Search
Close this search box.

Sebuah Wawancara dengan Haidar (Salah Satu Panitia Pemutaran Film Senyap Yogyakarta)

poster karya nobodycrop

Melawan Kelompok Reaksioner, Memperjuangkan Demokrasi!

Wawancara kontributor dev.marsinah.id (Iroy Mahyuni) dengan panitia pemutaran film Senyap di UIN, Haidar, Pimpinan Lembaga Pers Rhetor. Seperti sudah diketahui, pada hari Rabu 11 Maret 2015, Lembaga Pers Mahasiwa Rhetor bekerja sama dengan berbagai gerakan mahasiswa, tergabung dalam sebuah front bernama  Front Mahasiswa Se-DIY menggelar pemutaran film Senyap. Film dokumenter yang disutradarai oleh Joshua OppeinHeimer ini menceritakan seorang adik korban 65 mendatangi pelaku untuk menanyakan kenapa kakaknya dibunuh.

Di Yogyakarta, film ini sudah di putar di beberapa komunitas. Namun sejak bulan Desember, pemutaran film ini mulai mendapat respon negatif dari kelompok ormas berkedok agama. Beberapa kampus seperti ISI, UGM dan Sanata Dharma didatangi kelompok ini dan berhasil membubarkan agenda pemutaran film tersebut. Tapi tidak untuk di UIN Sunan Kalijaga. Sejak pagi hari di UIN, puluhan massa bersorban dan berjubah putih yang mengatasnamakan Forum Umat Islam (FUI) pun menjadi  tamu tak di undang dengan maksud yang sama. Membubarkan pemutaran film. Namun, kali ini kelompok tersebut gagal membubarkan pemutaran film tersebut. Pasalnya, panitia pelaksana sudah menyiapkan segala hal untuk menyukseskan acara ini. Gerbang kampus timur menuju Gedung Student Center (SC) tempat pelaksanaan pemutaran film telah ditutup mahasiswa. Di dalam kampus timur, sudah siap siaga puluhan mahasiswa untuk mengamankan acara tersebut. Tak lama, puluhan personil kepolisian datang berjaga-jaga di luar gerbang kampus timur UIN SUKA.

Berikut wawancara dev.marsinah.id dengan Haidar:

Iroy        : Rhetor itu apa sih?

Haidar  : Rhetor itu Pers Mahasiswa Fakultas Dakwah dan komunikasi Universitas UIN SUKA.

Iroy        : Bisa diceritakan tentang acara yang tengah kawan-kawan selenggarakan?

Haidar  : Ini pemutaran Film Senyap karya Joshua OpeinHeimer. Yang bicara tentang pembantaian 65. Kami bermaksud menyelenggarakan acara ini sebagai bahan diskusi tentang sejarah masa lalu bangsa ini. Saya pikir tidak ada salahnya mendiskusikan sejarah. Agar mahasiswa melek sejarah dan paham tentang apa yang terjadi di generasi masa lalu.

Iroy        : oke. Selain Rhetor, siapa saja penyelenggara agenda pemutaran film ini?

Haidar  : Pemutaran film ini, selain Rhetor ada juga kawan-kawan Persma dan gerakan mahasiswa yang lain misalnya PMII, Social Movement Institute, HMI, LMND, SMI, Pembebasan, dan banyak lagi yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. Nanti bisa lihat di pers rilis yang kami buat.

Iroy        : Berapa lama acara ini dipersiapkan?

Haidar  : Sekitar Satu bulan lah.

Iroy        : Ada kesulitan dalam membangun front ini?

Haidar  : Gak ada, karena kami satu persepsi. Kami merasa mudah menjalankan agenda ini karena isunya sudah sama yaitu represifitas dalam berdemokrasi dan harus diperjuangkan. Sebetulnya ada satu organisasi yang tarik diri, alasannya karena ada instruksi langsung dari Pengurus Besar organisasi mereka. Tapi bagi kami itu tidak menjadi masalah.

Iroy        : Terkait dengan pelaksanaan ini ada hambatan gak?

Haidar  : Seperti dilihat tadi, ada kelompok-kelompok yang mencoba untuk menggangu berjalannya agenda ini. Ada dari kelompok islam radikal (baca: Forum Umat Islam), yang saya kira gak perlu kita hiraukan. Hak berdemokrasi, berdiskusi, mengeluarkan pendapat, dan seterusnya sudah diatur dalm konstitusi negara. Apalagi kampus. Menurut kami kampus adalah wilayah yang otoritas akademiknya tidak bisa dilecehkan dengan melarang maupun membubarkan agenda-agenda yang dibuat oleh mahasiswa dengan tujuan yang positif. Kan tujuan kami untuk berdiskusi tentang sejarah. Tidak ada hak orang lain untuk membubarkan acara ini.

Iroy        : Bisa diidentifikasi siapa saja aktor-aktor penghambatnya?

Haidar  : Tadi bisa dilihat sendiri. kelompok-kelompok islam radikal yang tidak perlu saya sebutkan namanya telah datang dan berkehendak membubarkan agenda kami. Mungkin mereka juga yang membubarkan agenda serupa yang diselenggarakan teman-teman di kampus yang lain.

Iroy        : Oke kawan. Bisa dijabarkan apa motifasi terselenggaranya acara ini.

Haidar  : Satu hal, kita berkeinginan ruang-ruang demokrasi di kampus bisa terselenggara.  Dinamika kampus yang akademis tidak bisa dibungkam. Namun makin kesini ruang kampus justru semakin di intervensi. Intinya ruang kampus itu semakin di persempit. Kami pikir, kita harus melakukan sesuatu, harus punya sikap dan tegas serta melakukan perlawanan demi terselenggaranya demokrasi. Nah jika ada orang-orang atau kelompok-kelompok tertentu yang tidak setuju bahkan datang hendak membubarkan, ya kita gak gubris. Hak mereka apa melarang diskusi di kampus?

Iroy        : Ok, bagaimana cara teman-teman mengatasi kelompok-kelompok tersebut agar tidak mengganggu berjalannya agenda ini? Mengingat, di kampus-kampus lain yang menyelenggarakan agenda serupa justru tidak berhasil karna dibubarkan.

Haidar  : Itu sudah kami pikirkan. Kami sudah bertekad untuk melawan demi mempertahankan demokrasi di kampus. Nah, dari situ kami membentuk satgas yang beranggotakan 60-an orang. Satgas ini adalah perwakilan dari organisasi-organisasi yang masuk dalam aliansi. Tujuannya tidak lain untuk mengamankan acara ini dari kelompok-kelompok yang ingin membubarkan.

Iroy        : Tadi di depan ada personil kepolisian. Apakah teman-teman mengundang pihak kepolisian?

Haidar  : Kami tidak mengundang, Karena mereka gak sepakat dengan film ini. Mungkin mereka datang sendiri untuk menjaga stabilitas umum. Kalau dalam kampus saya kira itu bukan hak mereka untuk mengatur di kampus.

Iroy        : Tapi apa kah kawan-kawan berkoordinasi atau memberikan surat pemberitahuan.

Haidar  : Tidak. lah itu gak ada hubungan dengan pihak kepolisian, orang kita membuat diskusi di kampus koq. Gak ada urusan dengan pihak kepolisian. Di dalam kampus saya kira itu hak kita.

Iroy        : Baik. Lantas bagaimana respon dari rektor?

Haidar  : Rektor tetap melarang, tapi ini hak kita dari mahasiswa. Terlepas apakah ada polisi yang mau mengamankan, pihak rektorat mau membubarkan, kita tetap akan terus melanjutkan diskusi. Kita sudah bertekad untuk mempertahankan kedaulatan kampus. Kita sudah jenuh dan tidak bisa diam lagi melihat dan menyaksikan kampus-kampus diinjak kedaulatan dan demokrasinya.

Iroy        : Ada intervensi dari pihak kampus gak, misalnya di intimisasi?

Haidar  : Sejauh ini gak ada, nanti kita lihat perkembangannya. Saya kira jika ada intervensi maka kita akan melakukan advokasi. Jika ada (intervensi), maka rektorat sudah melakukan melakukan pelanggaran akademis. Nah, untuk intervensi luar, kita telah menyiapkan satgas.

Iroy        : Adakah tindak lanjut dari pemutaran film ini?

Haidar  : Ada. Kita mau memberikan contoh kepada seluruh kampus yang lain bahwa  kedaulatan berdemokrasi, berekspresi, berdiskusi adalah hak yang telah diatur dalam konstitusi. Bahkan bukan hanya di dalam kampus namun berlaku di seluruh negeri ini. Demokrasi di negeri ini adalah hasil dari jerih payah perjuangan rakyat di tahun 1998. Ketika ada yang berkepentingan menghilangkan, menghancurkan, mempersempit, dan sejenisnya, maka kita harus besikap tegas melawan dan memperjuangkannya. Entah itu ormas yang berkedok agama atau kelompok reaksioner apapun dengan tujuan membungkam demokrasi, maka itu tidak benar dan harus dilawan.

Iroy        : Oke, ada pesan untuk kawna-kawan mahasiswa di kampus yang lain?

Haidar  : Ada. Untuk kawan-kawan di kampus yang lain, jangan takut memperjuangkan dan menegakkan demokrasi di kampus kita. Dengan persatuan saya kira hambatan-hambatan yang mengganggu terciptanya ruang-ruang ekspresi akan terminimalisir bahkan bisa kita atasi. Jika kelompok-kelompok tersebut masih saja mengganggu, Kita akan melakukan advokasi dan pendampingan serta  memberikan solidaritas untuk menguatkan teman-teman yang di kampus lain dalam menyelenggarakan pemutaran film, diskusi dan agenda-agenda demokratis lainnya. Agar ruang demokrasi tetap terjaga. Itu harus diperjuangkan dan ditindak lanjuti. Kedaulatan kampus harus diperjuangkan.

 

 

 

Facebook Comments Box

Artikel Lainnya

Laporan Femisida 2023: Kekerasan yang Terstruktur dan Berulang

Laporan ini menyoroti pola kekerasan yang tidak hanya berlangsung dalam ranah privat tetapi juga merambah ruang publik, di mana 51% kasus terjadi di luar rumah korban. Cara pembunuhan yang paling sering digunakan adalah dengan kekerasan fisik (36%) dan senjata tajam (32%). Selain itu, tercatat 69% jenazah korban ditinggalkan di lokasi kejadian, sementara beberapa kasus menunjukkan tindakan brutal seperti mutilasi, pemerkosaan, hingga pembakaran jenazah.

“Berikan Keadilan Bagi Kedua Perempuan Korban Persekusi Pessel!

Menurut Indira Suryani, Direktur LBH Padang, tindakan persekusi,mempermalukan atau merendahkan martabat atas alasan diskriminasi dan atau seksual dalam segala bentuknya dikategorikan sebagai penyiksaan seksual sebagaimana diatur Pasal 11 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Balada PHK Tanpa THR di Bulan yang Fitri

Mau dibawa kemana buruh Indonesia yang menjelang lebaran selalu dihabisi kontrak tanpa THR. Dimana hati nurani para pengusaha?  Seandainya, pengusaha mendapat perlakuan yang sama dengan

Surat Untuk Pengusaha Hansae

Dear Pengusaha Hansae yang terhormat, Kami adalah pekerjamu, Bertahun- tahun kami mengabdi dengan loyalitas yang sangat tinggi tanpa banyak mengeluh Dari keringat kami pabrik mu