Security Culture (Supaya Kita Tetap Aman)

“Perlawanan tanpa keamanan hanya akan melahirkan korban; keamanan tanpa solidaritas hanya akan melahirkan ketakutan.

Oleh Samira

Beberapa aktivis lingkungan dan HAM di Indonesia ditangkap karena penyebaran data publik yang dikaitkan dengan adanya aktivitas dari gerakannya. Sehingga hal tersebut dimanfaatkan oleh aparat atau pemerintah untuk memata-matai dan menjerat aktivis.

Oleh karena itu Security Culture penting dalam mengorganisir sebuah gerakan. Sebagai budaya keamanan dan juga bentuk kepedulian. Karena “Perlawanan tanpa keamanan hanya akan melahirkan korban; keamanan tanpa solidaritas hanya akan melahirkan ketakutan.”

”Security Culture adalah kebiasaan dan norma yang dijalankan secara bersama atau oleh sebuah komunitas, terutama oleh komunitas yang anggotanya berpotensi menjadi target pengawasan atau represi dari pemerintah. Sebuah budaya untuk melindungi diri, kawan dan gerakan dari ancaman represi, atau kriminalisasi.

Security Culture = Budaya, “Jangan sampai kita mempermudah musuh untuk menyerang kita”

Tujuan utamanya : Untuk bertahan dan berjuang dengan aman dan sadar. Mengapa Security Culture Penting dalam Pergerakan? Aktivis sering berhadapan dengan risiko: intimidasi, doxing, penyadapan, penyusupan, kriminalisasi hingga kekerasan fisik.

Banyak gerakan gagal bukan karena ide, tetapi karena kelengahan informasi dan kurangnya disiplin keamanan.

Security culture membangun kepercayaan, disiplin dan solidaritas

Penerapan Security culture ini untuk menekankan bahwa siapapun tidak seharusnya mengetahui informasi sensitif yang tidak harus mereka ketahui. Ini termasuk kedalam prinsip dasar Security Culture.

Prinsip Dasar Security Culture:

1.Tidak semua orang perlu tau semua hal

2.Jangan tanya atau sebar informasi sensitif kawanJangan membanggakan atau membocorkan aksi rahasia

3.Keamanan bukan hanya soal diri sendiri tapi kolektif

Penerapannya dalam Praktik Gerakan Saat Rapat :

1.Hindari penyebutan nama lengkap dan juga lokasi spesifik Saat Aksi Berjalan:

2.Buatlah tim keamanan dan gunakan tanda komunikasi agar tetap aman

Saat Daring : Menggunakan aplikasi komunikasi terenkripsi seperti Signal, jangan gunakan WhatsApp untuk komunikasi intens dan sensitif

Dokumentasi : Jangan mengunggah nya sembarangan, pastikan keamanannya terlebih dahulu.

Security Culture bukan bentuk ketakutan, tapi bentuk kasih sayang kepada kawan seperjuangan. Ia lahir dari kesadaran bahwa setiap pesan yang kita kirim, setiap rapat yang kita hadiri, setiap langkah di jalan raya semua itu memiliki risiko.

Menjaga keamanan bukan berarti kita mundur dari perjuangan, justru itulah cara memastikan sebuah gerakan itu tetap kuat, hidup dan terus berlanjut. Dalam gerakan, keamanan adalah bentuk solidaritas tertinggi, ketika kita menjaga satu sama lain, artinya kita sedang menjaga api perlawanan itu tetap menyala.

    Facebook Comments Box

    Artikel Lainnya

    Layang – Layang Putus

    Oleh Lami (Lamoy Farate) Sore itu di halaman rumah, di jalan yang menghadap hamparan sawah, anak –anak di pematang sawah sedang berlari-lari mengejar layang-layang putus.

    Perjuangan Mama Rote Melawan Femisida 

    Cara pandang masyarakat yang meremehkan pelecehan seksual mencerminkan realita masyarakat Indonesia, tak terkecuali di provinsi luar Jawa yang tak banyak tersorot gegap gempita media. Para pelaku yang dengan mudah melakukan pelecehan, perkosaan, penganiayaan hingga pembunuhan di dalam film “Women from Rote Island menunjukkan bahwa para pelaku memang sebejat itu.

    Dialog Sosial KBN Bebas dari Pelecehan Seksual

    Bertepatan dengan 16 Hari Anti Kekerasan pada Perempuan, Komite Buruh Perempuan bekerja sama dengan PT. KBN, menyelenggarakan Dialog Sosial KBN Bebas dari Pelecehan Seksual, Selasa,

    Menyegarkan Pergerakan Bersama Kafe Kobar

    Kelompok Belajar Perburuhan (Kobar), sebuah kelompok belajar yang diinisiasi oleh Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), mengadakan Pendidikan Singkat Ekonomi-Politik untuk Kaum Muda pada Jumat hingga

    Laporan Femisida 2023: Kekerasan yang Terstruktur dan Berulang

    Laporan ini menyoroti pola kekerasan yang tidak hanya berlangsung dalam ranah privat tetapi juga merambah ruang publik, di mana 51% kasus terjadi di luar rumah korban. Cara pembunuhan yang paling sering digunakan adalah dengan kekerasan fisik (36%) dan senjata tajam (32%). Selain itu, tercatat 69% jenazah korban ditinggalkan di lokasi kejadian, sementara beberapa kasus menunjukkan tindakan brutal seperti mutilasi, pemerkosaan, hingga pembakaran jenazah.

    Mencari Kehadiran Ibu Menteri Ketenagakerjaan

    Oleh: Dian Septi Trisnanti (Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia/FSBPI)   Beberapa saat lalu, Ibu Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziah, menyatakan upah buruh rata –