Search
Close this search box.

Stop Pembubaran Pemutaran Film Senyap

Kehadiran film Jagal (The Act of Killing) dan Senyap (The Look of Silence) membuat masyarakat berpaling kembali ke tragedi pelanggaran HAM 1965. Kali ini lebih riuh dan gaduh. Senyap telah berhasil membuat pelanggaran HAM 1965 riuh diperdebatkan dan diperbincangan. Pemutaran Film Senyap yang diputar dari Sabang sampai Merauke di beberapa kota pun dibubarkan karena dianggap menyebarkan paham komunis. Sebuah alasan jadul, lagu lama yang diputar terus menerus meski Rejim Orba sudah lengser oleh kekuatan rakyat pada tahun 1998.

Beberapa pemutaran film Senyap yang dibubarkan diantaranya di  Warung Kelir, Malang; ISI dan UGM. Rektor Universitas Brawijaya Malang, Prof. DR. Ir. Mohammad Bisri, MS  melarang pemutaran film tersebut sebagai bentuk dukungan terhadap pembubaran film Senyap di Malang. Alasannya pun tak jauh beda dengan  Komandan Komando Distrik Militer 0833/Bhaladika Jaya Letnan Kolonel Gunawan Wijaya.

Tak sampai di situ, salah satu panitia penyelenggara pemutaran Senyap diadukan ke kepolisian atas tuduhan pencemaran nama baik oleh seseorang yang mengaku bernama Haris dan berasal dari sebuah Ormas berjudul Pribumi. Bahkan, kabarnya, Pemuda Pancasila hendak mengajukan gugatan kepada pembuat Film Senyap. Sementara, pemerintah melakukan pembiaran terhadap intimidasi serta pembubaran film Senyap. Ini hanya menandakan, pemerintah kita belum berubah watak dan karakternya terkait pelanggaran HAM masa lalu. Namun, sungguh salut, mana kala permintaan pemutaran film Senyap terus mengalir dan di berbagai tempat menolak pembubaran dan memutuskan berlanjut. Angin segar juga hadir dari Rektor UGM, Dwikorita Karnawati, yang menegaskan harus ada pengusutan tuntas atas pembubaran pemutaran film Senyap di UGM. Pernyataan Rektor UGM ini menjadi hal penting mengingat kampus semestinya menjadi tempat beradu argumentasi atas berbagai macam pengetahuan dan gagasan bukan dengan teror dan intimidasi dan sudah semestinya sebuah Kampus membela mahasiswa dan aktivitas yang ada di dalamnya.

Pembiaran atas teror, intimidasi dan pembubaran film Senyap oleh pemerintah tak bisa didiamkan. Bila pelanggaran semacam ini terus dibiarkan maka akan menjadi hambatan bagi penuntasan pelanggaran HAM masa lalu dan pelanggaran HAM yang baru akan terus diproduksi karena tak pernah jadi pembelajaran. Semestinya Pemerintah Jokowi – JK melindungi aktivitas berkumpul, berpendapat bagi warga negara dan memastikan rekonsiliasi dengan penegakan keadilan dan pelurusan sejarah atas tragedi pelangaran HAM 1965. Karena itu, kami, dari Radio Komunitas Buruh Perempuan Marsinah FM menyatakan sikap:

  1. Menuntut kepada pemerintah untuk menindak tegas pelaku pembubaran pemutaran film Senyap
  2. Menjamin keamanan pemutaran film Senyap di seluruh Indonesia
  3. Rekonsiliasi dengan penegakan hak bagi korban 1965.

Membela Senyap artinya membela kita, membela korban, membela sejarah kita sendiri. Bahwa ada sekian juta manusia terbunuh begitu saja oleh sebuah skenario keji. Mungkin Senyap bukanlah film yang menguak sebuah sejarah tragedi 1965 secara utuh. Tapi karya semacam Senyap, dibutuhkan sebanyak-banyaknya hadir, jadi bahan pendiskusian yang mematik semakin banyak karya lagi, lagi dan lagi. Agar pengetahuan tentang tragedi 1965 semakin bermunculan. Bila Senyap sepi dari pembelaan, maka semakin sulit untuk bicara soal tragedi pelanggaran HAM 1965 dan pelanggaran HAM lainnya. Maka, mari Membela Senyap. Agar ia semakin nyaring menyuarakan keadilan.

 

Koordinator Marsinah FM

 

Dian Septi Trisnanti

081804095097

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Mengadu ke Ombudsman

Oleh Dian Septi Trisnanti Pagi yang Sibuk  Pagi yang basah, deru mesin yang bising . Orang-orang yang tak bersabar, bergegas tanpa peduli sekitar. Pagi yang

“Berikan Keadilan Bagi Kedua Perempuan Korban Persekusi Pessel!

Menurut Indira Suryani, Direktur LBH Padang, tindakan persekusi,mempermalukan atau merendahkan martabat atas alasan diskriminasi dan atau seksual dalam segala bentuknya dikategorikan sebagai penyiksaan seksual sebagaimana diatur Pasal 11 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Perempuan dan Serikat Buruh

Barisan massa aksi perempuan saat Peringatan Hari Buruh Sedunia 2013 di Jakarta.[1]/ dok lips Oleh Syarif Arifin Ada perempuan yang hendak belajar di luar, tapi harus

Cerita Kekerasan Seksual di Diskusi Hunian

  Tulisan ini dibacakan di Panggung Buruh Melawan Kekerasan Seksual yang diselenggarakan oleh FBLP dan Radio Marsinah pada 30 November 2014, di Disnakertrans Jakarta Utara.