaitu Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Jawa Barat. Salah satu karya yang menarik perhatian adalah milik Kartika Anwar berjudul ‘Proyek IKN Dikebut, Warga Pemaluan Krisis Air Bersih’, yang menggambarkan sulitnya akses air bersih bagi warga di sekitar proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru.

Bunyikan Peluit Tanda Bahaya; Sahkan RUU P-KS

Mutiara Ika Pratiwi dari Perempuan Mahardhika menyatakan gerakan masyarakat sipil akan menggelar Pawai Akbar Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual pada 8 Desember 2018. RUU P-KS

Layang – Layang Putus

Oleh Lami (Lamoy Farate) Sore itu di halaman rumah, di jalan yang menghadap hamparan sawah, anak –anak di pematang sawah sedang berlari-lari mengejar layang-layang putus.

Clash of Champions, Mahasiswi Mahasiswa Pintar, dan Tajamnya Ketimpangan Sosial

Dapat dimengerti jika orientasi jangka panjang dari pendidikan tinggi—misalnya untuk transformasi sosial, mengatasi ketimpangan dengan ilmu pengetahuan—tak dapat ditunjukkan via CoC. Bagaimanapun, CoC hanyalah game show yang terlepas dari aspek edukasinya, bertujuan untuk menghibur para pemirsa. Namun demikian, melalui game show ini, kita dapat menyadari bahwa memang, pendidikan di Indonesia secara umum masih belum berfokus pada mempertanyakan “kenapa”—salah satu ciri dari pendidikan kritis, fondasi bagi transformasi sosial.