Surat Manis Untuk Buruh Indonesia

Oleh Fenda Stevani

Mogok bersama adalah kabar baik. Beberapa teman saya terus menulis di media sosial bagaimana mogok bersama berpengaruh dalam kemacetan ( karena mereka kalangan menengah yang berada di level manejemen dengan uang yang juga tak terlalu banyak), bagaimana mereka tidak bisa pulang karena jalan-jalan ditutup. Itu bukanlah masalahnya…mereka bisa jalan kaki atau ikut turun ke jalan bersama! Beberapa orang menganggap dengan adanya mogok bersama para buruh akan kehilangan pekerjaan mereka namun perusahaan tak segampang itu bisa memecat mereka (siapa yang akan menggantikan mereka? mesin? tidak juga sampai saat ini hingga entah kapan)

‪‎Kalangan atas akan sangat ketakutan. Korporasi akan ketakutan, mereka butuh buruh! Saya harap mogok bersama berjalan sampai seminggu penuh! Negara ini akan kelimpungan dan orang-orang bisa melihat bagaimana sebuah bangsa tidak bisa berjalan tanpa orang-orang yang katanya tak berpendidikan ini. Kalangan menengah juga harus bangun dan melihat bahwa hidup mereka juga kacau. Musuh sebenarnya adalah pemerintah dan korporasi bukan mereka yang berjuang untuk kenaikan upah.

‪‎Revolusi !!!

‪‎Mereka yang memegang kekuasaan (pemerintah dan korporasi) mendapatkan persis yang mereka mau, mereka ingin kalangan buruh dan kelas menengah saling iri saling membenci, sementara para pemegang kekuasaan melakukan apa yang mereka mau.
Kalangan menengah yang merasa gajinya juga tak cukup, hidup juga tidak sejahtera harusnya ikut berpartisipasi turun ke jalan dan mogok bersama untuk mendapatkan kondisi hidup yang lebih baik untuk seluruh rakyat.

Apa yang diharapkan oleh kalangan menengah dan buruh adalah kesejahteraan untuk mereka dan keluarganya. Jika kalangan menengah dan buruh bersatu di jalanan dan mogok bersama tentunya itu akan menjadi mimpi buruk bagi pemerintah dan korporasi.

‪‎Korporasi telah merusak tanah-tanah kami dan sumber daya alam di Indonesia sudah ada dititik merah. Indonesia sebagai negara telah menjual sumber daya alamnya yang berharga untuk mendapatkan dana-dana segar yang cepat dan mengalir ke kantong-kantong manusia-manusia rakus, sementara banyak rakyat masih hidup dalam kemiskinan. Mereka akan melakukan yang sama dengan dengan buruh, buruh tereksploitasi sama seperti sumber daya alam kami. Itulah sebabnya mogok bersama selalu menjadi hal penting dalam sejarah. Saat semua orang menuntut apa yang mereka layak dapatkan.

Kalangan menengah yang menolak mogok bersama mungkin sempat menjadi pemikir liberal saat mereka masih di bangku kuliah, jaman-jaman saat mereka masih di kampus. Namun saat mereka sudah terjun ke masyarakat dengan gaji yang bagus, hidup yang nyaman dan berkecukupan untuk dirinya sendiri, mereka tak peduli lagi dengan nasib buruh yang saat ini berdiri bersama untuk hak-hak mereka.

‪‎Media-media adalah kelanjutan mulut (corong) para penguasa dan menyebarkan kebencian antara para buruh dan kalangan lainnya agar mereka saling membeda-bedakan kualitas hidup, saling membenci. Propaganda mereka di surat-surat kabar di stasiun-stasiun televisi TIDAK akan didengar lagi, semua kalangan harus bangun dan menjadi sadar akan realitas dan keadaan mereka saat ini.

‪‎Pemerintah bekerja untuk kami bukan sebaliknya. Kami menaruh mereka dalam kekuasaan, kami memberi mereka kekuasaan. Jika pemerintah tak lagi mempresentasikan buruh dan masyarakat banyak maka mereka harus digantikan. Jika buruh bersatu mereka tak akan bisa dipecahkan.
Liverpool 26 November 2015

 

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

KONSOLIDASI BAWAH POHON

Kita sebut ini dengan nama “Bawah Pohon”, ini adalah tempat makan siang buruh-buruh di KBN Cakung, di bawah pohon sekitaran pabrik, karena kantin tidak cukup

https://pin.it/7nuDqWEJT

“Kami Bukan Budak! Kami Bukan Sapi Perahan!”

Dalam satu pernyataan tegas yang dibagikan melalui Instagram, Eni Lestari, aktivis buruh migran dan Ketua International Migrants Alliance (IMA), mengungkap fakta mengejutkan tentang arah kebijakan global; “Remitansi migran dan investasi diaspora sudah ditetapkan sebagai sumber pendanaan baru bagi pembangunan neoliberal menuju SDGs 2030. “Kami bukan budak! Kami bukan sapi perahan!”

PRIIIITT!!

  Priiit! Dengar dan rasakan senandung lima dasar pengupahan Karena dari kecil biasa dilarang Maka tidak sulit, buruh memahami larangan-larangan ini Panca Jangan Pertama, Jangan

AOL Music shutting down, say staff

Quis autem vel eum iure reprehenderit qui in ea voluptate velit esse quam nihil molestiae consequatur, vel illum qui dolorem eum fugiat quo voluptas nulla

Gadis Kopi Jadi Relawan

Aku gadis Lubuk linggau (Palembang). Aku punya empat saudara di dalam Keluarga aku, sebagai anak pertama dengan tiga adik lelaki.  Aku dinamai, Thika. Ayah dan

Polisi Menyita Buku: Ancaman Lama bagi Demokrasi

Praktik semacam ini bukan hal baru. Sejak Orde Lama hingga Orde Baru, negara berulang kali menjadikan buku sebagai objek ketakutan. Tahun 1965, ratusan ribu buku yang dianggap “komunis” dibakar dan penerbit-penerbit kiri dibubarkan. Setelah Reformasi, gelombang penyitaan dan pelarangan masih berulang: dari buku sejarah 1965, literatur Marxis, hingga novel-novel yang dianggap “mengandung ajaran terlarang”.

Dilema Sekolah di Masa Pandemi

Sudah 3 bulan lebih anak pertamaku meningalkan kos dan belajar di rumah, karena pandemi. Pihak sekolah mengikuti anjuran pemerintah untuk menjalankan proses belajar mengajar di